Bab 4 - Senjata Makan Tuan

103K 7.1K 212
                                    

EMPAT

"...baik, ganteng, tinggi, manis, ramah, gue nggak tahu harus ngedeskripsiin dia kayak gimana lagi. Dia itu bagai malaikat tak bersayap yang telah dikirim Tuhan buat gue kemarin. Gue bener-bener berterimakasih sama dia. Gue nggak tahu kalau nggak ada dia bakalan jadi apa nasib gue kemarin, mungkin udah gue tinggalin motor gue di sekolah. Pokoknya dia itu baik dan muanisssss banget!"

"Davin, dia orangnya yang mana sih?"

Pertanyaan Nadine sontak membuat Relin berhenti berceloteh panjang lebar mengenai insiden yang menimpanya kemarin. Sebenarnya dia lebih banyak menjelaskan tentang orang yang udah ngebantuin daripada bagaimana kronologis kejadiannya. Mau gimana lagi sih, bayang-bayang Davin masih aja melekat di benaknya. Dia nggak bisa ngelupain jasa cowok itu. Dan juga senyumnya.

Manis banget.

"Anak kelas sebelas IPS 3. Yang anak basket ituloh." jawab Relin riang.

Nadine tampak mikir berat, "Anak basket kelas sebelas IPS tiga yang gue tau itu cuma cowok yang sering pake handband ijo kalau lagi latihan basket hari minggu, yang badannya gede kayak hulk. Apa yang itu namanya Davin?"

Relin berdecak, "Ck, bukanlah. Itu Bagas, Nad."

Nadine berdeoh sekenanya. Relin bergidik, masa Nadine menduga Bagas itu Davin? Berdasarkan pendeskripsian Relin tadi tentu sosok Davin yang cakep, tinggi, manis, atletis, nggak bisa disamain dengan Bagas yang badannya kayak raksasa, dengan muka yang sangarnya kayak penagih hutang.

"Tunjukkin gue dong pas istirahat nanti." pinta Nadine, sebenarnya dia penasaran dengan cowok yang dianggap Relin sebagai malaikat tak bersayap itu.

Relin melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. Sekarang ini sedang pelajaran Sir Lailan, tapi beliau berhalangan hadir dengan suatu alasan. Jadi, beliau cuma menitipkan tugas ke guru piket, tapi bukannya mengerjakan tugas, penduduk kelas XI.IPA-2 udah mencar kesana-kemari. Tersisa cuma beberapa orang di kelas.

"Bentar lagi istirahat, kantin yuk! Kali aja ketemu tuh sama Davin." ajak Relin yang disambut persetujuan dari Nadine.

Saat Relin dan Nadine keluar kelas untuk menuju kantin, dugaan Relin ternyata benar, ketika mereka melintasi lapangan basket, sosok Davin ada di tempat itu bersama beberapa orang cowok lainnya. Dia sedang main basket. Entah ini karena kebetulan atau karena Tuhan mengkehendaki Nadine bisa ketemu cowok itu secepatnya. Yang jelas Relin merasa suprise.

Relin buru-buru menyetop langkahnya, dia mengajak Nadine berdiri di pinggir lapangan. Dengan gerakan yang nggak terlalu kentara, Relin memberi tahu Nadine kalau itu yang namanya Davin, cowok yang udah membantunya kemarin.

"Yang lagi ketawa itu?" tanya Nadine memastikan. Relin mengangguk girang.

Davin sekarang lagi ketawa sama cowok di dekatnya yang nggak Relin kenali siapa. Masih sama kayak kemarin, Davin kelihatan manis sekali.

"Oh iya iya, gue pernah liat dia beberapa kali, tapi gue nggak tahu kalau namanya Davin dan dia anak kelas IPS-3. Dia biasa aja ah."

Relin langsung melotot ke Nadine, "Manis kayak gula gitu lo bilang biasa aja."

"Lo naksir dia ya?" tebak Nadine yang sukses bikin Relin jadi gelabakan. Bukan karena dia ngerasa ketangkap basah naksir cowok itu, hanya saja karena dia sendiri bingung sama jawaban atas pertanyaan Nadine, dia heran kenapa dari kemarin muji-muji Davin terus, padahalkan dia cuma baru ketemu cowok itu satu kali, dan baru kenal kemarin. Hell yeah, KEMARIN!

Relin menggeleng, tentu dia nggak naksir cowok itu. Mungkin cuma sedikit kagum aja. Iyalah kagum, Davin itu orang baik, manis, ramah, dan keren. Eh, kenapa malah balik muji dia lagi sih? Relin mengutuk diri dalam hati.

When Love Walked InTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang