Bab 1 - Asal Mula

304K 10.2K 1.3K
                                    

SATU

"You can't teach what you don't know, you can't give what you don't have, you can't forgive what you can't forget, but you can love...even if you're not being loved back."-unknown.

Relin terdiam, mengulang kembali quote yang terpampang dalam mading tersebut dalam hatinya, kemudian dia melengos, menahan tawa sarkastisnya yang siap menyembur.

"Uh, so sweettttt..." ucap suara feminim.

Berbeda dengan dirinya, sohibnya yang satu itu malah memberikan reaksi berbeda, dia kesemsem sendiri, terlalu baper dengan quote yang menurut Relin malah berlebihan di matanya.

"Lebay ah, Nad," komentar Relin sambil mencibir.

"Keren kali, Rel." balas Nadine.

Relin menggeleng nggak setuju, "Kurang kerjaan kali yang masang quote cinta-cintaan di mading sekolah?"

"Di SMP kita dulu juga ada kok yang kek gini."

Relin mencoba mengingat. Terakhir kali dia melihat quotes "cinta-cintaan" di mading SMP-nya dulu di tahun keduanya sekolah disana.

"Tapi pas kelas tiga Pak Abdu nyuruh anak-anak jurnalis sama media komunikasi nyingkiri kata-kata itu di mading sekolah." jawab Relin.

Relin nggak akan pernah lupa sosok Pak Abdu, guru agama yang selalu ingin menuntun anak didiknya ke jalan yang benar. Jadi Relin tak perlu heran kalau bapak itu menginginkan quotes tentang cinta yang kemungkinan dapat merusak moral bangsa itu dihapuskan dari mading sekolah.

Nadine langsung terkekeh kecil, "Lo taulah Pak Abdu itu orangnya gimana."

Pagi hari yang cerah ini, Relin ataupun Nadine yakin nggak akan berjalan seperti biasanya. Mereka dengan balutan seragam putih abu-abu kini siap menciptakan pengalaman baru selama tiga tahun ke depan.

Tiba masanya, Masa SMA. Masa dimana banyak yang bilang merupakan masa-masa terindah yang akan selalu dikenang, dimana potongan-potongan kisahnya akan membuat kita tersenyum apabila mengingatnya di kemudian hari.

Relin cukup excited sebenarnya, ini hari pertama proses belajar dan mengajar dimulai setelah sebelumnya mereka dihadapi oleh kegiatan MOS selama empat hari yang -menurut Relin -cukup berkesan.

"Jadi eskul mana nih?" Tanya Nadine kembali ke topik awal. Tujuan mereka ke mading adalah untuk mengetahui nama-nama eskul beserta keunggulannya, tapi mereka malah melipir ke depan mading yang memajang 101 quotes about love itu.

Relin menimang-nimang sebentar. Sebenarnya ada satu nama eskul yang menarik minatnya sedari tadi, tapi takutnya nanti dia menyesal. Kan satu orang cuma wajib ikut satu eskul, karena takutnya kalau ikut banyak-banyak malah bikin nggak fokus.

"Kalo lo apaan, Nad?" Relin balik nanya. Pandangannya kembali tertuju pada daftar nama-nama eskul di SMA Hayden.

"Teater aja deh gue, meneruskan yang di SMP kemarin. Kalo lo?"

Nadine ikut teater. Bagus sih, tuh cewek emang jago banget tampil di atas panggung. Pentas-pentas teater waktu SMP yang diikuti Nadine juga selalu berakhir sukses. Relin inginnya satu eskul sama Nadine, biar bisa latihan bareng, pulang bareng, tapi apa daya, Relin sama sekali nggak punya bakat akting!

"Gue akustik, kayaknya." Relin menyuarakan apa yang ada dipikirannya sedari tadi. Akustik sendiri emang pilihan yang paling tepat. Dia punya sedikit bakat main gitar, suaranya juga kalau nyanyi nggak buruk-buruk amat. Kalau diasah di eskul itu boleh juga. Siapa tahu suatu hari nanti dia bisa terkenal kayak Taylor Swift.

When Love Walked InTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang