Bab 1 - Asal Mula

Start from the beginning
                                    

Oksigen yang Relin hirup rasanya semakin menipis saat melihat siapa cowok itu.

Relin tahu, Nadine juga nggak kalah kaget. Cowok ganteng, tinggi, lumayan putih, tipikal idaman para cewek-cewek satu sekolah berbentuk Mika tengah berdiri menjulang di hadapan mereka.

Tapi dia harus stay cool. Itulah yang ada di kepala Relin. Dia nggak mau terang-terangan menunjukkan rasa sukanya ke Mika karena memang bukan tipe cewek yang hobi ngejar cowok, bagi Relin, cewek itu kodratnya untuk dikejar bukan mengejar. Jadi lebih baik dia bersikap biasa saja ke cowok itu.

"Sorry, " Relin harus melafalkan kalimat itu beberapa kali sebelum mengeluarkannya secara lisan, kalimat Relin dibarengi dengan senyum miring yang sok cuek. Senyum yang sangat bertentangan dengan suasana hatinya sekarang.

Cowok itu memandang Relin sebentar, lalu tersenyum.

Ya Tuhan, Mika senyum ke gue! Relin berteriak dalam hati.

"Gue yang harusnya bilang sorry, gue yang udah hampir nabrak lo." Kata Mika membuat Relin terperangah.

Oksigen mana oksigen...

"Sorry ya." Ucap Mika lembut. "Btw, lo Arelin yang sekelompok sama gue pas MOS itu kan?"

Perut Relin rasanya jungkir balik saking bahagianya, Mika kenal dia, itu kenyataan yang sangat menghibur baginya.

Tanpa sadar dia tersenyum menyadari bahwa Mika termasuk orang yang irit bicara, malah mengajaknya bicara di depan pintu ruang sekretariat akustik.

Relin cuma mampu mengangguk. Tenggorokkannya dipenuhi luapan kebahagiaan sehingga dia nggak mampu bicara normal, yang ada kalau dia maksa untuk ngomong, yang keluar malah rentetan kalimat penuh histeria yang menggambarkan isi hatinya sekarang.
Misalnya kalimat, "Ya Tuhan, Gimana bisa lo masih inget gue? Lo tahu sendirilah lo itu setiap hari dikelilingi cewek-cewek karena kegantengan lo, jadi kenapa lo kenal gue, padahal gue nggak pernah sekalipun nyapa lo? Apa kita jodoh ya?" Nah kalimat yang begitu yang paling Relin ingin hindari.

"Mika, ngapain lo disini? Dicariin Kak Jo!" Seorang cowok tiba-tiba menghampiri Mika dan menepuk bahu cowok itu.

"Gue ngambil gitar dulu, bentar." Kata Mika pada cowok itu, lalu pandangannya kembali ke Relin. "Gue masuk dulu ya, Arelin."

Lagi-lagi Relin cuma bisa mengangguk, berusaha tetap tanpa ekpresi. Dia menggesar tubuhnya, memberi jalan untuk Mika, dari sudut matanya dia dapat melihat bibir Mika menyunggingkan senyum yang sangat menawan.

Sementara itu, cowok yang menghampiri Mika tadi memandang Relin dengan tatapan "menilai", Relin mengernyit heran, tak mau ambil pusing, dia segera menarik tangan Nadine -yang sedang tercengang- menjauhi ruang sekretariat akustik.

Relin dapat merasakan jantungnya masih berdebar kencang.

***

Ruang Teater. Ini jauh yang diperkirakan Relin ataupun Nadine. Di SMP mereka dulu, peminat eskul teater nggak terlalu banyak, mampu dihitung pake jari malahan. Tapi kali ini beda, Ruang Teater SMA Hayden dipenuhi oleh banyak orang yang berminat masuk eskul ini.

"Yah, kalo peminatnya sebanyak ini tentu harus di seleksi dulu. Seleksinya lewat audisi akting nangis di depan Kak Yogi dan Kak Dewi." Itu yang dikatakan oleh Sarah, salah satu teman mereka yang dikenal saat MOS kemarin.

Relin dan Nadine mengangguk mengerti. Mungkin keramaian dalam ruang teater ini selain disebabkan oleh peminat eskul yang bejibun bisa juga karena penonton yang mau lihat pertunjukkan gratis orang menangis secara cuma-cuma.

Nadine sudah mendaftar, tinggal menunggu giliran dipanggil untuk audisi.

Selagi itu, Relin dan Nadine memutuskan untuk berdiri nggak jauh dari pusat audisi untuk menonton para peminat eskul teater yang sedang berakting nangis ria.

When Love Walked InWhere stories live. Discover now