Bab 1 - Asal Mula

Mulai dari awal
                                    

"Gue kira lo bakalan ikut eskul basket," kata Nadine santai yang justru membuat kening Relin jadi berlipat-lipat. Dia bingung, heran juga. Relin sama sekali nggak pernah menunjukkan bakatnya dalam bermain basket. Bukan karena dia nggak mau, tapi karena dia memang nggak punya bakat dalam bidang itu.

"Kok basket?"

"Barangkali lo mau ngikuti jejak Mika."

WHAT?! Bola mata Relin rasanya ingin keluar dari rongganya. Dia amat sangat terkejut.

"M..Maksud lo, Mikanzio Zhafir Darmawan dari kelompok kita itu?"

Nadine tertawa pelan lalu mengangguk, "Yup, emang lo ada gebetan lain yang namanya juga Mika?"

Relin masih dilanda kebingungan. Kali ini bukan karena sohibnya itu yang tiba-tiba menyangkutkan dirinya dengan eskul basket. Tapi kebingungan ini mengarah kepada sebuah pertanyaan; Darimana Nadine tahu dia naksir Mika?!

"Hahaha, lo lupa ya gue ini terlahir jadi cewek super peka," ucap Nadine seolah menjawab pertanyaan yang berkelebat di kepala Relin.

Detik itu juga, Relin rasanya ingin menabrakkan kepalanya di dinding. Dia hampir lupa dengan kenyataan tersebut, Nadine, manusia paling peka dan paling punya daya analisis yang kuat.

"Tapi gue nggak nunjukkin ke lo kalau gue rada tertarik sama cowok itu."

"Nggak nunjukkin gimana coba? Lo itu ya, setiap pulang sekolah selama MOS yang lo omongin itu Mika mulu. Mika yang gantenglah, Mika yang cool, Mika yang irit bicara, Mika yang senyumnya manis banget, Mika yang s..."

"Udah...udah, ntar denger orang, Nad." Relin jadi jengah sendiri. Nadine melempar senyum simpul.

"Lo itu keliatan banget kalo naksir tuh cowok,"

Relin mengembuskan nafas pelan, nggak ada cara untuk nyangkal omongan sohibnya tersebut. "Ya gue naksir, dikit."

"Oke. Cakep, tinggi, bersih, pinter, tajir, cool. Di hari pertamanya ikut MOS, ada tiga kakak kelas yang nembak dia. Sedikit gambaran kalo lo punya banyak saingan."

Relin mendengus. Relin memang naksir cowok itu, tapi bukan berarti dia rela ngemis cinta ke dia, bukan berarti dia mau jambak-jambakan atau cakar-cakaran sama cewek yang juga naksir dia. Relin sebatas kagum semata. Kagum sama salah satu mahakarya Tuhan yang cukup sempurna di matanya.

"Yaudah yuk, kita ke sekretariat akustik sama teater." Ajak Nadine yang disambut persetujuan oleh Relin.

***

Setelah datang ke ruang sekretariat akustik yang ternyata merangkap menjadi studio musik dengan berbagai alat musik di dalamnya, Relin langsung mendaftar menjadi anggota dari eskul tersebut, Relin sama sekali nggak menyesal dengan keputusannya, cowok yang menjadi ketua eskul tersebut ramah dan ganteng banget, hal semacam inilah yang buat Relin bakalan betah dan rajin latihan.

Relin mengisi namanya di kolom yang telah disediakan, beserta kelas dan nomor hp-nya, setelah selesai, dia mengembalikan kertas itu kepada Kak Nathan, sang ketua eskul akustik yang ternyata masih kelas sebelas.

"Temennya yang satu lagi mau eskul mana?" Tanya Kak Nathan sambil melirik Nadine dengan sebuah senyuman ramah. Ya sepertinya memang Kak Nathan ramah ke setiap orang.

"Teater," jawab Nadine diiringi senyum tipis.

Kak Nathan hanya mengeluarkan kata oh panjang, lalu kembali menjelaskan ke Relin bahwa latihan akan dimulai sabtu depan pukul sepuluh pagi. Relin hanya mengangguk dan sesekali menjawab iya.

Semuanya sudah beres, Relin dan Nadine memutuskan untuk segera keluar dari tempat ini karena masih ada satu destinasi lagi, yaitu ruang teater. Dan Relin rasanya hampir mati jantungan saat menyadari bahwa dirinya nyaris saja bertabrakan dengan seorang cowok di dekat pintu ruang sekretariat akustik ini.

When Love Walked InTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang