17. The Yellow Tulip

40.1K 5.1K 145
                                    

Tidak ada yang tahu bagaimana manusia akan berubah. Ke arah yang lebih buruk atau ke arah yang lebih baik. Semua tak bisa kita lihat hanya dengan sebuah cuplikan atau sikap yang ia tampilkan di hadapan kita. Keserakahan bisa datang kapan saja ketika kita terlalu berambisi dalam melakukan sesuatu, atau amarah memuncak yang di karenakan dendam.

Ghibran menyorot tajam pada Jasmin yang kini mulai berjalan mundur seraya Ghibran melangkah maju. "Kamu tau darimana aku ke kosan Mauza?" tanya Ghibran dengan raut tak berekspresi.

"Aku ada di sana kemarin, nggak sengaja lewat. Kamu punya kunci kosan Mauza, padahal kamu nggak punya hubungan apapun dengan Mauza." Jasmin menjawab dengan raut tenang tanpa ada rasa takut.

"Kamu tau darimana? Kalau itu kosan Mauza?" tanya Ghibran lalu menghentikan langkah kakinya.

Jasmin hanya diam menatap Ghibran tanpa menjawab pertanyaan pemuda yang ia curigai itu. Bibirnya yang bisu, tetapi sorot matanya bersuara penuh amarah.

"Jasmin, sebenarnya kamu siapa?" Ghibran bertanya, tetapi Jasmin tetap bisu.

"Sejak kamu nanyain Mauza di ruang kesehatan, aku curiga kalau kamu kenal dengan Mauza. Kamu kenal dia kan?" Ghibran menunggu jawaban dari Jasmin tetapi Jasmin tetap saja bungkam. Tak lama menunggu jawaban dari Jasmin, Ghibran pun menggelengkan kepalanya lalu mengambil plastik putih yang ia letakkan tadi.

Jasmin bernapas lega, setidaknya nyawanya terselamatkan hari ini. Tetapi terlihat jelas bahwa Ghibran tidak pernah berniat mencelakai Jasmin. Lebih tepatnya hanya menggertak, agar Jasmin takut. Bukan takut, justru Jasmin semakin termotivasi untuk mencari bukti.

"Kamu nggak punya bukti apa-apa Jasmin. Aku bakalan ngerahasiain ini. Kamu lebih baik pergi dari sekolah, sebelum terjadi hal yang buruk sama kamu." Ghibran mengingatkan. Lalu berbalik melangkah menjauhi Jasmin menuju gedung rumah sakit, dengan wajah tak bersalah.

Jasmin menggenggam tangannya erat, lalu ia berkata, "Aku bakalan nyari bukti, kamu nggak akan bisa lepas. Kamu bakalan ditangkap, Linda juga." Jasmin mengancam Ghibran dengan amarah yang berapi-api dan suara yang agak meninggi.

Ghibran menoleh menatap Jasmin lalu menghela napasnya berat. "Linda? Hmm gitu. Aku bakalan nunggu kamu masukin aku ke penjara. Aku bakalan nonton kamu dari jauh, tapi kamu harus perhatiin langkah kamu, Jasmin," gantung Ghibran, ia menyorot netra Jasmin cukup lama. "Jangan sampai jatuh," tambah Ghibran.

Hujan tiba-tiba turun bersamaan dengan amarah yang menyertai perasaan Jasmin. Mauza berdiri di sisinya lalu menangis sedih bersama dengan Jasmin. Mauza juga terluka melihat Daneen menjadi korban lain pelaku yang membunuhnya.

"Jasmin," panggil seseorang.

Lelaki tersebut perlahan menghampirinya. Mauza pun menghilang ketika mendengar orang tersebut memanggil Jasmin.

Jasmin mendongak melihat Sehun berdiri tepat di hadapannya. Ia membawa payung lipat berwarna hitam yang selalu ia bawa di dalam tasnya. Jasmin mengalihkan pandangannya seraya bertanya, "Kamu ngapain di sini, Sehun?"

"Kamu ngapain hujan-hujanan, udah kayak di drakor aja." Sehun mengejek Jasmin berniat untuk menjernihkan suasana.

Jasmin tersenyum kecil, karena kalau dipikir-pikir memang tingkahnya seperti tokoh-tokoh di drama korea yang habis ditinggalkan kekasihnya.

Jasmin perlahan bangkit dari duduknya, ia melirik Sehun sebentar lalu berjalan mendahului Sehun. Ia tak mempedulikan air hujan yang menguyur tubuhnya. Sehun menggelengkan kepalanya, lalu berlari kecil menghampiri Jasmin.

Tak lama sesosok arwah memakai pakaian pasien muncul tepat di hadapan mereka. Mungkin pasien yang meninggal karena bunuh diri dari atas gedung rumah sakit.

"Ya ampun! Bikin kaget aja!" Jasmin setengah berteriak.

Sehun mengelus dadanya yang berdetak kencang karena ia pun sama terkejutnya dengan Jasmin. "Kenapa juga dia tiba-tiba muncul gitu. Jantung-ku." Sehun menggerutu kesal sambil memegangi dadanya.

Jasmin mengibaskan tangannya tepat di depan wajahnya, lalu berujar, "Pergi. Aku lagi malas mikirin hal lain."

Jasmin mengusir sosok wanita yang seumuran dengan Sehun tersebut. Sosok tersebut menghilang begitu saja, setelah melihat raut wajah Jasmin yang kesal.

Sehun melihat sekitar Jasmin, ia tadi melihat Mauza berdiri di sisi Jasmin. Tetapi arwah itu menghilang ketika dirinya mendekat.

"Mauza kok ngilang? Tadi kayaknya aku lihat dia." Sehun memulai pembicaraan.

Jasmin menggelengkan kepalanya. "Kak Mauza ngilang dari kemarin, mungkin kamu salah lihat." Sehun melirik Jasmin lalu mengangguk, ia sedikit terkejut Jasmin akhirnya mengajaknya berbicara.

⚫🎑⚫

Di dalam ruang gelap yang di kelilingi beberapa cahaya lampu di sekitarnya. Daneen melihat sebuah meja dengan bunga tulip berwarna kuning di atasnya. Seorang gadis berdiri di hadapannya. Parasnya sangat ayu, memakai gaun putih dan rambut lurus hitam panjangnya teruai indah.

"Krystal? Kamu ngapain ada di sini?" tanya Daneen sangat ganar. Tak lama Mauza berjalan mendekati Krystal dan berdiri di sisinya. Mauza tersenyum pada Daneen.

"Mauza, aku udah dengar cerita tentang kamu dari Jasmin." Daneen berdiri dari duduknya berniat menghampiri Mauza. Tetapi langkahnya berat, seakan ada pemberat beban di kakinya.

"Tempat kamu bukan di sini, Daneen." Mauza bersuara dengan raut sedih.

"Kamu mau ikut dengan kami?" tanya Krystal dengan senyum mengambang di wajahnya. Mauza tetap tidak mengizinkan Daneen ikut bersama dengan mereka.

Di belakang kedua arwah tersebut terbuka sebuah pintu yang menampilkan padang rumput yang tidak berujung. Di belakang Daneen ada sebuah pintu yang tidak dapat terbuka dan masih terkunci. Di pintu tersebut bertuliskan 10.

"Aku ternyata belum meninggal ya?" tanya Daneen dengan raut sedih.

Mauza mengangguk, ia pun berkata, "Ambil bunga tulip di atas meja kamu Daneen. Kamu harus kembali ke ragamu." Mauza menjelaskan masih dengan raut sedihnya.

Daneen berlari ke arah pintu di belakangnya, ia dapat berlari normal. Namun ia tidak dapat membuka pintu tersebut.

"Aku belum bisa kembali," ujar Daneen dengan raut sedih pula. Mauza menyerngit. "Di kunci?"

"Dia belum bisa kembali ke raganya. Yah! Dia jatuh dari lantai 5, nggak mungkin bisa sadar cuma dalam waktu beberapa jam aja." Krystal menjelaskan.

"Lebih baik kamu ketemu Jasmin dulu, dia nyariin kamu tadi." Mauza menyarankan.

"Aku bisa keluar dari sini?" tanya Daneen.

Mauza mengangguk. Ia berjalan mendekati sebuah pintu yang berada di sisi kanan mereka. Daneen mengikuti di belakangnya, Krystal memilih untuk tinggal di ruang gelap tersebut.

Cahaya membutakan mata keduanya, Daneen berada tepat di sisi raganya. Ia dapat melihat kedua orangtuanya dan Wendy. Daneen sangat terluka melihat kedua orangtuanya menangis. Tak lama, ia memutuskan untuk keluar dari dalam ruangan karena tak sanggup melihat kedua orangtuanya.

Daneen sekarang berada di lorong rumah sakit, ia dapat melihat ketiga orang yang ia kenali. Raut ketiganya sama tetapi di mata Daneen, Jasmin lebih muram. Daneen melayang mendekati ketiganya, Mauza tidak berada di sisinya entah pergi kemana.

"Hey, jadi gini ya rasanya jadi arwah gentayangan." Daneen bersuara lirih di hadapan ketiganya. Bersamaan keduanya mendongak menatap Daneen. Hanya Kaisar yang tidak dapat mendengar suara Daneen.

"Kak Daneen!" seru Jasmin. Kaisar menatap Jasmin, lalu melihat ke arah Jasmin melihat. Ia tidak dapat melihat apapun. Tetapi ia yakin Jasmin melihat Daneen.

"Daneen!" seru Kaisar dan Sehun bersamaan.

✔ INDIGO 1 | Kematian Gadis ItuWhere stories live. Discover now