"Dari situ pertemanan ini terjalin," pungkas Snowly.

"Pertemanan kita itu bukti bahwa introver juga bisa bergaul, hanya saja pada orang yang tepat," ujar.

"Introver itu jarang punya temen, sekalipun punya paling 1 atau 2 aja, but we can it 10 introverts." Ozil ikut bersuara dan mulai mengajak satu sama lain untuk berbangga diri pada pertemuan ini.

Dari Snowly dan Dencya yang mengulurkan tangan kanannya. Tangan mereka mulai terulur di atas api unggun dengan memegang bakaran ikannya masing-masing. Mereka tersenyum simpul dan terpejam. Kalau suatu saat masanya habis. Janji, mereka akan kembali dengan menceritakan kisah yang terbaik dari hari ini.

_____

"Ini kita perasaan jalan terus, tapi cuman ada hutan, pohon-pohon tinggi, semak-semak, siulan burung, ..."

"Karena hutan ini setebal gerutu lo yang gak habis-habis," cibir Dencya cepat.

"Lo gak lihat sekeliling kita?! Kita kayak diselimuti—"

"Gue yakin. Ayo ikutin aja." Dencya berganti menatap Nuzello. "Nuzel, lo pasti paham, kan?"

"Nuzello?" Zero dan Jhanu kini menatap heran Nuzello yang langsung canggung didekati dua sejoli itu.

"Gue tahu, Nuzello paling sukar kalo kita tanya-tanyain. Kalian dulu tahu interogasi kayak apa. So, to the point ..." Dencya tersenyum tipis. "Dia tahu jalannya."

"Gue dari awal nguji daya ingat dia dengan cara membaca ekspresi dia saat kita menentukan arah jalan. Mulutnya terlihat diam, tapi aku tahu hatinya sedang menghitung. Dan sepertinya gue semakin yakin, Nuzello punya daya ingat yang jauh lebih besar dari energi daya sosial kita."

"Dia, bisa?" Ozil tiba-tiba mengernyit alis.

Ikha menatap Ozil dan yang lainnya yang ragu dengan gerakan satu tangan. Berisyarat: jangan meremehkannya.

"Oke, tunggu di sini." Dencya langsung menarik tangan Snowly, membawa ke balik semak-semak. "Gue mau temani Snow dulu."

"Kalian mau ke mana, woy?!" Zero dan Jhanu berteriak.

"Buang air kecil!" jawab Dencya juga berteriak.

Beberapa saat akhirnya mereka menunggu di sana.

ARKKHHHH! Teriakan itu menggelegar.

"Kalian dengar?" Jhanu menguji indra pendengarannya dengan memandang teman-temannya yang langsung mengangguk.

"Arah suaranya dari sungai," kata Henu.

"TOLONG!"

Jeritan itu kembali datang. Kini suaranya terdengar jelas.

"Itu suara Dencya," ucap Madaharsa risau.

Ozil langsung bergegas ke semak-semak dan di susul yang lainnya. Betapa terkejutnya mereka menyaksikan dua sahabat perempuannya.

"Bantuin gue," pinta Dencya terbata-bata menahan tenaganya agar mampu membawa Snowly ke atas.

Kini semuanya berangsur-angsur menarik Snowly yang hampir jatuh ke jurang. Mereka bergotong royong hingga beberapa menit akhirnya tubuh Snowly terangkat dari tepi jurang.

_____

"Ca, lo lihat siapa yang dorong Snowly?"

Dencya menggeleng.

"Udah kita gak usah pisah-pisah lagi sekarang," instruksi Ozil tegas, semuanya pun mengangguk.

"Lo gak terpeleset, kan?" tanya Henu mengerutkan dahi.

"Ka-kayaknya gue emang terpeleset." Snowly mencondongkan badannya yang masih terasa pegal. "Gue lihat ada tumpukan daun tadi, jadi kaki gue rasain ada orang di belakang gue. Makanya gue berasumsi gitu."

"Yaudah. Ayo kita pergi dari sini," ajak Zero.

Saat mereka mulai kembali menyusuri hutan. Di hadapan sana ada semacam kabut tebal yang menghalau pandangan mereka, sampai mereka berseru satu sama lain. Satu per satu merasakan ada sesuatu yang menusuk tubuhnya, seperti suntikan. Dan saat kabut mulai menghilang, mereka kini saling berhamburan tergeletak di sela-sela pohon.

"Kalian bisa bawa mereka sekarang."

Dalam sekejap bius itu langsung membuat sembilan siswa itu jatuh dan lunglai ke hamparan tanah. Mata mereka samar-samar melihat gadis yang tadi baru saja berbicara dengan sekumpulan para topeng putih dengan pakaian serba putih juga.

Nuzello mencoba menerka sebelum akhirnya pandangannya berubah gelap seluruhnya.

"Dencya ..."

_____

"Bagiamana? Sudah bersedia memulai permainannya?"

"Di kelas ini, mulai hari ini dan hingga kelas selesai ... kalian semua diwajibkan untuk membuka topeng."

"..."

°°See you next chapter___

INTROVERT CLASSWhere stories live. Discover now