⁰⁴ SENDIRI

66 4 7
                                        

"Kesendirian. Terhanyut dalam kesendirian ternyata lebih seru dibandingkan berjalan berdampingan dengan orang-orang yang tak menahu arti seni kenyamanan."
-Introvert Class-

_____

SENDIRI. Damai dan sejahtera. Andai hati adalah pemerintahan, pikiran adalah rakyat-rakyatnya, dan mulut ibarat wilayahnya. Semua itu akan menjadi satu kesatuan, tetapi jika untuk membentuknya perlu pengakuan dari orang lain, mereka akan lebih memilih memisahkan diri, itupun jika diberikan pilihan.

"Kamu gadis bergaun kuning di Kastil itu?"

Jarum pada angka detik seolah telah habis berputar searah jarum jam. Kedua pasang mata itu masih saling menatap dengan sungguh-sungguh.

"Kenapa kamu ingin-"

Ikha mengangguk. Ia mengakuinya. Lalu tersenyum menyapa sambil berisyarat, menunjuk ke depan dan menunjuk dirinya.

(Princess Belle itu memang aku)

(Saya ingin mengajak jiwamu berkelana di class ini)

Nuzello terhanyut. Lawan bicaranya seolah menghipnotis hati dan pikirannya yang semulanya berisik menjadi damai.

(Rasakan)

(Hirup angin ini)

Tak terasa mata Nuzello terpejam. Hidungnya masih terus menghirup udara malam yang tenang. Hirup. Tahan. Nikmati. Lepaskan. Tak sadar dua menit yang lalu gadis yang ingin disapa Belle itu telah kembali ke bangku-posisi nyaman sebelumnya-dengan senyuman yang teduh.

Kesendirian.

Sendiri dikelilingi orang-orang asing. Seni kenyamanan yang tak pernah mereka mengerti. Hanya orang-orang tertentu yang mampu memahaminya, dan sebagian orang itu mereka sebut: introvert.

Beberapa saat, setelah intuisi mereka merasakan obrolan tanpa ada bisingnya suara. Bersamaan juga mereka akhirnya berbalik badan.

Saat itu juga tatapan mata mereka bertemu satu sama lain.

Semuanya tertegun.

"Hai ... aku, Nuzello Abrian."

"Hallo, ik ben, Ikha Sabilla."

"Osu, watashi, Zero Aji Bobae."

"Annyeong, naneun, Snowly Adalard."

"Halo, saya, Jhanu Bhagawanta."

"Marhaba, ana, Sarah Aprilia."

"Sawasdee, phom, Zio Vhrass Madaharsa."

"Salut, je suis, Ozil Farekhan."

_____

"Hi, i'm, Dencya Kurnia Dewi."

"Now, you still don't believe what is seen before your eyes?" Master Lily tersenyum penuh kemenangan menghadap siswanya.

(Sekarang, kamu masih belum percaya dengan apa yang dilihat di depan mata kamu ini?)

"You lost, now, Dencya Kurnia Dewi ..."

Dencya hanya membisu. Emosinya terkontrol dengan sempurna. Dia tahu dirinya itu kalah, tetapi dia tak akan menunjukkan kekalahannya kepada sang pemenang permainan ini.

Empat perempuan itu masih terus memantau monitor CCTV dengan rasa kejutan yang masih menggelayut.

Arah pembicaraan Master Lily benar-benar terjadi. Dencya pun tak bisa berkutik lagi. Mereka tak akan bisa terhanyut sejauh ini, jika salah satu dari mereka adalah orang-orang yang tak menahu arti seni kenyamanan. Artinya, mereka berjalan berdampingan dengan orang-orang yang tepat. Namun, lebih dari jangkauannya. Terhanyut dalam kesendirian ternyata lebih seru. Dari layar monitor CCTV semuanya terbukti dengan sangat jelas.

INTROVERT CLASSWhere stories live. Discover now