Bab 24 | Pelukan Hangat

2.3K 137 12
                                    

Selamat pagi semuanya, bab kali ini mengandung unsur manis dan bikin gigi kering. Dan mungkin babnya agak panjang dari biasanya, siap nggak kalian bacanya?

Happy Reading!

***

Aku berjalan semakin menjauhi mereka, hingga akhirnya aku sampai juga di rumah Mbak Dian. Aku sama sekali tidak peduli apakah Dimas akan menyusulku atau tidak, mungkin saja saat ini Dimas masih bernostalgia bersama dengan perempuan bernama Anita itu. Aku tidak akan cemburu, akan lebih bagus lagi kalau Dimas kembali bersama Anita. Jadinya dia bisa menceraikan aku dan aku akan menjadi janda tetapi masih perawan, miris sekali nasibku. Tidak, aku hanya bercanda, aku malah senang kalau dia kembali ke masa lalunya karena aku juga bisa menjalani kehidupanku seperti dulu lagi.

"Ami, datang sendiri ke sini?" tanya Mbak Dian yang baru keluar dari rumahnya. Di rumahnya ini sangat ramai dengan tetangga yang membantu memasak.

Berbeda dengan di kota yang mengandalkan jasa katering, sementara kalau di desa seperti ini, kami lebih memilih  memasak sendiri makanannya dengan bantuan para tetangga yang dengan suka rela dan keikhlasan hati mereka untuk membantu.

"Mbak Dian," sapaku langsung menyalaminya.

"Tadi Ibu ngabarin kalau kamu sama Dimas katanya mau ke sini sore, jadinya kenapa kamu datang sendiri?" tanya Mbak Dian lagi yang membuat aku agak bingung untuk menjawab, karena tidak mungkin juga aku jujur kalau Dimas saat ini sedang bersama mantan kekasihnya. Karena nanti pasti aku juga yang disalahkan karena membiarkan suami bersama mantannya, tetapi seharusnya bukan sepenuhnya salahku karena Dimas sendiri yang mau. Buktinya sampai saat ini Dimas tak kunjung menyusulku.

"Eum, tadi Dimas ada urusan bentar Mbak. Makanya aku ke sini duluan, nanti dia nyusul kok," ucapku akhirnya.

"Oh gitu, ayo masuk, Ami. Sampai lupa Mbak nawarin kamu masuk," tutur Mbak Dian kemudian dia segera menggiringku memasuki rumahnya. Kemudian kami duduk di lantai yang sudah dilapisi ambal dengan banyaknya kue yang ada di depan kami dan juga aqua gelas, ini semua disediakan untuk menjamu para tamu yang datang.

"Diminum dan dimakan, Mi," ucap Mbak Dian sambil mendekatkan minuman dan juga makanan itu ke arahku.

"Nggak usah repot-repot, Mbak."

"Nggak repot kok, ayo dinikmati ya." Aku hanya mengangguk.

"Oh ya Mbak, anak Mbak yang dikhitan mana?" tanyaku.

"Ada di kamarnya, tapi lagi tidur. Tadi kecapean dia kayaknya karena habis main, anak Mbak yang itu emang agak bandel. Dibilang jangan main sampai sore masih aja, kamu mau ketemu ya? Biar Mbak bangunin dulu," ucap Mbak Dian berniat berdiri.

"Eh, nggak usah Mbak, nggak apa-apa kalau anaknya lagi tidur. Kasihan kalau dibangunin," ucapku.

"Assalamu'alaikum, Mbak," ucap suara seorang laki-laki yang aku kenal.

"Waalaikumsalam, Dimas, kamu dari mana aja? Kok ya biarin Ami sendirian ke rumah Mbak," ucap Mbak Dian.

"Tadi ada masalah sedikit, Mbak," ucap Dimas yang kini duduk di sebelahku, sementara aku sendiri memilih untuk tidak menatapnya.

"Acaranya nanti malam ya, Mbak?" tanyaku.

"Iya, nanti malam sekalian bapak-bapak pada datang ke sini buat bacain doa, besok baru acara pestanya," jelas Mbak Dian.

"Ada yang perlu aku bantu nggak, Mbak? Misal potong-potong kentang, bukain bawang atau masak juga aku bisa."

"Eh, nggak usah repot-repot, Ami. Kamu keluarga, Mbak, biar kamu duduk di sini aja. Lagian tetangga Mbak udah selesaikan semua urusan dapur, jadi sekarang kita tinggal duduk aja sekalian nunggu acara nanti malam." Meskipun Mbak Dian bilang begitu, tetap saja aku merasa tidak enak.

Suddenly MarriageWhere stories live. Discover now