POSESIF

27 15 0
                                    

Sepulang sekolah, Nadine dan ke tiga temannya tidak langsung pulang melainkan mereka pergi ke cafe dekat sekolah. Aira pun sudah meminta izin kepada pacarnya untuk menjemputnya nanti di blue cafe. Namun, siapa sangka jika pacar dan teman-temannya turut pergi ke tempat yang sama.

"Lo ngajak kak Raka kesini?" tanya gisell.

"Engga, gue cuma suruh dia jemput gue disini, tapi nanti tunggu gue telfon dia" jawab Aira.

"Yaudalah Sell, ngga papa kan mereka juga beda meja sama kita" ucap Metha.

"Kan Nadine ngga suka kalo ketemu sama kak-" ucapan Gisell terhenti saat Nadine membuka suara.

"Gue ngga masalah kok, mungkin dua hari kemarin emang ngga sengaja aja ketemu, dan dia emang iseng," ucap Nadine.

"Oke, fine." ucap Gisell.

Mereka duduk dan segera memesan makanan dan minuman favorit nya masing-masing.

Mahen sibuk memperhatikan empat laki-laki yang datang dengan ribut. Mereka menggunakan jaket dengan lambang rajawali. Mahen dapat menebak mereka merupakan sekelompok anggota Bravegas.

Matanya terus menatap mereka dengan tatapan waspada, karena ia memergoki salah satu diantara mereka terus memperhatikan Nadine dan teman-temannya dengan tatapan yang kurang sopan. Tapi ia masih diam, mengamati Nadine dan teman-temannya.

Mereka berempat saling melirik sebelum memusatkan pandangan kepada Nadine. Mahen tidak bisa mendengar percakapan kedua meja itu, karena jarak duduk tempatnya yang agak jauh dari meja Nadine dan teman-temannya. Mahen mundurkan kursinya, instingnya mengatakan untuk bersiap-siap, ia merasa bahwa sesuatu akan terjadi.

Ketika salah satu dari mereka berjalan mendekat ke arah meja Nadine dan teman-temannya, saat itu lah Mahen berdiri dari tempat duduknya.

"Kenapa, lo?" tanya Abian.

"Duduk, Hen" ucap Reygan.

"Mau kemana, lo?" tanya Raka.

Saat Mahen akan duduk kembali, tiba-tiba ia melihat salah satu tangan laki-laki itu berada di belakang tubuh Nadine, mengarah ke arah pantatnya.

Mahen berdiri dengan amarah yang menghentak di dadanya. Wajahnya berubah menjadi marah, rahangnya keras, tatapan nya sedingin es. Aura amarah yang mengelilinginya begitu pekat dan teman-temannya tidak berani menghalangi nya, mereka hanya menatap kemana langkahnya pergi.

Nadine dan teman-temannya menyadari kehadiran Mahen. Nadine menoleh, ia suruh menatap Mahen dengan tatapan tak senang. Namun, ekspresi wajah Mahen seperti ingin membunuh seseorang membuat dirinya bungkam dengan tubuh membeku.

Mahen sudah berada di hadapan Nadine dengan menahan salah satu tangan laki-laki itu di belakang tubuh Nadine. Wajahnya memanas begitu ia menyadari apa yang akan terjadi jika Mahen tidak menahan tangan laki-laki itu.

"Jangan berani-berani nya, lo!" Mahen berbisik dengan nada rendah namun sangat tegas.

Matanya yang tajam terus menatap ke arah laki-laki itu, ketiga temannya sudah berdiri memperhatikan ingin membantunya namun mereka melihat teman-teman Mahen yang akan bersiap maju jika mereka maju.

"Mahen?" bisiknya dengan nafas tertahan.

Laki-laki itu menatap Mahen sekali lagi dan mata mereka melebar begitu menyadari siapa yang berdiri di hadapan mereka saat ini.

"M-maaf," ucap laki-laki yang tangannya masih digenggam Mahen dengan cengkraman yang mampu menghentikan aliran darah, wajahnya perlahan-lahan berubah membiru. Napasnya putus-putus, tercekik ditenggorokan. "To-tolong."

MAHENDRA [ON GOING]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن