14. Misi Penyelamatan Elina

11 8 0
                                    

Diana POV

Tim kami yang terdiri dari Zico dan Victa mulai bergerak. Kami menunggangi hewan sihir kami masing-masing, kecuali Victa. Dia bersamaku menaiki Amora untuk melakukan perjalanan di darat karena menurut informasi sebagian Drax saat ini tengah bergerak menuju academy menggunakan tunggangan udara mereka. Aku lupa namanya.

Sedangkan hewan sihir milik Victa adalah Griffin dan Zico macan hitam.

"Apakah jaraknya masih sangat jauh?" tanyaku pada Victa karena kita sudah melakukan perjalanan selama satu hari. Dan fakta baru yang kutahu adalah kekuatan sihir mereka menghilang jika terkena cahaya bulan merah. Bedanya di academy mereka terlindungi oleh sihir Gravad.

"Masih. Setelah ini kita akan masuk ke dalam hutan dan beristirahat di sana," ucap Victa dari belakang. Aku pun mengangguk mendengarnya.

Namun tiba-tiba saja tanah yang kami pijak bergetar dengan hebat.

"Pelankan langkah kalian!" Zico berteriak dari depan. Dengan wajah serius dia meminta kami untuk bersembunyi di balik batu besar.

"Raksasa batu, ini tempat mereka," bisik Victa yang membuatku merinding. Saat ini kami memang berada di tebing batu dan hutan itu berada tepat di depan kami.

Tak lama kemudian, tanah yang kami pijak bergetar dengan sangat kencang. Beberapa tebing batu bahkan mulai runtuh. Ah tidak, bukan runtuh! Tebing batu besar itu adalah raksasanya!

Kedua raksasa itu bukannya saling sapa menyapa tapi malah saling menyerang satu sama lain. Untung saja posisi kami tidak terlalu dekat dengan posisi mereka. Dan setelah itu raksasa batu yang lain mulai bermunculan.

"W-woah! Hujan batu! Amora, menghindar!" seruku dengan panik ketika melihat banyak sekali batu yang menghujam ke arah kami.

"Kita mundur! Jangan sampai terlihat oleh mereka." Zico memimpin jalan untuk memutar balik arah.

"Ck. Kita tidak bisa bergerak jika mereka masih di sana." ucap Zico kesal setelah menemukan tempat yang aman. Zico kemudian menghubungi Pak Roland dengan alat canggih di telinganya. Yah, mirip seperti earphone tetapi berbeda.

"Dia menyuruh kita untuk mengambil jalan memutar melewati lahan tandus," ucap Zico memberi perintah. Namun Victa tampak tidak setuju dengan keputusan itu.

"Tapi di sana tidak ada pohon satu pun. Dan ada kadal gila di sana," bantah Victa tidak setuju.

"Kenapa kita tidak menunggu sampai raksasa itu selesai bertarung saja?" tanyaku.

Mengetahui kebingunganku, Zico akhirnya menjelaskan. "Mereka tidak akan berhenti sampai salah satunya hancur. Dan itu memakan waktu paling cepat empat hari," ucapnya.

Gila. Selama itu mereka bertarung?

"Jadi jika kita menggunakan jalur udara untuk pergi ke lahan tandus itu, kemungkinan besar kita akan berpapasan langsung dengan para Drax juga?" tanyaku yang di jawab anggukan oleh Zico dan Victa.

"Lagi pula bahaya. Kau tidak lihat awan mendung di sana?" ucap Zico. Aku pun mengangguk ketika melihat langit terlihat sangat gelap dan berangin.

"Memang apa buruknya para kadal di sana?" tanyaku penasaran yang mendapat tatapan tajam dari Victa.

"Dengar, di sana kita tidak bisa mengeluarkan sihir. Lalu tempat itu diselimuti oleh kabut yang sangat tebal dan terlebih itu adalah rumah kadal gila yang hidup berkerumun. Situasi kita sangat tidak menguntungkan untuk ke-"

"Bukankah Pak Roland adalah guru di kelas pertahanan? Tidak mungkin dia meminta kita pergi ke sana tanpa persiapan," aku memotong perkataan Victa yang sepertinya sudah takut duluan. Dan seketika mata kami semua tertuju pada Zico yang sedang berbicara dengan Pak Roland.

The Miracle Of CrystalsWhere stories live. Discover now