23| Kita hanya orang kecil

276 38 4
                                    

Abimanyu dan adik-adiknya berkumpul di rumah sakit setelah mendapatkan kabar bahwa si bungsu terluka parah. Untungnya Gentala ditemukan oleh salah seorang warga yang merasa curiga dengan rumah kosong yang tiba-tiba terbuka. Padahal sebelumnya, rumahnya selalu tertutup rapat.

Kini, mereka tengah menunggu Dokter keluar dari ruang UGD. Semuanya resah, mereka terlihat ketakutan. Terlebih lagi Abimanyu yang tak kuasa melihat adiknya babak belur, seragam putihnya bahkan berubah menjadi merah karena darahnya. Dia menangis. Benar-benar merasa bersalah atas apa yang menimpa adiknya, manusia biadab mana yang berani menyakiti adiknya seperti ini? Dia saja tak bisa menggunakan kekerasan jikalau emosi. Tapi ini? Gentala habis babak belur.

”Genta gapapa kan, bang?” tanya Febriantara yang terus menangis di bangku. Bagaskara berusaha untuk menenangkan adiknya dengan mengusap-usap lengannya.

”Kita harus buat laporan penganiayaan ke kantor polisi, bang!” tegas Daniswara dan mereka semua menatap Abimanyu.

”Untuk saat ini, kita fokus ke Gentala dulu.” Abimanyu menjawab. Sejak tadi pria itu terus mondar-mandir di depan pintu UGD layaknya setrika. Dia bahkan memijat kepalanya yang pusing karena membayangkan hal-hal diluar kepalanya.

”Bri, di sekolah kalian gak punya musuh kan?” tanya Endaru yang memecah keheningan.

Febriantara mendongakkan kepalanya, dia kemudian diam sejenak untuk mengingat. Kalau di ingat-ingat, selama menjadi anak baru mereka berdua berusaha untuk menjaga sikap. Malah yang ada, mereka jadi memiliki banyak fans karena gen Adiwangsa sangat kuat.

Meskipun Gentala tidak sehangat Febriantara ketika bicara dengan teman-temannya, tapi dia tetap menjaga cara bicara dan sikapnya di hadapan teman-temannya. Ya wajar, Febriantara anak OSIS sementara Gentala anak rumahan yang tak suka dengan kegiatan padat di sekolah.

”Sejak kita pindah, kita selalu menjaga sikap dan cara bicara. Malahan Gentala itu banyak banget fans nya, tapi...” Febriantara diam sejenak. Dia ingat sesuatu.

”Febri gak mau nyalahin Cecilia, tapi gara-gara Cecilia, anak yang namanya Bara jadi nargetin Gentala.” Febriantara menjelaskan.

”Semenjak Cecilia nembak Gentala dan ngejar-ngejar Gentala terus, Bara marah besar. Dia sama temen-temennya sering bully kita bahkan kita di jauhin anak-anak gara-gara mereka takut sama Bara,” jelasnya kembali. Sebenarnya Gentala berpesan untuk tidak menceritakan apapun kejadian yang menimpa mereka berdua, tapi sayangnya Febriantara tak bisa memendamnya lebih lama.

”Sebenernya, sejak kejadian Bara yang sering bully kita, Cecilia mulai menjauh, Gentala pun selalu jaga jarak karena gak mau ada kegaduhan apapun. Gentala sebenernya beberapa kali masuk BK karena berantem sama Bara... Bahkan waktu itu, pas jam olahraga kita selesai, seragam Gentala di sobek-sobek sama Bara. Tapi anaknya diem aja, untungnya ada Aron yang baik mau ngasih seragamnya yang kekecilan. Maaf ya bang, Febriantara baru bilang sekarang karena Gentala sendiri yang minta.” Febriantara tertunduk lesu. Lagi-lagi air matanya terjatuh, matanya bahkan sudah sembab sekarang.

”Keterlaluan banget, bisa-bisanya dia bully Gentala cuma karena di tolak cewek?!” Endaru emosi. Dia tersulut emosi saat mendengar penjelasan adiknya.

”Bang, kita gak bisa diem aja. Kita butuh keadilan buat Gentala,” ucap Daniswara yang memaksa Abimanyu untuk membuat keputusan. Pokoknya perbuatan Bara itu harus dilaporkan ke polisi. Bara tidak boleh tidur nyenyak setalah membuat Gentala sekarat seperti ini.

”Bang, kesabaran manusia itu ada batasnya. Kita udah gak bisa diem aja ngelihat Gentala kayak gini.” Bagaskara ikut bersuara. Dia juga sakit hati saat mendengar adiknya di perlakukan seperti itu oleh temannya. Bukan teman, melainkan manusia biadab.

No Time To Dieजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें