19| Akhirnya mereka tahu

479 39 6
                                    

Sebenarnya ini adalah pilihan yang sulit bagi Abimanyu. Menetap di rumah sakit atau membiarkan adik-adiknya telat tahu mengenai penyakitnya.

Abimanyu akan merasa sangat bersalah jika ia terus-menerus menyembunyikan penyakitnya ini di belakang adik-adiknya, tentunya para asiknya pasti akan menyalahkan dirinya karena telah membuat Abimanyu bekerja keras untuk membiayai mereka.

Maka dari itu, Abimanyu memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Menghabiskan waktu terakhirnya bersama sang adik sebelum ajal menjemputnya.

Boleh Abimanyu jujur? Sebenarnya ia takut meninggalkan adik-adiknya dalam keadaan tidak ada orang dewasa sama sekali. Sebenarnya Abimanyu kasihan melihat Adik-adiknya yang di dewasa kan oleh keadaan. Mereka yang terbiasa hidup bergelimang harta tiba-tiba harus meninggalkan semua itu dan hidup serba pas-pasan. Bahkan untuk makan enak pun, hanya saat Abimanyu gajian.

Hingga saat ini, Abimanyu masih menyalahkan dirinya atas kepergian orangtuanya. Dia benar-benar merasa bersalah. Andai saja mereka tidak pulang untuk merayakan ulah tahunnya, mungkin kebahagiaan adik-adiknya masih ada hingga saat ini.

Hanya saja, menyalahkan semua yang telah terjadi tidak akan merubah apapun. Mereka yang sudah tiada, tidak akan pernah bangkit lagi.

Meskipun sempat berseteru dengan Caturangga mengenai keputusannya yang berpotensi buruk, Abimanyu berhasil membuat Caturangga mengiyakan keputusannya.

Sebenarnya Caturangga sendiri pun juga berat, ia harus memutuskan dua hal yang tidak bisa langsung ia tentukan jawabannya.

Tapi satu hal yang membuat Caturangga berubah pikiran adalah, ia tidak ingin adik-adiknya mengalami kejadian yang sama. Ia tidak ingin adik-adiknya tidak sempat menghabiskan waktu dengan orang yang mereka sayangi. Egois rasanya kalau Caturangga tetap membiarkan Abimanyu di rawat sementara para adik-adiknya termakan oleh kebohongan kakaknya.

Paling tidak, biarkan Abimanyu menebus waktu yang selama ini ia pergunakan untuk bekerja terus-menerus. Untuk yang terakhir kalinya, Abimanyu ingin terus dekat dengan para adiknya.

”Lo udah siap dengan banyak pertanyaan adik-adik?” Caturangga memastikan Abimanyu sebelum membuka pintu.

Mereka pulang. Abimanyu memutuskan untuk berobat jalan. Karena menurutnya obat paling manjur saat ini adalah berada di dekat adik-adiknya.

”Apa kita perlu beli wig dulu ya? Biar orang rumah gak kaget saat lihat lo?” tawar Caturangga yang mengundang gelak tawa abangnya.

”Kenapa? Rambut bisa numbuh lagi kok. Abang gak tega kalau tetep pertahanin rambut yang udah di rawat dari kecil tapi perlahan rontok. Mending habisin aja lah,” ucap Abimanyu yang membuat Caturangga menghela napas.

”Yaudah lah, kalo itu mau lo. Tapi gue masuk duluan, habis itu baru lo di belakang.” Caturangga memberi instruksi dan Abimanyu mengangguk.

Caturangga pun akhirnya membuka pintu dan di sambut dengan tatapan dari sang adik yang sedang berkumpul di ruang tengah menonton televisi seraya makan mie rebus.

”Makan mie lagi?!” semprot Caturangga yang melotot saat melihat Adik-adiknya makan mie instan.

”Hadiah dari pasar malem, bang. Dan kebetulan tadi habis hujan, makanya kita masak mie. Bukan berati kita gak doyan masakan bang Catur ya,” jelas Endaru yang membuat pembelaan.

”Ngomong-ngomong, bukannya itu tas bang Abi ya?” tanya Endaru yang melihat Caturangga menenteng tas.

”Bang Abi udah pulang?!” ucap Febriantara antusias.

Caturangga mengangguk kecil sebelum akhirnya ia mempersilahkan seseorang di belakangnya masuk.

Semua orang yang berada di dalam langsung terkejut saat melihat perubahan yang terjadi pada abang mereka. Tidak. Bukan berubah menjadi lebih keren atau lebih ganteng, melainkan abangnya terlihat seperti orang yang sakit parah dengan kulit yang pucat pasi.

No Time To DieWhere stories live. Discover now