21|Kerjasama tim

239 37 0
                                    

Semua orang rumah panik mencari Abimanyu yang tak kunjung pulang sejak sore tadi. Padahal niatnya hanya beli gula di warung, tapi batang hidungnya hingga malam ini tak kunjung nampak. Bagaskara yang tadinya biasa, mendadak cemas karena ternyata abangnya itu tidak membawa handphone nya. Alhasil semua orang tidak bisa menghubungi pria itu.

Caturangga, Daniswara, Endaru, Febriantara dan Gentala pun ikut mencari Abimanyu. Bahkan begitu mereka mendapat kabar dari Bagaskara perihal Abimanyu yang menghilang, mereka langsung mencari abangnya tanpa pulang dulu ke rumah.

Bagaskara mencari di sekitar rumah, lalu Daniswara dan Endaru mencari ke pemakaman, Febriantara dan Gentala mencari ke rumah lamanya sementara Caturangga mendatangi tempat kerja Abimanyu.

Pikiran semua orang kalut, pasalnya Abimanyu itu sedang sakit. Tubuhnya saat ini rentan, berbeda dengan dulu saat masih sehat. Bayangkan kalau semisal Abimanyu ditemukan tergeletak di jalanan tapi adik-adiknya telat datang? Atau bisa saja Abimanyu dijahati oleh orang tak di kenal?

Kira-kira begitulah pikiran adik-adiknya.

”Bang Abi?!” teriak Bagaskara yang tengah mengelilingi komplek. Hari sudah malam, penerangan jalan tampak remang-remang membuatnya tambah khawatir.

”Bang Abi?!” teriaknya kembali, napasnya sudah naik turun akibat berlarian kesana kemari mengelilingi setiap komplek bahkan sampai taman, tapi hasilnya nihil. Ia tidak menemukan abangnya disana.

Sementara Daniswara dan Endaru yang sudah tiba di rumah lamanya pun tidak menemukan jejak abangnya, bahkan mereka terus meneliti sekeliling dan berharap kalau ia menemukan abangnya di antara kendaraan yang berlalu lalang. Namun sayangnya tidak. Mereka bahkan terus mondar-mandir di sekitar rumah lamanya untuk memastikan kalau abangnya kemungkinan lewat sini.

”Bang Abi kayaknya gak kesini,” ucap Endaru dan Daniswara mengangguk kecewa.

”Kira-kira bang Abi ini kemana sih? Abang takut dia kenapa-kenapa di jalan.” Daniswara mendesah kasar.

”Yaudah bang, kita gak boleh nyerah. Pokoknya pantang pulang sebelum ketemu,” instruksi Endaru dan Daniswara mengangguk. Mereka pun kembali mengelilingi wilayah di rumah lamanya.

Setibanya di pemakaman, Febriantara dan Gentala segera menyusuri tempat yang sepi tersebut

Suasana pemakaman terlihat sepi dan sunyi, lampu penerangan pum terlihat remang-remang sehingga sukses membuat bulu kuduk berdiri. Padahal baru di pintu masuk, tapi hawanya sudah tidak enak.

Baik Febriantara maupun Gentala, sama-sama meneguk salivanya kasar. Mereka saling menatap satu sama lain dengan menyakinkan diri masing-masing kalau mereka berani.

”Kok, kayaknya malem ini serem banget ya hawanya?” gumam Febriantara yang gemetar memegang handphone yang digunakan untuk penerangan.

”Sebenernya aku juga merinding, tapi demi bang Abi kita harus terobos.” Gentala menyakinkan saudaranya.

”Sini HP nya, pegangan yang kenceng Bri biar gak jatuh.” Gentala mengambil alih handphone di tangan saudaranya sementara Febriantara sudah menggenggam erat tangan Gentala.

Menarik napas panjang, akhirnya mereka secara perlahan mulai memasuki pemakaman.

”Assalamualaikum ya ahli kubur, numpang keliling. Mau cari Abang saya,” gumam Febriantara yang menggenggam erat lengan Gentala.

Febriantara rasanya lemas sekali, suer! Bahkan kalau Gentala sanggup menggendongnya, akan lebih baik Febriantara di gendong saja daripada harus berjalan menyusuri makam. Tapi, demi abangnya, Febriantara rela mengorbankan diri untuk melawan rasa takutnya.

No Time To DieWhere stories live. Discover now