13|Dua anggota tahu

288 29 2
                                    

Semenjak pertikaian waktu itu, Caturangga kabur dari rumah. Bahkan wali kelasnya menghubungi Abimanyu karena dia tidak masuk sekolah selama tiga hari penuh.

Abimanyu sudah tahu. Pasti perihal penyakitnya. Adiknya itu marah besar ketika mengetahui ia sakit parah.

Sebenarnya, Abimanyu sendiri tidak begitu peduli dengan penyakit yang di deritanya. Daripada harus berbaring di kasur sambil bolak-balik makan, ia lebih suka bekerja sampai pulang larut malam untuk menghasilkan uang. Apalagi adik-adiknya butuh biaya yang cukup banyak.

Lagipula kalau sakitnya di manja, bisa-bisa ia akan mengeluh tiap harinya. Itu makanya Abimanyu berusaha mengabaikan rasa sakitnya dengan bekerja.

Malam tadi, Abimanyu mendapat telepon kalau sang adik ternyata kabur ke kontrakan Bagaskara. Cukup nekat memang, pasalnya itu sangat jauh. Yogyakarta. Tapi, Abimanyu merasa lega kalau ternyata adiknya tidak pergi ke tempat yang aneh-aneh.

Sekarang, Abimanyu harus memikirkan cara agar Bagaskara mampu membujuk adiknya pulang. Sayang juga kan, kalau Caturangga terpaksa mengulang karena daftar hadirnya banyak yang bolong. Apa dia gak capek mikir terus? Abimanyu saja memikirkan rumus matematika, kadang suka mual.

”Bang Abi. Di kamar mandi itu, rambutnya Abang? Kok rontoknya banyak banget sih?” celetuk Gentala usai kelar mandi. Ia menemukan banyak rambut yang menyumbat lubang air.

”Oh iya, Abang lupa habis potong rambut. Soalnya poninya udah panjang,” bohong Abimanyu. Ia sampai lupa untuk membersihkan rontokan rambutnya karena harus menyiapkan sarapan. Akhir-akhir ini, memang rambutnya mulai rontok parah, itu makanya Abimanyu tidak berani menyisir rambutnya meskipun kusut sekalipun.

”Yaudah, Genta bersihin ya?” Abimanyu mengangguk sambil mengucapkan terima kasih pada sang adik.

”Danis? Daru? Udah kelar belom jahit kaos kaki yang bolong? Sini sarapan dulu biar gak telat. Tara? Kamu udah kelar dandan belom? Buruan sarapan!” intruksi Abimanyu dan semua adiknya langsung menghampiri ruang makan. Mereka segera duduk di sana.

”Jadi, Bang catur minggat kemana?” tanya Danis yang sudah kelar menjahit. Dia menghampiri meja makan untuk membantu abangnya untuk merapikan piring-piring.

“Yogyakarta,” jawab Abimanyu yang melepas apron coklat kotak-kotak yang dikenakan.

”Ke rumah bang Bagas?!” Danis terkejut, ia membulatkan mata tak percaya.

”Motoran gitu?” Abimanyu menggeleng. Untungnya, adiknya itu tidak bermotoran ke Yogyakarta yang jauh. Ya bayangkan saja, jarak antara Jakarta dan Yogyakarta itu bukan seperti Jakarta Bekasi. Belum lagi kalau tiba-tiba hujan. Duh, yang pasti badan rasanya bakal gak enak begitu sampai ke tempat tujuan.

”Naik bus, motornya dititipin di tempat latihannya. Oh ya, nanti Abang minta tolong kasihin surat izin Catur ke wali kelasnya ya...” Danis melirik abangnya.

”Abang buat surat?”

”Subuh tadi, Abang coba hubungin wali kelasnya. Abang jelasin semuanya biar absen Catur gak makin merah, apalagi dia kelas 12. Kalau sampai dia harus ngulang kelas, Abang merasa gagal didik dia.” Abimanyu menghela napas sementara Danis menatap sang kakak nanar.

Tak ingin terlarut dalam suasana pilu, Daniswara segera merubah topik pembicaraannya.

”Doain, Danis ya Bang. Danis mau jadi Angkatan Laut—”

”Lah, berubah lagi?” keduanya menoleh ke sumber suara.

”Emang sebelumnya apa?” tanya Abimanyu menaikan sebelah alisnya.

”Bukannya mau jadi penjual lato-lato yang sukses?” Daniswara sontak menendang bokong Endaru yang cekikikan. Endaru lantas pergi meninggalkan dapur saat Daniswara mengejarnya.

No Time To DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang