05| Derita si anak kedua

409 39 0
                                    

Seperti biasa, setelah sholat magrib berjamaah, Abimanyu bersama adik-adiknya akan berkumpul di ruang makan untuk makan bersama sekaligus bercerita tentang kejadian hari ini kepada adiknya satu persatu guna mempererat tali persaudaraan mereka.

”Catur, makanmu gak di habisin?” Catur diam tak menggubris, pria itu melenggang pergi meninggalkan meja makan seperti biasa.

Lagi dan lagi. Abimanyu hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah adiknya yang satu itu.

”Gimana sekolahnya? Ada masalah? Kalian gak buat ulah kan?” ke empat adiknya serentak menggeleng.

”Bang Abi, aku sama Daru boleh minjem gitarnya kan?” tanya Daniswara di tengah-tengah makannya.

”Tumben, buat apaan?”

”Kita mau ngam——” Endaru langsung terdiam saat Daniswara menginjak kakinya.

”Buat pensi di sekolah bang, kebetulan aku sama Daru mau collab gitu nanti." Bohong Daniswara, kalau ketahuan mereka ingin ngamen, sudah jelas Abimanyu akan melarang. Keduanya tahu kalau keuangan abangnya sedang tidak membaik, itu makanya Abimanyu sampai kerja ekstra untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah.

”Oalah, ambil aja di kamar abang.” Keduanya mengangguk.

”Kalo Genta sama Febri? Kok diem aja, masakan Abang gak enak?” kedua adiknya itu langsung mendongakkan kepala dan menggeleng serentak.

”Ada apa? Biasanya kalian paling cerewet. Kenapa? Febri di tolak sama cem-cemannya?” goda Abimanyu untuk memecah suasana.

”Kayaknya Febri emang kalah ganteng sih bang, si Alana ternyata pacaran sama ketua OSIS.” ketiga pria di meja makan langsung tercengang sekaligus lucu mendengarnya.

Ternyata anak SMP jaman sekarang udah berani pacar -pacaran ya. Dulu waktu jaman Abimanyu, mau ngajak pacaran aja rasanya udah kayak mau di suntik berkali - kali. Itu makanya Abimanyu masih jomblo hingga sekarang karena kebiasaan memendam perasaannya sampai dewasa.

”Tenang aja, Bri. Cewek bukan cuma Alana doang. Mau Abang kenalin temen Abang gak? Cantik loh, body nya mantep. Anak orang kaya pula——” belum selesai bicara, ucapan Daniswara langsung di putus oleh Gentala.

"Kalo cantik mah banyak bang, tapi akhlaknya gimana? Kalau akhlaknya biadab gimana?” sontak semuanya langsung tertawa mendengar penuturan Gentala dengan nada lugunya.

”Udah-udah ... Gapapa Bri, kamu belajar yang bener. Jadi orang sukses dan mapan, nanti juga banyak perempuan yang antri sama kamu.” Febriantara mengangguk patuh. Mereka pun kembali melanjutkan makannya.

”Oh iya, bang. Ada yang mau Genta omongin,” katanya dan gentala langsung meletakan sendoknya di atas piring.

”Ujian kelas 9 sebentar lagi, Genta sama Febri udah dapet surat edaran untuk bayar ujian sama perpisahan. Boleh di cicil mulai sekarang tapi jangan sampai telat. Kira-kira Abang mau cicil kapan?” pertanyaan Gentala sukses membuat suasana di ruang makan menjadi hening. Seolah sedang menghadapi ujian CPNS.

”Genta gak nyuruh buru-buru kok, Bang. Genta cuma ngasih tau doang takut keburu lupa.” Abimanyu tersenyum tipis lalu mengusap puncak kepala adiknya.

”Kalau di cicil mulai besok, udah bisa?” sontak raut wajah Gentala dan Febri langsung cerah.

”T-tapi Abang udah ada uangnya buat nyicil?” tanya Febriantara memastikan. Dia takut kalau abangnya akan cari pinjaman untuk membayar cicilan.

”Alhamdulillah, Abang dapet rejeki. Besok Abang ke sekolah kalian ya?” Gentala dan Febriantara mengangguk antusias.



 Besok Abang ke sekolah kalian ya?” Gentala dan Febriantara mengangguk antusias

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Rasanya Bagaskara salah masuk jurusan. Dia merasa sudah tidak sanggup dan nyaris gila karena mengalami pergulatan batin di dalam dirinya. Andai waktu itu dia tak mengambil jurusan kedokteran, mungkin dia tidak akan segila ini.

Ingin sesekali dia mengeluh pada abangnya, tapi Bagaskara cukup tahu diri. Dia tidak ingin menambah beban pikiran abangnya dengan menceritakan keluh kesah yang ia alami sendiri. Meski sebenarnya Bagaskara sudah tidak mampu menahannya lagi.

Dia terlalu lelah untuk menghadapi semuanya.

Andai keluarganya tidak jatuh miskin, mungkin dia tidak akan kesulitan seperti ini.

Biasanya, jika ia menghadapi masa-masa sulit, sang Mama akan berusaha untuk menyemangati sementara sang papah akan membelikannya banyak makanan karena Bagaskara ini memang suka makan.

Tapi sekarang? Untuk makan enak saja, ia harus pikir-pikir. Lebih baik uangnya di simpan untuk keperluan kuliah dan bayar kontrakan.

Kini di sudut lemari tanpa lampu yang menyala, Bagaskara menangis sesenggukan disana sambil memeluk lututnya. Berusaha gak menciptakan suara dengan menggigit bibirnya sampai ia tak menyadari kalau hal yang ia lakukan itu membuat bibirnya luka hingga mengeluarkan darah segar.

"Ma, Pa ... Bagas capek. Bagas tersiksa hidup kayak gini terus, Bagas harus gimana sekarang?" Suaranya terdengar serak.

”Bagas gak bisa bergantung sama Bang Abi, dia udah banyak nanggung beban adek-adek. Bagas mau berhenti tapi gimana perjuangan Abang buat biayain Bagas sampai sejauh ini? Abang pasti sedih ...” Bagas kembali menangis. Bibirnya bergemetar dan matanya sembab.

Bagas berusaha mengontrol tangisnya, ia menenangkan dirinya agar tidak menangis lagi. Usai tanginya mereda, pria itu beranjak dari lantai lalu pergi ke belakang.

Bagas melihat ada pisau yang yang tersimpan rapi di sempat sendok.

Ia memandanginya sejenak sebelum akhirnya mengambil benda tersebut dengan tangan yang bergemetar.

Crek!

Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba Bagaskara mengiris telapak tangannya.

Mendadak mata Bagaskara buram dan kepalanya pening. Pisau di tangannya pun langsung terjatuh saat pria itu hilang keseimbangan.

Tiga detik kemudian, pria itu langsung ambruk ke lantai tak sadarkan diri.

Tiga detik kemudian, pria itu langsung ambruk ke lantai tak sadarkan diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

S

emua adik Abang Abimanyu hebat dan kuat kok. Ayo jangan kalah perang sama realita, kalian bakal sukses kok

Gua pernah di posisi Bagas, cuma gak senekat dia. Karena gua masih takut buat ngelakuin hal gila kayak dia

Jangan lupa vote dan komennya yaaa

No Time To DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang