06| Perihal sarapan

371 40 0
                                    

Sejak semalam Bagaskara tidak mengangkat telepon Abimanyu sama sekali. Dan hal itu membuatnya khawatir bila terjadi sesuatu hal buruk pada adiknya.

Kalau di tidak mungkin sudah puluhan bahkan ratusan. Kenapa ya? Bagaskara tidak biasanya begini. Apa karena dia banyak tugas dan ketiduran? Bisa aja sih. Tapi kan, paling tidak, kasih tau lewat chat, vn atau apapun itu yang penting mengabari kan? Jangan jadi tukang ghosting gini. Kan Abimanyu jadi gelisah, galau dan merana.

”Masih gak bisa bang dari semalem?” tanya Daniswara di meja makan dan Abimanyu menggeleng.

”Salah satu dari kalian ada yang bisa?” tanya Abimanyu yang bertanya pada adiknya namun mereka serentak menggeleng.

”Kayaknya emang bang Bagas lagi sibuk banget, katanya mau UTS juga kan? Udah, abang positif thinking dulu,” Ucap Endaru yang berusaha menenangkan sang Abang.

Abimanyu mengangguk, pria itu menghela napas sebelum akhirnya ikut duduk bersama adik-adiknya.

”Kalian cepet habisin makanannya habis itu berangkat, abang liat langit nya mendung. Jangan lupa bawa jas hujan masing-masing.”  ke emoay adiknya langsung memberi sikap hormat.

Tak lama kemudian, keluarlah Caturangga dari dalam kamar dengan wajah masam seperti biasa. Anak itu kalau gak berangkat kepagian, ya pasti lanjut tidur setelah sholat subuh. Gak tahu kenapa, dia sering melewatkan sarapan pagi, apa masakan gak enak ya? Tapi kalau di icip-icip lumayan kok.

”Catur kamu gak makan?”

”Gak.”

”Di antara yang lain, cuma kamu yang selalu ngelewatin sarapan. Kenapa? Masakan Abang gak enak?”

Caturangga merotasikan bola matanya. ”Lo tau alesannya kenapa?” Abimanyu mengernyitkan dahi lalu menggeleng.

”Karena gue bosen makan tahu sama tempe terus, sial. Terus satu lagi, lo pikir yang lain gak bosen kalo lo bawain bekal telor ceplok terus? Lo gak kasian sama mereka? Sehat enggak, penyakitan iya.” Catur langsung masuk ke kamar mandi dengan membanting pintu.

Suasana mendadak hening. Penuturan Caturangga barusan, berhasil membuat Abimanyu terpukul. Dadanya mencelos dan sedikit nyeri. Rasanya ingin Abimanyu menangis, dia merasa gagal untuk merawat adik-adiknya dengan baik. Tapi bagaimana? Kalau mereka makan enak terus, otomatis pengeluaran semakin bertambah sementara adik-adiknya itu selalu ada pengeluaran di sekolahnya.

Kalau di bilang ingin membahagiakan adiknya dengan memberi makanan enak, Abimanyu akan teriak paling kencang. Tapi dengan kondisinya yang seperti ini rasanya mustahil. Tak ada yang bisa di harapkan dari gaji seorang kurir paket dan kuli bangunan. Itu pun gajinya di bawah UMR.

Untungnya, keempat adiknya dapat beasiswa. Jadi itu mengurangi beban pikiran Abimanyu untuk sementara.

”Maafin Abang ya ...” Abimanyu tertunduk lesu.

”Gapapa bang, jangan di masukin ke hati omongan bang Catur. Abang tau dia kayak apa kan?” Daniswara berusaha untuk membuat sang Abang lebih baik.

”Lagian Genta suka banget telur ceplok Abang, enak banget. Toh setiap Abang gajian pasti kita makan enak kok, gak cuma telur sama tahu dan tempe,” celetuk Febriantara. Pria itu kemudian beranjak dari bangku dan memeluk abangnya.

”Jangan banyak pikiran bang, nanti Abang sakit,” kata Febriantara. Ketiga adiknya pun menyusul beranjak dari bangku dan memeluk abangnya di sana.

”Abang tenang aja, adik-adik abang yang kiwoyo ini bakal jadi orang sukses semua.” Abimanyu mengaminkan penuturan Daniswara lalu membalas pelukan mereka dengan lembut.

No Time To DieWhere stories live. Discover now