11.

22 1 0
                                    

Hanung menatap orang yang sering bertengkar dengannya dengan wajah khawatir, bahkan Hanung tidak berani untuk mengajaknya berbicara terlebih dulu. Tatapan Hanung beralih ke Marsi yang terlihat sedang menahan emosi di sana, tanpa ragu Hanung mencoba mendekatinya.

"Mars...." Panggil Hanung, "Jangan ngajak gue ngomong dulu, Nung. Kepala gue lagi berat banget mikirin semua ini," jawab Marsi yang berlalu memilih untuk pergi.

"Ini kenapa jadi kayak gini sih, anjir arghh!" teriak Hanung yang berhasil menarik perhatian Ayodhya yang dari tadi diam saja meskipun tersirat di wajahnya dia sedang panik sekali.

"Gimana Mars, lo tetep mau lanjutin ini semua ga?" tanya Adit setelah Marsi sampai ke ruang band yang tentah sejak kapan menjadi markas mereka.

"Gue ga habis pikir anjir tuh cewek kenapa seberani ini?" tanya Tian yang tidak pernah mengerti dengan orang-orang di sekitarnya.

"Tapi gara-gara dia kita semua aman, dan dia tadi udah minta id cardnya buat dibalikin ke Dhiki semalem," ucap Hardin yang memberikan duplikat id card kepada Marsi. Semalam rumah Hardin kedatangan seseorang dan meminta id card milik Dhiki, orang itu tahu bahwa Ayodhya mengambil id card Dhiki setelah mengikuti Ayodhya di ruang OSIS. Perbuatan Ayodhya membuat orang itu harus menghapus rekaman cctv setelah berhasil menyusup ruangan yang dijaga ketat oleh pak Romli.

"Kita tetep lanjutin ini semua, gue ga peduli mau ada yang korbanin diri asal kita nemu titik terang dari masalah ini," ucap Marsi setengah mati menahan emosi.

"Nanti malem kita balik ke sini itu rencananya," tambah Reza dan disetujui oleh semua orang.

Juliaa memasukkan beberapa koin ke dalam vending machine dan beberapa kali menekan tombol di sana. Perhatiannya terhenti saat dia tahu seseorang meraih tangannya dan membawanya ke rooftop sekolah, Juliaa tahu akan terjadi keributan di sini.

"Lo kenapa segitunya?" tanya Marsi mencoba bersabar meskipun wajahnya sudah merah padam. "Bukan urusan lo," jawab Juliaa yang membuka minum kaleng dari tangannya dan menegak perlahan.

"Lo segitunya pengen dapet perhatian, kah? Sampe dihukum kayak gini?" cerca Marsi yang sangat menusuk hati Juliaa. Tadi pagi Juliaa mengaku bahwa dirinya yang mengambil id card Dhiki, akibat dari perbuatannya Juliaa dilarang mengikuti acara turnamen panahan dan diminta untuk membereskan gudang sekolah.

"Peduli apa lo tentang gue? Harusnya lo seneng kali ini sesuai rencana lo, kan? Lo juga seneng Ayodhya ga ketangkep sama sekali...dasar ga tau diri banget jadi orang minimal lo harusnya bilang makasih." Juliaa menahan diri untuk tidak menangis di depan Marsi.

"Juliaa Aruma!" teriak Marsi yang mulai lepas kendali, "Dari awal gue ga pernah minta lo buat kayak gini nyampe korbanin semua mimpi lo buat ikut turnamen Inter-High, gue cuma pengen lo diem dan tenang menjalani aktivitas kayak biasanya," ucap Marsi memberi penjelasan agar gadis itu mengerti.

"Hah...gila ya, gue udah korbanin yang gue punya sekarang lo marah-marah kayak gini. Lo tuh ga pernah cukup ternyata," ucap Juliaa dengan menahan diri untuk tidak emosi.

"Gue ga pernah nyuruh lo buat korbanin hal yang lo punya buat gue, Aruma!"

"Iya, tapi gue pengen berarti buat lo minimal sekali aja lo liat gue. Perkiraan gue salah ya, mau gimana pun lo nyampe akhir ga akan pernah liat gue. Kayaknya kalo lo liat gue mati duluan, lo bakal liat gue lagi. Sialan!" Teriak Juliaa sambil melemparkan minuman kalengnya ke seragam Marsi dan berlalu begitu saja.

Gadis itu kembali ke kelas dengan menendang kurisnya sampai membuat orang-orang di sana terkejut atas perbuatannya. Juliaa mencoba tertidur di atas mejanya dengan menutupi tubuhnya dengan jaket dan orang-orang tahu sebenernya dia sedang menangis. Ayodhya yang melihat teman sampingnya seperti itu ingin mencoba mengajak Juliaa berbicara, tapi tertahan saat Anugerah memberikan peringatan untuk tidak mendekati Juliaa.

"Nung, Hanung...itu..." panggil Anugerah menunjuk ke Juliaa. Hanung menghela napas panjang dan menyuruh semua orang untuk pergi dari kelas sebentar dan mereka semua menurut karena Hanung adalah wakil ketua kelas.

"Jul, Juliaa Aruma yang cancii...hueekkk," panggil Hanung diakhiri dengan suara orang muntah dengan lirih.

"Juliaa, Liaaa....lo kenapa kali ini?" tanya Hanung yang menarik kursinya untuk lebih dekat dengan gadis itu. Juliaa mengangkat kepalanya dan mendapati wajah Hanung yang kaget melihat dirinya menangis.

"Siapa yang bikin lo nangis?" tanya Hanung yang menyeka air mata Juliaa yang semakin deras. "Ma-Marsi, Nung. Sakit banget sakit rasanya, gue korbanin mimpi gue buat jadi pemain nasional, tapi Marsi marahin gue katanya gue caper Nung. Padahal gue juga pengen dilibatin dalam semua hal yang bersangkutan sama Marsi, tapi dia ga suka gue, Nung." Hanung baru tahu jika masalah Marsi dan Juliaa belum selesai sampai hari ini, masalah yang membuat keduanya retak karena ada orang lain ikut campur.

"Tenang, Jul yang tenang. Liat gue di sini kok," ucap Hanung memeluk Juliaa sambil menenangkan gadis itu yang semakin menangis keras.

Hanung sudah lama berteman dengan Juliaa dari zaman mereka kelas 5 SD, tapi mereka bertemu lagi saat kelas 3 SMP saat Hanung kembali ke Jakarta. Hanung tahu dari dulu Juliaa adalah gadis yang keras, emosian, dan sedikit keras kepala. Akan tetapi, di satu sisi Juliaa adalah gadis yang sering mengalah, dia tidak segan-segan untuk mendahulukan orang lain daripada dirinya sendiri. Meskipun sering bertengkar, Hanung adalah orang pertama yang akan Juliaa cari dan sebaliknya juga begitu Hanung akan mencari Juliaa. Hanung tahu permasalahan Marsi dan Juliaa, tapi dia pikir sudah selesai karena mereka sudah berbicara seperti biasanya ternyata tidak.

"Jule, dengerin gue ya...gue selalu ada buat lo kok. Mau Marsi gimana pun gue bakal belain lo," ucap Hanung yang memanggil nama kesayangannya pada Juliaa.

"Gue sedih banget, Nung. Gue salah apaan sih nyampe Marsi kayak gitu ke gue. Rasanya gue salah terus di mata dia," keluh Juliaa yang masih setia menangis.

Tacenda 24Donde viven las historias. Descúbrelo ahora