10.

17 0 0
                                    


Ayodhya menghela napas dilihatnya foto itu sebentar dan beralih mengikat rambutnya yang panjang. Hari ini dia akan menjalankan misi yang telah dia siapkan dengan matang-matang meskipun sedikit ragu sudah tidak ada waktu untuk mundur. Pikirannya memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan buyar begitu saja saat notif pesan masuk ke dalam hpnya.

"Semangat misinya hari ini, hati-hati ya"

Senyum Ayodhya mengembang begitu saja setelah membaca pesan itu dan dengan segera turun ke bawah untuk berangkat sekolah. Sesampainya di sekolah Ayodhya mengikuti pembelajaran dengan tenang sampai waktunya istirahat kedua Ayodhya melangkah kaki ke arah ruang OSIS untuk menjumpai seseorang.

"Halo, permisi" ucapnya sambil menatap seseorang yang duduk di sana sedang sibuk dengan sesuatu.

"Oh, hai. Ayodhya ya," sapa seseorang dengan senyuman tulus. "Duduk dulu sebentar ya, ini lagi sibuk catet data siswa yang bolos kemarin dan katanya ada yang masuk ke perpustakaan lama..." Ayodhya hanya tersenyum dan mencoba untuk tidak terlihat panik.

"Perpustakaan lama?" tanya Ayodhya berhati-hati. "Iya, kamu belum tahu ya...perpustakaan lama dipindah karena ada yang hampir dibunuh di sana dan sering dibuat markas anak-anak bandel jadinya ditutup," jelas Dhiki yang masih setia menuliskan sesuatu di sana.

"Loh, di sini pernah ada pembunuhan?" Dhiki menghentikan kegiatannya sebentar dan kembali melanjutkannya. "Iya, tapi udah lama kok kejadiannya. Waktu itu Kepsek langsung ambil tindakan jadi semuanya aman," jawab Dhiki dengan tenang. Aneh, Ayodhya merasa semua ini aneh sepertinya ada hal yang lebih parah dari tanggal 24.

"Dhiki, kalo boleh tahu emang kenapa kok mau dibunuh dan lagi siapa yang mau dibunuh? Maaf ya aku tanya-tanya karena aku ga tahu apapun tentang sekolah ini," ucap Ayodhya dengan wajah polos.

"Aaa...itu...angkatan 2010 sih. Aku ga tahu detailnya gimana, tapi katanya ada anak beasiswa yang membangkang sama sekolah terus mau bikin acara demo biar sekolah ditutup gitu. Kalo yang mau dibunuh itu karena ada cewek yang melanggar tata tertib sekolah," jelas Dhiki dengan santai sampai membuat Ayodhya tidak habis pikir dengan apa yang dia dengar.

"Eh bentar ya Ayodhya, ada telfon nih aku angkat dulu," ucap Dhiki yang keluar dari ruang OSIS.

"Ayo Ayodhya, fokus cari id card dulu," Ayodhya menarik napasnya berulang kali dan mulai mencari sesuatu di mana saja, sampai akhirnya Ayodhya tersenyum bahwa id card Dhiki berada di laci meja yang tertutupi oleh berkas data siswa.

"Ayodhya...ayo sekarang kita keliling sekolah," ajak Dhiki dan Ayodhya menganggukan kepala dan berdiri dari tempat duduknya tadi. Sepanjang perjalanan Dhiki menjelaskan semua hal tentang sekolah ini meskipun yang ditunjukkan adalah hal-hal baik dari sekolah ini.

"Maksud lo sama pembunuhan apa?" tanya cowok yang baru saja menerima id card milik Dhiki. "Iya, tahun 2010 hampir pernah ada pembunuhan," ucap Ayodhya yang duduk menyenderkan tubuhnya ke sofa panjang.

"Berarti ini beneran berhubungan sama kertas yang ditemuin Adit," timpal Marsi yang duduk di sebelah Ayodhya. "Separah apa sih sebenernya sekolah ini nyampe kita yang nanggung hal-hal kayak gini?" tanya Tian dan mendapatkan gelengan kepala.

"Pokoknya ini bakal jadi kunci semua hal yang mereka sembunyiin," ucap Reza yang menunjuk id card yang sudah dipegang oleh Hardin.

Ayodhya menyandarkan kepalanya di meja setelah mengerjakan tugas kimia yang akan dibahas besok ini, tiba-tiba notif ponselnya berbunyi menandakan pesan masuk. Dengan malas Ayodhya menarik ponselnya sampai membuatnya terduduk dengan tegap.

"Ayodhya, kamu tahu id cardku ga ya?"

Wajah Ayodhya terlihat sangat panik sekarang dan dia baru sadar ternyata ruang OSIS memiliki cctv diberbagai sudut, setelah salah satu siswa mengatakannya. Kemungkinan terbesarnya dia akan ketahuan sekarang. Bahkan sekarang di ruang chatnya sedang ramai jika ketua osis sedang kehilangan id cardnya.

"Gue tahu siapa yang ngambil id card lo, Dhik." Mata Ayodhya membulat membaca pesan itu, rasanya napasnya tercekat setelah membaca kalimat itu. Belum sempat Ayodhya mengatur napasnya kini pesan berikutnya membuatnya serasa ingin kabur ke mana saja.

"Anak kelas 11 IPA 1."

Tacenda 24Where stories live. Discover now