06.

12 0 0
                                    


Hanung melihat Marsi memberikan tanda bahwa semuanya aman terkendali kali ini semua siswa di sekolah ini masuk. Jam istirahat pertama berbunyi semuanya mengikuti perintah untuk tidak sendirian. Selama setengah hari ini semua masih aman terkendali, tidak ada suara yang dikeluarkan dari ruang broadcast bahkan pembelajaran terakhir kali ini berjalan dengan lancar.

"Ini beneran berhasil?" tanya Juliaa pada Hanung yang sedang berkemas. "Gue juga ga tahu, tapi sejauh ini masih aman-aman aja, grup juga ga ada info apapun," ucap Hanung yang sedikit menyiratkan ragu di raut wajahnya.

"Gue ngerasain ini kayak belum selesai deh," ucap Tian yang sedikit panik. "Kita harus positif thinking, gue udah minta semua siswa buat ga pulang sendirian minimal harus dikawal nyampe rumah atau dijemput," ucap Marsi yang baru saja datang ke meja Hanung.

"Gimana kalo ternyata–" Marsi langsung menutup bibir Juliaa dengan telunjukknya meminta gadis itu tidak melanjutkan kalimatnya karena terakhir kali Juliaa mengatakan sesuatu tiba-tiba terjadi.

"Kita harus pulang sekarang, Aruma lo balik bareng Tian sama Hanung. Gue bareng sama Cenug, kabarin apapun terjadi!" perintah Marsi yang langsung dilaksanakan oleh mereka.

Marsi merebahkan tubuhnya di atas ranjang tidur miliknya, pikiran menerawang jauh perkiraan yang dia buat sepertinya tidak berjalan dengan baik kali ini. Dia berpikir bahwa gadis itu meninggal karena dirinya, tapi ternyata gadis itu ingin mengungkapkan sesuatu tentang sekolah itu dan berakhir seperti ini. Tiba-tiba ponsel Marsi berdering menampilkan nama seseorang di sana.

"Mars.... Gawat Mars, kali ini korbannya...."

Reza mengacak rambutnya frustasi, semua temannya sedang berkumpul di rumah Anugerah. Setelah menerima telefon dari Juliaa tanpa lama Marsi langsung datang ke rumah Anugerah, tanpa bertanya lagi pun Marsi sudah mendapat jawabannya sekarang bahwa berita itu benar. Juliaa, Adit, dan Hanung yang sudah menangis, Anugerah dan Tian yang terlihat sangat shock, dan Hardin menahan tangisnya.

"Gimana bisa?" tanya Marsi sebisa mungkin mengontrol emosinya, "Gue juga ga tahu, Mars. Juliaa tiba-tiba bilang kayak gitu sama gue dan ternyata bener," jawab Reza yang terduduk di lantai.

"Juliaa Aruma jawab gue, lo bisa tahu emangnya dapet info dari mana?" tanya Marsi pada gadis itu yang masih menangis, "Dari Bian, Mars. Dia lihat sendiri tadi waktu Mas Amri ketabrak mobil...." Gadis itu tidak berani melanjutkan ucapannya dan Marsi memeluk Juliaa dengan erat.

"Ini gimana kok Mas Amri juga ga ada, nanti yang nemenin gue waktu bolos siapa? Yang mau gratisin cilok lagi siapa kalo bukan Mas Amri?" tanya Adit yang semua orang tidak bisa menjawab pertanyaannya karena dari semua orang di sana, hanya Adit dan Hardin yang sering kali bolos untuk memakan cilok di tempat Mas Amri.

"Nanti yang ngambilin raport gue siapa anjing waktu bunda sama ayah sibuk sama kerjaan?!" teriak Hardin yang sangat menyesali peristiwa ini membuat semuanya menangis di rumah Anugerah. Hardin memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Mas Amri karena suatu waktu pengambilan raport orang tua Hardin tidak bisa hadir, dan Hardin meminta tolong Mas Amri dengan catatan Hardin harus menggantikan Mas Amri jualan cilok. Hal itu menjadi kebiasaan sampai sekarang.

"Gue ga ada temen buat curhat dan cari cewek lagi," tambah Hanung yang menangis meratapi peristiwa ini.

"Siapa aja yang ngungkapin semua ini bakal pergi," ucap Marsi yang masih setia memeluk Juliaa. "Tapi menurut gue semua bakal kayak gini kalo kita cuma diem dan ga berusaha buat cari penyebabnya dan berhentiin semua ini," tambah Marsi dan disetujui Reza dan Tian.

"Terus lo mau ngorbanin diri buat kita semua?!" tanya Juliaa setengah berteriak setelah mendorong tubuh Marsi. "Kalo itu solusinya biar kita selamat kenapa engga?" jawab Marsi yang tidak ingin kalah.

"Lo pikir dengan semua hal yang ada dipikiran lo sekarang ga bikin kita takut apa yang akan terjadi di masa depan nanti?" tanya Juliaa yang mulai kehilangan kendali.

"Kalo lo takut, ga bakal ada kemajuan buat apapun, Aruma–"

"Dan kalopun berhasil lo pikir kita ga merasa hutang apapun ke diri lo, Van?"

Semuanya terdiam, Marsi menatap dalam mata milik Juliaa. Gadis itu sangat frustasi begitu juga dengan dirinya dan teman-temannya, mereka masih muda tapi harus menanggung hal seberat ini. Marsi merasa hubungannya juga tidak kunjung membaik dengan gadis itu ditambah keadaan seperti ini rasanya memperkeruh suasana mereka berdua.

"Plish Van, gue ga sekuat itu kalo harus tahu lo pergi juga. Gue ga mau lo ninggalin gue lagi, kali ini aja gue mohon," ucap Juliaa dengan nada melemah sambil memegangi jaket Marsi.

"Gue juga ga mau kehilangan lo, Mars. Gue udah kehilangan Dion, kita udah lurusin masalah kita kalo sampe kehilangan lo. Gue udah ga tau lagi harus gimana," ucap Hanung yang masih menangis..

"Iya, Mars. Gue tahu lo lagi kalut, tapi yang terpenting diri kita dulu," ucap Hardin sambil menepuk pelan bahu Marsi.

Tacenda 24Where stories live. Discover now