02.

36 1 0
                                    

Kali ini suara dari ruang broadcast bergema ke seluruh sekolah. Semua bisa menebak isi pesan pengumuman itu, wajah-wajah yang terlihat tegang dan takut sudah terbaca di antara mereka. Selama suara itu menjelaskan maksud yang akan disampaikan terdengar suara notif pesan masuk bersamaan.

"Anin meninggal" tertulis di sana beberapa orang berteriak histeris.

"Kali ini apa lagi? Gue ga mau percaya, tapi kenapa pasti kejadian sat?!" teriak Tian yang baru saja kembali dari lapangan basket setelah mendengar kabar itu, Tian mencari temannya.

"Gue ga habis pikir sama anin kemarin baru aja makan sama gue beli cilok depan, masa sekarang udah ga ada" tambah Anugerah yang menggelengkan kepala tidak percaya dan jujur saja Anugerah sedikit shock kali ini.

"Cenug, takdir tuh ga ada yang tahu kalo udah waktunya juga bakal pulang. Mungkin kebetulan aja," ucap Hanung sambil menepuk pelan bahu Anugerah.

"Terus kalo korban selanjutnya lo, lo bakal bilang kalo itu juga takdir!" sangkal Juliaa yang langsung datang ke arah Hanung setengah emosi.

"Lo pengen gue kayak Anin juga sekarang?" tanya Hanung dengan nada tinggi

"Lo sendiri yang bilang kayak gitu, padahal lo tau semua ini aneh dan lo masih bilang ini takdir sesuai yang dipikiran dangkal lo itu!" teriak Juliaa tidak kalah tinggi

"Dangkal lo bilang?! Gue ga percaya semua hal yang tiap hari kalian bilang ya, entah sekolah ini cari tumballah, sekolah ini berhantu nyuruh cewek-cewek buat bunuh diri, atau sekolah ini nyimpen kutukan. Gue ga percaya Juliaa!" terang Hanung yang semakin membuat gadis itu naik pitam.

"Lo bilang kayak gitu karena lo merasa aman sebagai cowok karena selama ini korbannya cewek kan?!" suasana kelas semakin memanas bahkan sebagian siswa lebih memilih diam karena mereka tidak tahu harus melakukan apa dan ini bukan pertama kalinya mereka mendengar berita seperti ini.

"Kalo iya lo mau apa? Lo iri sekarang, kan karena cowok ga pernah jadi korbannya dan lo berharap lo jadi cowok kan? Lo merasa ga aman sekarang."

"Diem Hanung, lo bisa diem ga sekarang!" Marsi mendorong tubuh kecil Hanung ke arah loker kelas. Marsi ketua kelas yang cukup pendiam dan sering memilih untuk tidak berurusan dengan permasalahan temannya kini angkat suara.

"Korbannya ga cuma cewek, tapi cowok juga sekarang," ucap Marsi bergetar membuat seisi kelas terkejut.

"Ma-maksud lo apaan sih, Mars?" tanya Hanung sedikit gugup.

"Nung, Hanung ini si... " Anugerah tidak berani melanjutkan suaranya dan dengan cepat memberikan ponselnya pada Hanung

"Dion Darmawan pembalap motor.... "

"Ga, ga mungkin Dion meninggal. Gue masih chatan kok sama Dion, nih gue kasih liat," ucap Hanung yang bergetar meraih ponsel di sakunya dan memperlihatkan chat terakhirnya dengan Dion.

Nung, lo harus pergi dari sana sekarang Nung. Gawat banget kalo lo masih di sana. Plish Nung demi diri lo

Semua mata yang melihat isi pesan itu bergetar tidak percaya, kini mereka seperti mendapat sesuatu dari Dion. Apakah ini tentang kutukan di sekolahnya? Apakah sekarang mereka semua bisa menjadi korban berikutnya tidak peduli perempuan atau laki-laki.

Seminggu kemudian seperti tidak terjadi apa-apa. Semua kembali normal setelah meninggalnya dua siswa berprestasi di SMA Dharma Widya meskipun Hanung masih sering menyangkal tentang apa yang terjadi.

"Nung, ayo ikut kita bentar!" ajak Anugerah bersama Tian ke ruang latihan band meskipun tidak tahu apapun Hanung mengikuti temannya. Di sana wajah-wajah yang tidak asing lagi dengan sorot mata lelah, sedang berkumpul.

"Gue udah mulai ga bisa berpikir jernih buat sekolah di sini," ucap Reza ketua kelas 11 IPA 2 yang mana kelas ini merupakan kelas dari Anin dan Dion.

"Kemarin gue udah ngajuin surat buat pindah sekolah bareng sama Hardin, tapi ditolak karena tinggal satu setengah tahun lagi jadi rugi kalo keluar," ucap Aditya yang terlihat lelah.

"Gue kemarin habis dari rumah Dion, gue nemuin ini kalian tahu? Karena Dion paling deket sama kalian berdua" tambah Hardin yang menyerahkan secarik kertas kepada Marsino dan Hanung.

Gue pengen Van (Marsino) sama Hanung akur lagi meskipun waktu gue ga banyak, tapi gue pengen liat mereka ngobrol kayak dulu

Mereka berdua yang baru saja membaca kertas itu melirik satu sama lain dan membuang muka. Pemandangan ini dilihat semua orang yang ada di ruangan itu, dan benar saja mereka baru tahu jika kedua cowok itu bermasalah.

Marsino van Wredijk cowok keturunan Belanda itu memang sangat dekat dengan Dion, bahkan semua orang juga tahu kalau mereka berdua juga berteman dengan Hanung, tapi entah karena kejadian apa pertemanan keduanya langsung rusak semenjak kelas 11. Marsi menjadi sangat diam, sedangkan Hanung tetap seperti biasanya meskipun terlihat sedikit berbeda.

Tacenda 24Where stories live. Discover now