15. BIARKAN SAJA

578 54 14
                                    

"Aarrgghh...'' Satya kembali memekik kesakitan akibat perbuatan Hanita yang melepas paksa selang ventilator dari dalam mulutnya

Lelaki itu juga kembali memuntahkan darah segar dari dalam mulutnya. Tangan kanan Satya tampak menghentak ke atas perut, dadanya menukik naik ke atas. Dia terlihat seperti ikan yang sedang mencari air untuk bernafas, agar bisa bertahan hidup

Hanita masih ada bersamanya, tapi sayang sekali karena tidak ada sedikitpun niat dalam hati Hanita untuk menolong sang suami. Ia justru sangat menikmati pertunjukan ini

Satya berusaha melirik Hanita, pelupuk matanya mengerjap lemah. Bibirnya yang meruncing tajam ke kanan coba menggumamkan sesuatu

"Kenapa, hem? Sakit?" Hanita mendekat, menundukkan tubuh

Meletakkan wajahnya tepat di hadapan Satya, ia mengusap kedua bahu Satya dengan gerakan yang lembut.

"T...ho-lo-ng..." lirih Satya dengan bola mata yang sudah memerah dan tergenang cairan

Hanita menarik sudut bibirnya ke atas, "Kamu yang meminta semua ini, lantas kenapa sekarang menyesal?"

Remasan tangan Hanita mulai mengeras diatas bahu Satya, wanita itu menghunuskan tatapan tajamnya.

"Karena kamu tidak juga menyadari kesalahanmu sampai sekarang, maka biar kubisikkan padamu. Apa yang paling kubenci darimu, Satya." Hanita kini meletakkan bibirnya tepat ke tepi telinga Satya. "Aku benci tiap kali kamu berusaha pergi dariku. Aku benci saat kamu berkata akan menceraikanku, juga saat kamu memintaku membunuhmu..."

Hanita melepaskan dirinya dari Satya, kembali berdiri tegak sembari menatap sang suami. "Jadi jangan pernah berpikir untuk pergi dariku lagi. Selamanya kamu hanya milikku, hanya aku yang berhak atas kamu dan tubuhmu. Aku Hanita Mahendra." Tegas Hanita

Hanita mengusap kedua tangannya, seolah ia baru saja membersihkan kotoran dari atas sana.

"Ah sialan sekali. Kamu membuatku bersikap kasar padamu. Nikmati sajalah, itu hukuman kecil atas kelancanganmu" sambung Hanita

Selanjutnya Hanita berbalik, meninggalkan Satya tanpa sedikitpun rasa kasihan apalagi niat menolong atau untuk sekedar memanggil Dokter Sean kemari

Satya tercengang bukan main karena Hanita meninggalkannya begitu saja. Tangan kirinya terangkat naik ke atas, berusaha mengulurkan tangan ke depan seolah meminta pertolongan

"Nnnh...iith-a..." desis Satya

Kesadaran lelaki itu mulai hilang timbul, kepalanya terangkat ke atas. Menatap kosong langit-langit kamar, leher Satya tercekik seperti orang yang kehabisan nafas.

"Eeghh..."

Satya akhirnya pingsan bersamaan dengan lelehan darah kental yang mengaliri pipinya, itu berasal dari dalam mulutnya. Kepalanya perlahan terkulai lemah ke sisi kanan

Kenzie, bawa Papa pergi sekarang. Satya melirih

Hanita meneruskan langkahnya, menyusuri lorong rumah sakit. Sangat tenang seolah dia tidak pernah melakukan apapun. Padahal wanita itu baru saja membuat suaminya sendiri sekarat

"Hanita" sapa Dokter Sean

Kebetulan keduanya berpapasan dilorong, Sean tidak mencurigai apapun itu. Apalagi Hanita juga terlihat biasa saja

"Hem, aku baru akan menemuimu, Sean" balas Hanita

"Kamu tenang saja, aku akan mulai memberi obat untuk Satya besok siang. Sesuai yang kamu inginkan, obat itu sudah ada ditanganku" ucap Dokter Sean

Hanita menggerakkan kepala kebawah, "Aku percaya padamu. Cepatlah datangi Satya, dia sedang sekarat" tukas Hanita

Kedua bola mata Dokter Sean melotot sempurna, tanpa banyak pertanyaan apapun lelaki itu langsung berlari menuju ruang perawatan Satya.

King Of TearsWhere stories live. Discover now