12. Janji Untuknya

12 8 0
                                    

Sepasang sayap muncul di belakang punggung Lyra setelah air yang ada di sekelilingnya bercahaya. Bukan hanya dia saja yang terkejut, melainkan semua orang yang ada di sana.

"A-apa? Kenapa bisa begini?" Lyra masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Jadi rasa sakit di punggungnya disebabkan karena sayap itu?

"Slymph?" gumam kepala sekolah bingung. Saat ini ia sedang menahan tubuh Lyra supaya tidak terjatuh ke belakang.

Bangsa Slymph adalah salah satu dari lima bangsa terkuat yang ada di Alvlora. Rata-rata mereka memiliki rambut berwarna perak atau pirang dan memiliki sayap seperti malaikat. Kekuatan mereka adalah cahaya, namun ketika Alvlora mulai kehilangan cahayanya, bangsa Slymph semakin lama semakin bertambah lemah dan mereka mengasingkan diri sama halnya seperti para peri dan elf.

"Jadi selain Everra kau adalah penjaga? Kenapa tidak ada yang memberitahuku?" ucap kepala sekolah kesal. Dia lalu membawa Lyra ke daratan dengan sihir angin miliknya.

Rasanya lelah sekali meski tubuhnya sudah tidak terlalu sakit. Dan meski Sylvan sudah mencoba menyembuhkannya, rasa lelah itu masih sangat terasa. Apa lagi rasa nyeri di punggungnya.

"Kalian kembalilah ke academy lalu cari tahu di mana penjaga kristal lain berada. Biar aku dan Lucius yang membantu gadis ini untuk mengontrol sihirnya," Gravad menatap garang semua makhluk yang ada di sekitarnya.

"Kenapa bukan kepala sekolah yang di sini?" tanya Diana yang saat ini masih menatap Lyra khawatir. Maksudnya adalah Lucius tidak memiliki sihir untuk mengurus semua ini, jadi kenapa tidak kepala sekolah saja yang bersama dengan Lyra?

"Tentu saja karena aku yang berwenang di academy. Aku akan mengutus beberapa tim untuk mencari keberadaan para penjaga. Dan kau, Diana Camelia... kekuatanmu seharusnya dapat melacak mereka. Jadi tidak ada waktu lagi."

Wuushh!

Setelah kepala sekolah mengatakannya, mereka semua menghilang dengan cepat, termasuk Piya karena tadi kepala sekolah tiba-tiba menyeretnya dari bahu Lucius. Dan kini hanya tersisa Lyra, Lucius, Gravad, dan Noir.

"Kau istirahatlah dulu. Pastikan saat aku kembali tubuhmu sudah baik-baik saja," ucap Gravad yang dijawab anggukan oleh Lyra, setelah itu ia masuk ke dalam air.

"Punggungku rasanya mau patah," keluh Lyra yang sejak tadi sedang dalam posisi duduk dengan badan yang condong ke depan untuk mempertahankan berat tubuhnya supaya tidak terjengkang ke belakang.

"Bersandarlah padaku," ucap Lucius yang tiba-tiba saja sudah berada di belakangnya lalu menyandarkan punggungnya ke punggung Lyra. Mendapat tawaran seperti itu tentu saja ia tak menolak. Jadi saat ini mereka duduk saling memunggungi.

"Sudah lebih baik?" Lucius bertanya dengan amat lirih. Matanya kini terpejam dan kepalanya ia sandarkan ke kepala gadis yang ada di belakangnya.

"Ya... Terima kasih," balas Lyra tak kalah lirih. Dia juga ikut memejamkan matanya karena lelah.

"Bagaimana menurutmu?" gumam Lyra.

"Hm?" Lucius membuka kedua matanya bingung.

"Sejak awal diadopsi aku selalu dituntut untuk menjadi orang lain. Aku harus sempurna, seperti anak mereka yang saat itu meninggal karena kecelakaan," ucap Lyra masih dengan mata terpejam.

"Tadi... aku tidak berani melihat masa lalumu," ucap Lucius setelah hening beberapa saat. "Aku berharap ada di sana saat kau diperlakukan begitu," desah Lucius. Dia mengepalkan tangannya seolah kesal dengan dirinya.

"Tidak tidak. Itu ide yang buruk," gumam Lyra mengernyitkan dahinya. "Yang ada orang tuaku yang babak belur nanti!"

"Bisa-bisanya kau masih memikirkan orang tuamu!" ucap Lucius dengan helaan napas panjang.

The Miracle Of CrystalsWhere stories live. Discover now