12. Janji Untuknya

Start from the beginning
                                    

"Habisnya aku selalu di beri makanan bergizi. Mereka juga membelikanku pakaian bagus lalu menyediakan tempat les yang bagus untukku. Jadi karena itu aku selalu rangking satu di sekolah," ucap Lyra dengan senyum yang terpampang di wajah cantiknya.

"Tapi semua itu mereka lakukan supaya membuat diriku tampak mirip dengan anak kandungnya. Aku juga les piano dan biola, kapan-kapan akan kutunjukkan keahlianku," ucap Lyra dengan ceria.

Lucius mendengus, merasa aneh dengan semangat yang memancar dari dirinya. Bagaimana mungkin dia terlihat tidak terluka sama sekali?

"Atau kita bisa main alat musik bersama. Permainan serulingmu, aku suka!"

Lucius terkekeh, dia seperti gadis musim semi baginya. "Ya. Aku tidak sabar menunggu hari itu tiba," jawab Lucius. Kedua sudut bibir Lyra pun terangkat membentuk lengkungan yang sempurna.

Mereka berdua sama-sama menikmati kehangatan ini. Berbagi cerita dengan orang lain benar-benar akan membuat pikiranmu lebih lega.

"Jika saja mereka tak bersama, mereka tidak perlu merasakan rasa sakit karena saling mencintai. Sampai akhirnya mereka mati secara perlahan karena rasa sakit itu," ucap Lucius tiba-tiba, senyum tipis terukir di wajah tampannya.

"Siapa?" tanya Lyra bingung.

"Orang tuaku. Menurutmu bagaimana?"

Sementara Lyra masih mencerna apa yang pria itu katakan. Mau dipikirkan bagaimana pun Lyra tetap tidak mengerti apa maksud dari rasa sakit karena saling mencintai?

"Aku tidak mengerti," ucap Lyra dengan perasaan menyesal. Ia jadi merasa tidak enak padanya.

Lucius tertawa pelan, ia menolehkan kepalanya ke samping sehingga suaranya dapat terdengar jelas di telinga Lyra meskipun ia hanya berbisik.

"Tapi sekarang aku tahu kenapa mereka tetap melakukannya." Bisikan Lucius yang tiba-tiba membuat tubuh gadis itu merinding seketika.

"Karena aku juga merasakannya sekarang, tidak peduli jika sihirku hilang atau harus kehilangan nyawa karenanya." Jika boleh jujur, jantung pria itu sedang tidak baik-baik saja saat ini. Mungkin jika ada kaca, ia bisa melihat jika wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus.

Lyra diam terpaku. "Kenapa kau berbicara begitu? Kehilangan nyawa karena apa?" Firasatnya tidak baik mengenai hal itu. Lucius mengatakannya seolah benar-benar siap untuk mengorbankan dirinya kapan pun dia mau.

"Itu karena keluargaku terkena kutukan."

"Apa-"

"Kau ingat kita pernah bertemu saat kecil?" Lucius buru-buru memotong perkataan Lyra karena tak ingin gadis itu tahu mengenai masa lalunya lebih banyak.

Lyra juga tahu jika Lucius tak ingin melanjutkan pembahasan ini, karena itu ia hanya diam.

"Kenapa diam saja?"

"T-tidak. Memang pernah?"

Dia tak merasa jika mereka pernah bertemu sebelumnya.

"Ya. Beberapa kali," ucap Lucius santai.

Berbanding terbalik dengan Lyra yang sedikit syok karena tak tahu. Bukan hanya sekali tapi beberapa kali?!

"Aku tidak ingat, tuh?"

"Jahat sekali. Mau kuingatkan?"

"Boleh."

"Kau pernah menyelamatkan kucing di selokan, itu kali pertama kita bertemu."

Lyra ingat. Dia pernah menyelamatkan kucing yang keserempet sepeda lalu jatuh ke selokan. Tapi bukannya berterima kasih, kucing itu justru malah mencakarnya dan mengejarnya sampai keliling komplek tiga kali. Ya ampun, itulah kenapa dia sangat takut dengan kucing. Tapi mana Luciusnya?

The Miracle Of CrystalsWhere stories live. Discover now