23. Pil Kontrasepsi

277 33 7
                                    

Senyum penuh kepuasan terbit kala dirinya menatap ketelanjangan yang terpantul pada cermin besar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Senyum penuh kepuasan terbit kala dirinya menatap ketelanjangan yang terpantul pada cermin besar.

Tubuh sintalnya, rambut lurus dan panjang, kulit pucat yang terawat, dan wajah cantik bak dewi yang mampu memikat semua orang. Namun Andira heran. Dengan kesempurnaannya sekarang, mengapa pria luar biasa seperti Yansha masih juga tak tertarik dengannya.

Ini membuatnya terobsesi. Ia sudah mengeluarkan banyak uang agar tetap cantik. Bahkan bersikap sangat baik agar pria itu tidak berpaling. Dan usahanya untuk memikat orang tua pria itu tidak pernah membuahkan hasil. Andira bisa-bisa mengeluarkan sifat aslinya jika terus-terusan diperlakukan seperti ini.

Drrtt

Kontak seseorang yang ia simpan dengan nama Bunda mencoba menghubunginya untuk yang ketiga kali. Dua kali sebelumnya, ia enggan mengangkat karena malu. Wanita tua itu bukannya sudah tahu tentang dirinya yang sengaja menjatuhkan Dinda ke kolam renang? Seharusnya Bunda menjauhinya kan, bukannya malah menyuruhnya datang untuk mengikuti pengajian di rumah baru putra sulungnya.

"Sibuk, Ra?"

Ekspresi Andira barubah datar.
"Nggak, Andira nggak jadi ke Makassar. Tentang pengajian yang Bunda kasih tahu semalam, itu mulainya jam berapa?"

"Jam sembilan. Kalo kamu beneran mau dateng, Bunda kirim alamatnya."

"Andira dateng kok."

Ya kali nggak datang. Udah seminggu aku nggak ketemu Yansha. Enak juga ya jadi Dinda, bisa ketemu dia tiap hari.

Andira itu sebal. Ia sangat menanti-nanti adanya keributan di dalam rumah tangga Yansha. Entah itu yang fatal atau yang sepele sekalipun. Bagus-bagus sampai cerai. Dua minggu lalu saat Yansha tidak sengaja menggerayanginya, ia kira kemarahan Dinda akan berlangsung lama. Namun faktanya mereka dengan mudah kembali baikan keesokan harinya.

Entah pelet apa yang Dinda gunakan sehingga Yansha bisa se-sabar itu dalam menghadapinya.

"Oke. Alamatnya Bunda kirim sekarang, ya?"

"Iya, Bund. Makasih."

"Ya, sama-sama."

Telepon pun di matikan.

Andira membuka laci dan mengambil blister obat. Enam tablet di dalamnya sudah hilang. Ia tidak pernah mengonsumsi obat ini, tapi ia membelinya karena ia ingin memberikan Yansha pelajaran.

Andira sadar dengan Yansha yang sudah tak mencintainya. Daripada memberi pria itu kebebasan, hidup tenang bersama pasangannya sementara ia sendirian dalam penderitaan, lebih baik Yansha sama menderitanya seperti dirinya. Ia lebih senang jika Yansha mau menjomblo juga.

Andira tersenyum sembari memasukkan blister ke dalam saku bathrobe. Ia lalu menatap tubuhnya lagi pada cermin di depannya. Tidak ada cacat sama sekali di sana. Kalau seperti ini kan pria mana yang mampu menolak pesonanya? Andira percaya, Yansha pun tidak akan menolak jika ia sudah menunjukkan sisi agresifnya.

Kasih Tak SampaiWhere stories live. Discover now