42

6.2K 832 66
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.











Selang beberapa menit, Vania baru saja menelpon anaknya untuk segera kembali dengan diimbuhi ancaman. Rafa melototkan matanya Ketika mendengar ancaman tersebut. Ngeri juga jika dikunci dari dalam. Kasihan, tapi lebih kasihan  dirinya sih soalnya gak diajak sama mereka keluar. Rafa kan juga pengen main.

Dirga mengambil duduk di sofa single. Setelah mengistirahatkan tubuhnya sebentar, baru Dirga Kembali bertanya pada istrinya.

“Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu mengumpulkan semua para pekerja. Ini sudah malam, seharusnya para maid sudah kembali,” tanya Dirga pada sang istri. Pasti istrinya yang mengumpulkan mereka semua. Siapa lagi jika bukan Vania, ya masa Rafa, tidak mungkin. Rafa saja masih suka membalas bungkukkan bodyguard dan maid ketika membungkuk padanya.

“Lihat, Rafa memotong rumput di saat malam hari, sampai tangannya terluka,” balas Vania. Masih merasa emosi dengan kejadian barusan. Ingin marah, tapi marahnya ke siapa. Tidak mungkin ia marah kepada Rafa. Ia tidak ingin Rafa takut padanya. Lagi pula Vania juga tidak bisa marah kepada Rafa, saat ini Rafa yang menjadi tersangka utama malah bersikap seperti tidak punya salah apa-apa. Melemparkan senyum polosnya pada yang lain. Sebenarnya sekarang Rafa sedang menguatkan dirinya dari amukan mommy daddynya, belum lagi nanti abang-abangnya datang. Apa tidak semakin runyam keadaan nantinya.

“Benar itu, Rafa?” tanya Dirga. Melihat keadaan jari tangan Rafa, sepertinya ini berita valid. Bagaimana bisa Rafa terluka.

“Rafa minta maaf,” jawab Rafa dengan senyum lugunya. Tangannya menggosok-gosok lengan tangannya sendiri sembari menampilkan senyum lugunya. Cara agar tidak menimbulkan amarah semakin berkobar, bertingkah kalem dan menggemaskan agar mereka terpana.

“Kenapa bisa jarimu terluka, yang dipotong rumputnya, bukan jarimu sayang,” ucap Vania dengan frustasi. Ia benar-benar tidak suka melihat Rafa terluka.

“Tadi Rafa ngecek ketajaman gunting itu dengan nempelin jari Rafa ke titik tajam gunting itu, eh tau tau berdarah. Enggak sengaja kegores, tapi gak sakit kok,” balas Rafa tetap menampilkan senyum lugunya.

Vania memegang keningnya dengan mata terpejam. Merasa pusing dengan tingkah Rafa. “Rafa, kamu tau mommy begitu khawatir. Apalagi kamu baru tinggal di sini, udah dapat luka aja, mommy ngerasa enggak bisa ngerawat kamu,” ujar Vania mengeluarkan unek-uneknya. Tidak, ia tidak menyalahkan Rafa, ia menyalahkan dirinya sendiri.

Mengetahui permasalahan ini sangat serius, Rafa teramat merasa bersalah. “Maaf mommy,” ucap Rafa dengan suara lirih.

“Ini bukan salah kamu. Tapi jangan diulangi lagi ya. Tidak perlu melakukan itu, kamu bukan pekerja di sini, kamu anak mommy. Butuh berapa  kali mommy bilang bahwa kamu anak mommy juga sayang,” ucap Vania meyakinkan bahwa ucapannya ini tidak main-main. Ia tidak ingin melihat lagi Rafa melakukan pekerjaan di mansion ini.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 26 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Rafa (Hiatus🤎) Where stories live. Discover now