#16. Perempuan Cacat

29 3 0
                                    

Saat Kidung terbangun, Yama sedang menunaikan shalat ashar. Sujud terakhir perempuan itu lama sekali. Khusyuk betul dia mengadu pada Sang Maha Hidup, membisikkan segala keresahan hatinya kepada Sang Penentu Takdir.

Kidung tercenung. Inikah yang membuat Yama begitu tenang meski ujian demi ujian terus melandanya? Dalam kondisi lemah ekonomi, dia harus merawat ibunya, bahkan dipecat dari Sagacity karena kesalahan yang tidak dia lakukan.

Seandainya Kidung adalah Yama sekarang, mungkin Kidung sudah kembali bermabuk-mabukan, mengoplos sesloki Cap Tikus dengan obat tidur dan antidepresan. Jika dilihat dari kacamata ketaatan beragama (apalagi bagi seorang muslim), tentu itu sebuah kemaksiatan. Tetapi, Kidung dapat dengan fasih menjelaskannya secara filosofis, bahwa buah-buah pemikiran paling berpengaruh dalam sejarah kemanusiaan dipanen di kala mabuk.

Konon, sebagian besar teori humanistik dan transformatif muncul dari solilokui para filsuf pemabuk, seperti alegori gua Plato, renungan Montaigne tentang kucingnya, lompatan keimanan Kierkegaard, mitos Nietzsche tentang putaran waktu tak terbatas, tulisan Wittgenstein tentang seekor lalat yang terperangkap di dalam botol ... dan bahkan konsep identitas diri dalam feminisme.

Keyakinan yang mendasari teori-teori itu adalah manusia dapat mencapai potensi tertingginya dengan memperdalam kesadarannya tentang siapa dirinya dan apa hubungan antara diri dengan hal-hal di sekitarnya. Yang dimaksud "potensi tertinggi" itu boleh jadi bukanlah hal yang muluk ataupun kemampuan super. Ketenteraman yang muncul setelah menerima hidup apa adanya merupakan salah satu bentuk "potensi tertinggi" yang bisa diraih oleh seorang manusia.

Socrates, Marx, Hegel, Baudelaire, Fitzgerald, Hemingway, Bukowski ... hanyalah beberapa nama pemikir dan penulis beken dari ratusan lainnya yang senantiasa berpikir dan menulis dalam kondisi mabuk. Mereka memandang dunia sebagai tempat yang penuh kesengsaraan, kekerasan serta kematian. Namun hidup tetap harus dijalani dengan tegar dan berani.

Bahkan dalam aliran sufisme, kondisi mabuk karena konsumsi alkohol ataupun substansi lain yang memabukkan, bisa disebut "masturbasi batiniah". Ritual itu terkadang boleh dilakukan, namun jika berlebihan, maka akan membahayakan. Bagaimanapun, para penganut aliran ini secara tidak langsung mengatakan bahwa zat psikoaktif dalam ritual itu memberikan manfaat psikologis, yakni dengan cara mengembangkan dan memperdalam keinsafan spiritual.

Yama menutup ibadah sorenya dengan doa setelah shalat, kemudian masih dengan mulut komat-kamit berdzikir, wanita tersebut melipat telekung.

Lantas dia menoleh ke arah Kidung yang masih rebah melamun.

"Shalat, Dung?" tanya Yama.

Kidung mengangguk sambil bangkit. "Kamar mandinya di mana?"

"Di sebelah kamar ini."

Selagi Kidung ke kamar mandi, Yama menemui ibunya.

"Ibu, ayo shalat dulu," ajak Yama lembut sambil mengelus kepala Ibu. "Abis shalat enak deh, adem rasanya."

Ibu tidak menanggapi. Yama tidak menyerah.

Yama tahu, Ibu termasuk orang yang tidak dikenakan kewajiban beribadah, sebab mentalnya sedang terganggu. Namun, setelah beberapa hari belakangan Yama selalu mengajak ibunya rutin menunaikan shalat dan mendengarkan al-Qur'an, suasana hati Ibu jadi lebih stabil.

Ibu tidak lagi keluar rumah, jalan-jalan tak tentu arah, ataupun marah-marah pada bapak-bapak di masjid. Ibu juga lebih komunikatif, bisa menjawab pertanyaan Yama, walaupun jawabannya terkadang ngawur.

"Ayo, ibuku yang cantik," bujuk Yama mesra. "Shalat dulu yuk, nanti abis shalat Yama pijitin."

"Ini hari apa?" Tiba-tiba Ibu bertanya.

Biar Saja Rusuh di RanjangWhere stories live. Discover now