#4. Perlihatkan Wujud Aslimu

19 3 0
                                    

Sekarang aura perempuan itu terasa begitu dingin, juga terkesan menakutkan. Air mukanya sedatar kolam beku, cenderung keruh, sebab bibirnya sering kali melengkung ke bawah dan alis tebalnya nyaris terpaut. Dia tidak memulai obrolan, bahkan berkomentar basa-basi pun enggan, dan tidak acuh terhadap situasi di sekelilingnya.

Padahal Yama remaja dalam ingatan Kidung merupakan gadis murah senyum.

Kidung masih ingat betapa lepas dan kerasnya tawa Yama, dan karena gelak yang terlalu keras itu, dulu Yama kerap ditegur guru. Sirene ambulan, speaker masjid, bor beton — Yama mendapat banyak julukan karena kebisingannya. Pokoknya seingat Kidung dulu Yama sangat ekspresif, jago melawak, dan pandai bermain peran.

Jika Yama mempertahankan karakter urakan itu, mungkin sekarang dia sudah jadi orang beken di Indonesia, yang tampil di berbagai talkshow dan acara komedi di televisi.

Atau setidaknya dia sudah jadi influencer bercentang biru dengan jumlah followers minimal ratusan ribu di media sosial.

"Udah, gitu doang ngobrolnya?" pancing Kidung penasaran.

Yama agak mendongak untuk memandang Kidung, tetapi dia tidak mengatakan apapun lagi.

"Emang gak mau ngebahas yang lain, selain tentang Pak Joko?"

Yama hanya tarik napas panjang.

"Saya izin ke toilet dan ke toko buku dulu," ucapnya seraya bangkit. "Nanti Mas Kidung chat saya aja kalo Pak Joko udah dateng."

"Kamu tega ninggalin aku sendirian di sini?" Kidung sedikit berkelakar supaya mereka lebih akrab. Yama tertegun bingung. Dahi perempuan itu semakin mengerut.

"Sebentar aja kok, Mas."

"Berapa lama?"

"Lima menit."

"Ah, kelamaan!"

Kini raut wajah Yama dan caranya memandang lebih mengekspresikan rasa jijik ketimbang bingung. Kidung menelan ludah. Bukan maksudnya membuat muntab Yama.

"Bercanda, Ma." Kidung tertawa canggung. "Silakan, take your time."

Yama pun berlalu. Kidung bergidik dan menggosok lengan. Kenapa dingin sekali perempuan itu?

Kidung bertanya-tanya, kira-kira di mana Yama sembunyikan karakter Si Gori muda yang riang dan tidak kenal malu itu?

Terkenang akan karakter yang selalu menimbulkan huru-hara di sekolah itu — perempuan gila mirip gorila yang selalu rusuh, panik, latah, berlari kian-kemari dikejar guru, keluar-masuk ruang BK karena bukannya mencatat malah menggambar pada jam pelajaran — Kidung terkekeh seorang diri.

Anehnya Kidung sedikit merindukan Si Gori.

Andai Yama tidak berubah, Si Gori pasti akan menjadi teman yang tidak pernah membosankan.

Sebuah ide timbul di benak Kidung.

Ide yang absurd, tetapi membangkitkan antusiasme yang sudah lama tidak Kidung rasakan.

'Kayaknya gue harus mengembalikan karakter asli Yama alias Si Gori!' Kidung membatin. 'Berhentilah kau berpura-pura, Yama! Dan perlihatkan wujud aslimu, dasar siluman gorila betina! Ha-ha!'

***

Pak Joko dan tim marketingnya, calon klien Sagacity dari sebuah perusahaan semen, tiba di mall itu tepat pukul tiga sore.

Mereka pindah lokasi, dari restoran Vietnam ke sebuah kafe.

Pertemuan itu berlangsung sampai mall tutup pukul sepuluh malam. Usai membuat janji temu untuk minggu depan, Pak Joko dan tim pun undur diri. Berdiri bertiga bersama satpam di lobi mall, Kidung dan Yama menunggu pengemudi taksi online menjemput mereka.

Biar Saja Rusuh di RanjangWhere stories live. Discover now