Bagian 8 - Langit Itu Sangat Indah

2 1 0
                                    

Bagian 8— Aku melihat Neil yang mengajak diriku untuk berteduh. Aku melihat wajahnya berbentuk oval, dengan matanya yang berwarna hazel, hidungnya sangat mancung, serta pipinya terlihat agak chubby. Dia sangat tampan.

Rasanya canggung untuk berteduh dengan orang asing. Tak lama hujan mulai reda. Kulihat matahari di langit yang sudah mulai menghilang perlahan-lahan.

"Tunggu Kaviya," ucap dirinya, "Maukah kamu berteman denganku?"

Aku terdiam sejenak memikirkan bahwa ada seseorang yang ingin berteman dengan diriku. Awalnya aku ingin menolaknya.

Aneh, sangat aneh.
Ada seseorang yang ingin berteman denganku.
Betapa anehnya.
Jika aku berteman dengan dirinya dan dia mengetahui sisi lain dariku, apakah dia akan tetap mau berteman denganku?
Apakah aku bisa berteman dengannya?

Aku mencoba sekali lagi kesempatan yang sangat langka ini. Berani membalikkan badanku, menatap wajahnya, lalu menganggukan kepala menandakan aku setuju.

"Iya," batinku.

Malam hari, aku memikirkan lagi bahwa ada seseorang yang ingin berteman dengan diriku. Aneh rasanya. Aku selama ini tidak memiliki teman, jadi bagiku itu aneh ada yang ingin mengajakku untuk menjadi teman.

Tidak lama, terdengar seseorang membuka pintu.

Aku bergegas menuju ke ruang tamu, lalu melihat ayahku sudah terlentang di lantai.

"Huh, bau alkohol," batinku.

———
Kringgggg.

Bunyi alarm terdengar begitu keras di dalam kamar Kaviya. Kaviya beranjak dari tempat tidurnya, merapihkan tempat tidur, memasak makanan, lalu mandi.

Kaviya memakai rok panjang berwarna abu-abu polos, baju kemeja sekolah berwarna putih polos, dilengkapi rompi kotak-kotak di luarnya. Mengikat rambutnya menjadi kuncir kuda. Memakan makanan nya, lalu bergegas menuju halaman rumahnya mengeluarkan sepeda milik nya. Dirinya meninggalkan rumahnya menuju sekolah.

Tidak butuh waktu lama, dirinya sudah berada di sekolah.

Bel berbunyi.

Saatnya mata pelajaran fisika dimulai.

Guru mengajukan beberapa pertanyaan, dan semuanya di jawab oleh Neil dengan mudahnya.
Sementara itu, Kaviya hanya terdiam menatap ke arah jendela.

Neil menengokkan kepalanya ke arah Kaviya. Dia menatapnya.

"Aku harus mengakrabkan diriku kepadanya. Aku harus bisa kembali ke tahun 2024," batin Neil.

———
Aku menghampiri Kaviya pada waktu istirahat.

"Apakah kamu mau berkeliling taman di dekat danau denganku?" ajakku.

Dia mengalihkan pandangan nya ke arah diriku. Melihat wajahku, lalu menganggukan kepalanya.

"Baiklah, terima kasih. Sampai jumpa nanti," kataku.

Hugo melihat diriku yang menghampiri Kaviya. Terlihat jelas raut wajahnya sangat ingin tahu terhadap situasi tersebut. Hugo menghampiri diriku.

"Wah, ada apa dengan dirimu? Kau mengajaknya berkencan ya? Hmm aku mencium bau-bau akan ada yang menjalin hubungan. Benarkan? Kamu mengajaknya berpacaran?" tanya Hugo penasaran.

"Aish, pergi sana," ucapku.

"Wah sepertinya benar dugaanku. Wah, kamu ada kemajuan Neil," ejek Hugo.

"Dugaan apa? Ayo, lebih baik kita ke kantin!" kataku sambil menjewer telinganya.

"Aaaaa. Sakitttt," kata Hugo, "Aaaaaaaaaaa. Sakit. Sakit. Maafkan aku."

The Time We LovedWhere stories live. Discover now