Bagian 5 - Apa itu Bahagia?

8 2 0
                                    

Bagian 5—  Kaviya Candrima bersemangat pergi menuju sekolah barunya. Dia sekarang berubah statusnya menjadi siswi menengah atas.

Kaviya mengeluarkan sepedanya, lalu mengendarainya. Dia melihat sekeliling yang dipenuhi dengan berbagai pohon, dan bunga yang bermekaran dengan sangat cantik.

Kaviya memarkirkan sepedanya, dan bergegas melihat papan pengumuman. Dia terkejut menemukan dirinya memasuki kelas ilmu alam. Tepatnya kelas 10 Ipa 1. Kaviya begitu senang, karena dirinya bisa memasuki kelas yang diidam-idamkan dirinya. Dirinya terkejut melihat IQ nya bisa mencapai 120.

Tidak lama, ada seseorang berteriak.

"Siapa siswa kelas 10 Ipa 1 yang bernama Neil Aster Archer?" teriak seorang siswa.

Neil mengangkat tangannya.

"Wow! Gila! Dia pemilik IQ tertinggi di sekolah ini. IQ dia 168. Menakjubkan! IQ nya 168," ucap siswa tersebut.

Kaviya hanya terdiam kaget mendengar ada seseorang jenius di kelasnya, tampak tidak begitu antusias. Dia tampak tak peduli, dan bergegas menuju ke kelas.

Siang hari, waktunya istirahat. Kaviya mengeluarkan kotak bekal yang sudah dia siapkan. Kaviya beranjak pergi dari kelas menuju taman sekolah. Dia duduk di kursi taman, membuka kotak bekalnya, lalu memakannya. Seekor anak kucing berwarna oranye mendekatinya memberi tanda kelaparan. Kaviya memberikan satu buah nugget kepada kucing tersebut.

"Kamu terlihat kelaparan sekali. Ini aku berikan satu buah nugget. Maaf ya anak kucing, aku hanya bisa memberikan segini," ucap Kaviya.

Neil beranjak dari kelas menuju kantin sekolah. Dia melihat seseorang perempuan memberikan makanan kepada anak kucing yang menggemaskan.

"Terima kasih orang baik," batin Neil.

Sore hari, waktunya pulang sekolah. Kaviya mengendarai sepeda menuju rumah.

"Hari ini sangat baik. Semoga hari berikutnya juga," gumamnya.

Sesampainya di rumah, Kaviya memakirkan sepedanya di halaman depan.

"Aku pulang," ucap Kaviya.

Kaviya bergegas menuju dapur. Tampak cucian piring yang menumpuk. Dia membersihkan satu per satu. Dia melihat tumpukan botol miras di meja makan yang letaknya tak jauh dari dapur.

"Huh, apa yang dia lakukan? Dia mabuk-mabukan lagi?" ujarnya.

Kaviya mengambil handuk, mandi, lalu memakai baju. Tidak lama, seseorang mengetuk pintu.

"Halo, apakah pak Jericho ada di dalam? Pak Jericho anda belum membayarkan hutang. Saya tahu anda ada di rumah!" teriak orang tersebut.

Brakkk.

Terdengar beberapa barang yang dipecahkan.

"Apa lagi yang dia lakukan?" ucapnya sambil menghela napas.

Kaviya bergegas menuju pintu utama, lalu membukakan pintu.

———
"Iya? Mengapa ribut sekali," kataku.

"Hey, jalang! Ayahmu kemana? Lagi dan lagi, dia belum membayarkan hutangnya. Dia sudah menunggak 3 bulan ini! Kalo tidak, aku akan menjual dirimu saja hahahah. Aku tau dirimu sangat cantik, pasti sangat laku!" goda penagih hutang.

"Lepas tidak! Itu bukan urusanku. Tanyakan saja kepada orang itu! Sebelum kau menjualku, aku pasti akan membunuhmu!" bentakku.

Laki-laki itu menampar pipiku. Aku menampar balik wajahnya. Orang itu mengepalkan tangannya seolah-olah bersiap ingin meninjuku. Tak butuh waktu lama, tinjunya mendarat tepat di pipi kananku. Aku mengambil botol miras yang tak jauh letaknya, memecahkannya, dan mengambil serpihan kaca. Terlihat darah mengalir dari tanganku. Aku berusaha melindungi diriku dengan mengancam akan membunuhnya, lalu bergegas pergi meninggalkan rumah.

Orang-orang di sekitarku melihat wajahku yang dipenuhi luka lebam. Mereka melihat diriku sebagai sosok menyedihkan. Aku hanya terdiam merenung, mencoba menenangkan hidupku yang kacau. Aku memutuskan pergi ke apotek terdekat, mengobati luka, dan bergegas menuju perpustakaan untuk menenangkan diri.

"Apakah kamu baik-baik saja? Wajahmu dipenuhi lebam, dan luka" tanya seorang pustakawan di depanku.

Aku menganggukan kepala seperti tidak terjadi apa-apa pada diriku, lalu mencari tempat duduk.

Satu jam aku hanya terdiam menatap luka yang ada pada tanganku. Memikirkan apa memang hidupku seharusnya begini?

Setelah itu, aku bergegas pergi menuju danau yang ada di sekitarku. Melemparkan batu, menangis, lalu pulang menuju rumah.

"Aku pulang!" ucap diriku.

"Tampaknya ayah belum pulang, apakah dia bermain judi lagi?" keluhku.

Tak lama, muncul seseorang yang membuka pintu utama.

"Hey Viya! Tolong siapkan minuman untuk diriku!" pekik orang itu.

Aku mengambil gelas, menuangkan air mineral dari dispenser, dan memberikannya.

Brakk.

Ayah melemparkan gelas itu.

"Aku bilang ambilkan minuman seperti itu, dasar gila!" racau Ayah.

"Kau mau mabuk lagi! Ayah kapan kamu berubah! Ayah sudah mabuk dan ingin mabuk lagi! Oh iya, lebih baik ayah bayar hutang dari pada ayah mabuk tidak jelas begini!" keluhku.

Aku bergegas menuju kamar, dan menguncinya.

———
Pada waktu yang bersamaan, Neil tidak bisa tidur. Dia terus memikirkan caranya agar dia kembali ke tahun 2024. Neil tidak bisa tidur, lalu memutuskan pergi menuju minimarket terdekat. Dia membeli mie lalu menyeduhnya. Tak lama muncul kilasan tentang seseorang perempuan yang tersenyum melihatnya. Orang itu hanya menatap Neil. Kilasan itu tampak tidak begitu jelas. Neil kembali mengalami sakit kepala yang luar biasa akibat melihat kilasan itu.

"Aah. Sakit. Sakit!" seru Jae-won sambil menarik rambutnya.

Neil mulai menangis sesenggukan.

"Kenapa ini terjadi padaku?  Mengapa aku selalu melihat kilasan ketika berada di tahun ini? Aku ingin pulang," ucap Jae-won menangis.

The Time We LovedWhere stories live. Discover now