22. Cinta-cintaan

Start from the beginning
                                    

"Ayo kita cinta-cintaan, kamu mau dicintai gaya apa, By?" ajak Husain.

"Memang ada gayanya?"

"Ada dong. Gaya F1, gaya bebas, gaya kupu-kupu, gaya Marc Marquez, gaya ugal-ugalan juga ada, itu yang biasa aku pakai. Atau kamu mau request gaya lain?"

Husna tersenyum membuat Husain ikut tersenyum dan mencubit pipinya pelan. "Gitu dong, senyum. Jangan nangis terus, nanti kuntilanak pohon nangka kalah eksis sama kamu karena lebih sering kamu yang nangis dibanding dia."

Husna terkekeh lalu menyusut hidungnya yang basah. Tidak sampai tiga detik, senyumnya kembali hilang.

"Husain, sebenarnya, aku lihat orang asing waktu kejadian kepala kucing itu," ucap Husna tiba-tiba.

"Siapa?"

"Aku ga lihat jelas, dia sedikit lebih tinggi dari aku dan kurus, pakai sarung sama jaket hitam. Waktu aku pulang ngaji bareng Dara, aku lihat dia lari ke bagian tempat jemur di belakang asrama. Aku yakin dia bukan santri di sini."

Husain diam sebentar, deskripsi yang Husna katakan terlalu umum. Kurus dan tinggi, memakai sarung dan jaket. Hampir semua santri memiliki sarung, pun santriwati juga banyak yang memiliki sarung dan jaket hitam.

"Kenapa ga bilang dari awal?" tanya Husain.

"Aku awalnya ga yakin dan sebenarnya sekarang juga masih ragu itu pelakunya atau bukan, tapi beberapa hari lalu, aku lihat dia lagi di dekat teras belakang lari kebun dan aku lihat ada ini di teras belakang." Husna bangun dan membuka laci nakas lalu mengambil sesuatu seperti obat di dalam botol kaca yang dia temukan.

"Cewe atau cowo?" tanya Husain meneliti botol itu.

"Ga tau, aku lihat dari belakang."

Husain mengangguk, "nanti biar aku cari tau dulu," ucapnya lalu memeluk Husna dan menyuruhnya untuk segera tidur.

Keesokan harinya, Husain seperti biasa sholat subuh di masjid dilanjut mengaji sampai fajar naik. Sekitar pukul enam, dia baru pulang untuk bersiap sekolah dan sarapan terlebih dahulu. Saat masuk ke kamar, Husain terdiam melihat Husna.

"Ucen," panggil Husna. Husain mengedip lalu masuk dan menutup pintu.

"Kamu yakin?" tanya Husain diangguki Husna.

Husna tengah duduk di ranjang menggunakan seragam sekolahnya.

"Kalo kamu ga bisa gapapa, Sayang. Jangan sekolah dulu, kita coba pelan-pelan aja." Husain duduk di kursi menghadap Husna.

"Aku mau sekolah, tapi kalo ada yang ketawain aku, kamu tonjok dia, ya?"

Husain terkekeh dan mengangguk lalu memeluk Husna. "Terima kasih, aku tau kamu hebat."

Husna melepaskan pelukan mereka dan menyuruh Husain untuk bersiap, Husain mengangguk dan segera mengganti bajunya, setelahnya mereka keluar untuk sarapan sebelum nanti pergi ke sekolah.

Selesai sarapan, Husain dan Husna duduk di teras ndalem, Husna terlihat gugup, tapi Husain terus menenangkan Husna.

Husain berdiri saat melihat Dara dan Cia kemudian memanggilnya.

"HUSNA!" pekik Dara dan Cia bersamaan, mereka hendak mendekat dan memeluk Husna tapi ditahan Husain.

"Enak aja peluk-peluk," ucap Husain menarik tas Dara dan Cia agar menjauh, keduanya mendengus membuat Husna tersenyum. Husain berbicara dengan Dara dan Cia, menitipkan dan meminta mereka untuk mengawasi Husna.

"Nanti istirahat aku jemput ke gedung santriwati ya," ucap Husain diangguki Husna sebelum Husna dan kedua temannya pergi. Setelah mereka pergi, Husain kembali ke dalam, ada yang harus dia lakukan terlebih dahulu.

Harsa HusnaWhere stories live. Discover now