Chapter 9 - Tuhan ... Aku Titipkan Orang-Orang yang Kucinta

Zacznij od początku
                                    

"Nggak juga, Dzar. Lo emang udah jelas fokus pada Di. Gue juga jelas sangat mencintai Ell. Kita sama-sama sudah menemukan perempuan yang kita cintai, kita juga sama-sama tahu masalahnya adalah perbedaan agama, mengingat gue juga otw mualaf. Tapi kita gak mencoba nyari pembenaran atas masalah kita soal pernikahan beda agama, karena kita sama-sama sepakat atas hukumnya. Kita juga gak memaksakan diri kita sendiri move on buat cari muslimah yang akan kita jadikan istri. Tergantung kepribadian deh kayaknya, Dzar. Ya ... meski opini lo juga bener, bisa juga ini soal prioritas." Abidzar membenarkan hal tersebut, ini tergantung orangnya saja.

"Terkadang gue ngerasa lebih mudah menemukan anak Tuhan yang taat daripada muslimah yang taat," ujar Abidzar dengan mata yang menerawang jauh, dia mengungkapkan isi hatinya.

"Diandra contohnya." Abidzar menyebutkan dengan sungguh nama perempuan yang dia cintai, sekaligus adik dari Radi, sahabatnya.

"Halah! Lo terlalu fokus sama adek gue jadi muslimah-muslimah di sekitar lo tampak blur semua. Cuma ada Di doang di mata lo mah." Radi berdecak tidak habis pikir dengan pikiran sahabatnya itu. Hanya ada adiknya di mata Abidzar, dari mulai Diandra lahir hingga hari ini.

"Lo harusnya dukung gue, Rad! Tapi lo selalu jengah kalau gue bilang gue mencintai Diandra. Terkesan ucapan gue hanya bualan semata di telinga lo!" kesal Abidzar, karena sahabatnya ini terkesan tidak setuju dia dengan Diandra sejak dulu.

"Gue dukung, Dzar. Kapan gue bilang gak dukung lo sama Di?" tanya Radi serius. Abidzar menegakkan duduknya, dia kira Radi benar-benar serius tidak merestuinya untuk mendapatkan hati Diandra.

"Tapi gue mau lo coba cari dulu yang seiman, Dzar! Sebagai seorang abang, gue seneng kalau adek gue dapetin pasangan yang baik kayak lo. Terlebih kita sudah bersahabat sejak kecil, bahkan orang tua kitapun bersahabat. Gue tahu betul bibit bebet bobot lo. Lo sangat memenuhi kriteria adek ipar gue." Radi tertawa kecil menyelingi pembahasan tentang adiknya dan sahabatnya.

"Gue tahu banget kalau bersatu diatas perbedaan keyakinan itu tidaklah mudah. Belum lagi lo harus berjuang mendapatkan restu Abi dan Papah. Dengan perbedaan kalian gue yakin Abi dan Papah tidak akan semudah itu memberikan restu. Beliau berdua sama-sama taat pada keyakinannya." Abidzar menghela nafas dalam, dia memahami apa yang Radi khawatirkan.

"Jalani saja dengan ikhlas, seperti saat ini kita yang tidak terlalu ngebet nyari orang lain untuk kita jadikan pelarian. Gue selalu percaya, hubungan itu harus realistis tapi juga harus ada cinta di hati kedua belah pihak." Abidzar menarik sudut bibirnya lebar, tersemat senyum indah di wajah tampannya.

"Lo selalu dewasa banget, Rad! Lo emang Abang gue yang paling keren." Abidzar langsung merebahkan dirinya kembali, kali ini dia menjadikan pangkuan Radi sebagai bantalannya. Radi tidak menolaknya, dia malah terkekeh dan tangannya secara otomatis mengelus kepala Abidzar sayang.

....

"Papamu pasti protes, Bang. Pulang dari luar kota malah nginep di rumah Abi." Adijaya menyimpan secangkir susu hangat untuk Radi, pagi yang sejuk sangat pas ditemani dengan minuman hangat. Radi tertawa mendengar ucapan tersebut.

"Orang-orang rumah lagi keluar kota, Bi. Besok mereka baru balik, biasalah nurutin Di yang ngambek gara-gara Papah terlalu sibuk seminggu kemarin." Adijaya ikut tertawa, dia bisa membayangkan masnya itu akan pasrah jika sudah berhadapan dengan anak perempuannya.

"Rumah sepi banget yah kalau weekend gini, Bi?" Kediaman Kusuma memang masih sepi pagi ini.

"Seperti tidak tahu Idzar dan Riza saja, Bang. Mereka akan bangun siang kalau libur. Kalau Umi, Abi suruh tidur lagi abis Abi ajak lembur soalnya." Radi sampai tersedak susu yang sedang dia minum mendengar akhir kalimat Adijaya. Sementara sang tersangka tertawa lebar, ya bagaimana lagi itu kegiatan rutinnya.

RADIAN (PREQUEL OF ABANG)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz