55 | Hidup Untuk Apa?

Start from the beginning
                                    

Bus kini berjalan lancar tanpa halangan suatu apapun.

"Jadi... dari sejak kapan lo ngintilin gue kayak anak ayam di belakang?" tanya Rea memecah hening di antara keduanya.

Nata mendengus. Tebakan Rea walau kedengarannya benar, Nata selalu menghindari dan mengatakan kalau Rea terlalu percaya diri.

"Gue cuma nggak mau lo kenapa-kenapa. Sendirian lagi. Kalo tadi lo bener-bener jatuh karena kebanyakan ngelamun, gimana coba? Makanya gue ngawasin dari belakang."

Mungkin sekarang bukan untuk pertama kalinya Nata terang-terangan mengungkapkan kekhawatirannya tanpa beban apapun, seolah kata-katanya mengalir begitu saja.

Rea tidak mempermasalahkan saat kedua tangan yang masih bersentuhan itu, perlahan saling bertautan di sepanjang jalan.

•••

Lauren, Zara, Audrey diikuti yang lainnya melambaikan tangan ke arah Rea dan Nata di antara kerumunan-kerumunan ribuan remaja yang berbondong-bondong memasuki stadion. Keadaannya tidak saling desak-desakan karena ada petugasnya. Namun, kebisingan di sana mendominasi suasana area stadion itu.

Mereka ternyata sudah berkumpul dan menunggu kedua pasangan pura-pura itu di salah satu tempat. Ternyata di sana juga ada Devon, mungkin itulah yang membuat Karin keliatannya lebih bersemangat sekarang.

Hanya Rea yang membalas lambaian teman-temannya, sementara Nata tiba-tiba mengulurkan satu tangan di depannya. Rea menatapnya bingung begitu tangannya diturunkan. Langkah keduanya melambat. Gadis itu ragu-ragu saat memahami maksud Nata, mungkin agar dia membalas uluran tangannya?

Pelan-pelan, Rea membalas uluran tangannya hingga telapak keduanya saling bersentuhan untuk yang kedua kalinya semenjak tadi.

Nata menatap Rea terkejut. Padahal bukan itu yang dia harapkan sekarang.

Laki-laki itu mendengus geli, sebelum tertawa. "Maksud gue, tas lo siniin. Biar gue yang bawain. Biar ringan." Nata tidak menepis tangan Rea begitu kalimatnya keluar.

Mulut Rea menganga. Gadis itu merutuki kebodohannya dalam hati, kenapa juga dia berpikiran kalau Nata ingin menggandengnya lagi? Tangannya dilepas gugup, bukannya Rea melepaskan tasnya justru dia berkata, "Nggak apa-apa, kok, gue bisa bawa sendiri. Lagian ini isinya cuma HP, dompet, cuci muka sama lip tint doang. Jadi nggak berat. Nggak usah lebay." Vokal Rea terdengar cepat dan lugas, dan jelas terselip kegugupan di sana.

Gadis itu mempercepat langkahnya agar tidak berlama-lama dengan Nata karena malu atas kejadian tadi. Demi apapun, Rea ingin menghilang dari bumi sekarang juga. Dia berpura-pura antusias saat sampai dekat dengan teman-temannya, merangkul mereka bersahabat dan menggiring masuk. Menyembunyikan rasa malunya terhadap Nata yang masih jauh di belakangnya.

Nata mengerakkan kepalanya sekali ke samping, gemas karena tingkah gadis itu yang tertebak sekali.

Jujur saja, melihat Nata dan Rea datang bersama dan tadi bergandengan seperti itu, diam-diam menyayat hati Devon.

•••

Momen malam itu adalah momen terindah bagi Rea, apalagi datang beramai-ramai dengan teman-temannya. Tapi yang lebih mengindahkan momennya adalah saat-saat di mana Rea berdua saja dengan Nata. Walaupun tadi konser di stadion itu kelewat ramai dan berisik seiring musik berdentum memeriahkan acara, tapi rasanya dunia saat itu hanya milik berdua.

Nata dan Rea begitu dekat dan kompak saat keduanya bersamaan melambaikan tangan dan lompat-lompat tidak jelas menikmati konser band Dewa 19. Seolah menonton konser sudah menjadi kesukaan keduanya.

Teman-teman mereka yang lain juga tak kalah semangatnya menikmati konser. Ada satu yang justru terlihat kurang menikmatinya.

Padahal tujuannya ikut-ikutan, mahal-mahal membayar tiket hanya ingin bertemu Rea dan menikmati konser berdua dengannya, tapi ternyata gadis itu terlihat lebih ceria saat di dekat Nata. Devon kalah garis keras. Laki-laki itu terkejut saat tiba-tiba Karin nyaris terjatuh di depannya, kalau saja laki-laki itu tidak menangkap pinggangnya.

NATAREL (SELESAI✔️)Where stories live. Discover now