38 | Perkara Cokelat

22 10 3
                                    

"Bukannya gue mau minta lebih. Gue juga pengen kayak yang lain, bisa hidup normal."

"Ibu. Cuma itu yang gue harapin. Tapi dia nggak bakalan ngelakuinnya buat gue."

"Hanya karena tiap orang ngelakuinnya, dan karena itu wajar dilakukan, bukan berarti mudah. Hidup sebagai seorang Ibu keliatannya mudah, sampe-sampe semua orang bisa. Tapi, sebenarnya itu sesuatu yang luar biasa."

"Biasanya tuh cowok suka mikir aneh-aneh ngelihat tubuh cewek."

"Terus kalo lo? Lo mikir apa ngeliat baju gue transparan?"

"Jangan samain gue sama cowok-cowok lain."

"Jadi lo bukan cowok?"

"Lo perlu bukti? Lo mau ngeliat, gue cowok apa bukan?"



Peraturan yang dibuat Oma di rumah makin ketat saja. Rea sudah tidak diizinkan pergi ke mana-mana kalau tidak ada tujuan yang penting, tidak boleh berhubungan dengan lelaki dulu kalau belum lulus sekolah, tidak boleh keluar malam-malam. Mungkin semenjak kejadian malam itu. Rea muak mengingatnya lagi.

Kini, yang bisa dilakukan gadis itu hanya mengurung diri di dalam kamar. Hidup tanpa ponsel, tanpa laptop, tanpa hiburan, tanpa teman tongkrongan. Dan semua itu terasa sangat membosankan. Rasa bosan itu dia isi dengan membaca komik di malam harinya. Karena kalau siang, Rea tidak pernah bisa istirahat saat ada Oma. Harus disuruh bersih-bersih. Bahkan, orang yang biasanya bertugas membersihkan rumah tiga kali seminggu sudah Oma suruh resign setelah dibayar lebih.

Rea mengobrak-abrik jajaran koleksi komik dan novelnya. Komik yang baru saja dibacanya sudah tamat dan masih gantung. Rea ketagihan episode selanjutnya, tapi dia belum menyewanya lagi. Sebenarnya, komik-komiknya itu komik sewaan. Tidak semuanya, sebagian miliknya sendiri. Sudah berapa lama Rea belum mengembalikannya? Rea menghela nafas. Tatapannya ke arah pintu hampa.

Jam masih menunjukkan pukul delapan malam. Oma pasti tengah menonton TV. Tidak punya pilihan lain, Rea mengunci pintunya.

Memutar otak saat menatap jendela kamar, lalu bergantian dengan selimut tebal di atas ranjang. Membulatkan tekad.

Peraturan yang Oma buat bukannya ditaati justru dilanggar.

•••

Selimut Rea menjuntai sampai lantai bawah dari kamarnya. Gadis itu kini sudah siap untuk kabur dengan satu ransel sedikit tebal berisi komik-komik kesukaannya. Baru saat hendak menurunkan satu kakinya, terdengar sebuah ketukan dari pintunya yang dikunci.

"Re." Suara Mike pelan tapi masih terdengar. "Ini gue. Bukain, dong."

Rea menghela nafas pasrah, mengurungkan niat menurunkan kakinya. Dia kembali melangkahkan kaki ke kamarnya menuju pintu. Memutar kunci dan membukanya.

Mike berekspresi kesakitan dan terbatuk saat kelima jemarinya mengelus-elus tenggorokan. "Lo mau ke mana?" tanyanya, menyadari Rea membawa ransel tapi masih dengan piyama tipis dan sendal kamarnya yang berbentuk cute.

Rea melirik belakang Mike yang tidak ada orang. Menarik paksa satu tangan Mike yang menganggur, masuk kamar. Menutup kembali pintu sebelum mengangkat telunjuk di depan bibir, seolah menyuruh Mike agar tidak bersuara.

NATAREL (SELESAI✔️)Where stories live. Discover now