special chapter

12.7K 401 11
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
.
.
.
.
.

Lantunan suara takbir telah bergemuruh memenuhi setiap sudut kota. hari kemenangan umat islam telah tiba. semarak kebahagiaan ikut melengkapi indahnya suasana idul fitri. namun tak ayal pula, tak sedikit orang yang menangis saat mendengarnya. entah sedih karena ramadhan telah usai atau karena merindukan sesosok orang terkasih yang telah pergi mendahului.

" Abba, Zein ingin ikut pergi ke masjid, " ujar Zein meloncat-loncat kegirangan.

" Yang benar? abba pergi ke masjid pesantren, Zein. nanti abba pulang lebih malam, " ujar Gus Varo.

" Tidak apa abba. aku ingin menemani abba di sana, " balas Zein tak melunturkan senyumannya.

" Zein, jangan merepotkan abba di sana! Zein yakin ingin tetap ikut dengan abba? tidak mengantuk? " tanya Ning Ziya memastikan.

" Ummah, Zein janji tidak akan merepotkan abba, " jawab Zein meyakinkan Ning Ziya.

" Kamu tenang saja sayang. Zein akan aku atur. kamu tidak perlu khawatir jika Zein mengantuk nanti, " tutur Gus Varo menatap dalam istrinya.

" Tapi kamu tidak keberatan jika aku tinggal berdua dengan putri kita bukan? " sambung Gus Varo sedikit merasa khawatir.

" Tidak mas. jika kamu lupa, aku sudah biasa, " balas Ning Ziya menenangkan suaminya.

Berbicara mengenai putri, balita itu sudah berumur empat bulan sekarang. pipi gembul merah jambunya begitu menggemaskan. tak lupa bulu mata lentiknya yang diturunkan dari sang ibu.

Ingin tahu siapa nama permata kecil keluarga mereka?

Malaika Ghaziya Calandra. jika banyak yang mengatakan bahwa Zein adalah duplikat Gus Varo, maka hal tersebut juga berlaku kepada Cala. namun hanya saja Cala merupakan duplikat dari Ning Ziya sendiri. bola mata cokelat milik Ning Ziya menurun kepada gadis kecil itu.

" Mas akan usahakan untuk pulang lebih awal dari yang mas katakan tadi, " ujar Gus Varo.

" Cala jangan merepotkan ummah! nanti setelah pulang dari pesantren, akan kakak bawakan permen cokelat, " celetuk Zein mencium gemas pipi merah jambu adiknya.

" Jangan terlalu banyak memakan cokelat, Zein! " peringat Ning Ziya.

" Zein mirip dengan kamu sayang. sama-sama pecinta cokelat, " ucap Gus Varo terkekeh kecil.

" Tidak ummah, aku janji, " ujar Zein dengan begitu lucu dan dibalas anggukan kecil dari Ning Ziya.

" Mas, aku sebelum kamu pergi jangan lupa bawa kue keringnya juga! aku sudah siapkan di atas meja ruang tamu, " ucap Ning Ziya menginterupsinya.

" Iya sayang. aku berangkat sekarang saja. kamu berhati-hatilah di rumah. kunci semua pintu dan jangan buka pintunya jika bukan aku yang meminta, " tutur Gus Varo.

" Iya mas. tolong sampaikan maaf kepada ummah karena aku tidak bisa ikut pergi "

" Na'am ya humaira, " ucap Gus Varo menatap lembut manik mata istrinya.

" Abba ayo pergi! aku sudah tidak sabar, " celetuk Zein menarik-narik ujung baju kokoh sang ayah.

" Sabar Zein. jangan lupa pakai jaketnya! karena kamu sendiri yang meminta untuk memakai motor. diluar sedang dingin, " peringat Gus Varo.

Guliran Tasbih Aldevaro [Segera Terbit]Where stories live. Discover now