"Ayo masuk dulu, nanti ada yang lihat," ajak Husain mengandeng Husna untuk masuk. Husna tidak menolak. Mereka masuk dan langsung ke kamar Husain.

"Kamu kenapa?" tanya Husain.
"Husain hiks.. di depan pintu asrama ada kepala kucing mirip Ucul hiks.. aku kira itu Ucul."
"Innalilahi, kepala kucing gimana maksudnya?"
"Aku ga lihat jelas, tapi itu kepala kucing terus darahnya banyak hiks.."

Husain langsung memeluk Husna yang masih memeluk Ucul.

"Tunggu di sini sebentar, aku kasih tau Mbah dulu," ucap Husain diangguki Husna.

Husna masih menagis sambil memeluk Ucul, bersyukur jika Ucul baik-baik saja. Tidak sampai lima menit, Husain sudah kembali.

"Mbah Nyai lagi ke asrama, katanya beberapa Ustadzah juga udah di sana," ucap Husain kembali duduk di sebelah Husna.

Husna mengangguk lalu menyusut wajahnya. "Husain, boleh ga Ucul tidur di dalam? Di dekat pintu belakang aja, nanti kalo dia pup atau pipis, aku yang bersihin."

"Boleh Sayang, aku udah bilang sama Mbah, boleh dibawa masuk tapi cuma di kamar aku, biar Ucul tidur sama aku."

Husna kembali mengangguk dan berterima kasih, setelahnya mereka sama-sama diam. Husna terus mengusap kepala Ucul sampai kucing itu tertidur di pangkuannya.

"Husna."
"Husain."

Mereka saling memanggil berbarengan lalu diam, dengan isyarat, Husna menyuruh Husain untuk berbicara terlebih dahulu.

"Aku minta maaf, Na. Kamu benar, akhir-akhir ini aku terlalu berlebihan. Maaf, aku ga tau kenapa kaya gitu, dan aku ga maksud ancam kamu, itu cuma bercanda. Maaf ya Unaa, mau kan maafin Ucen?"

Husna cemberut lalu memukul Husain pelan. "Tapi kamu marah-marah terus, tadi juga tarik aku ke lapangan."

"Maaf Sayang, aku suka kesal kalo kamu ga nurut. Maaf ya?"

Mengangguk pelan, Husna akhirnya memaafkan Husain. "Maaf juga, kamu pasti cape ya kasih tau aku? Malu ya punya istri kaya aku?"

"Engga dong, masa malu. Aku cuma kesal aja kalo kamu ga nurut, tapi aku ngerti kok. Cuma kalo bisa, pas aku kasih tau sesuatu yang benar itu didengar dan dituriti, ya?"

"Hm."
"Hm apa?"
"Iya!"

Husain terkekeh lalu memeluk Husna.

"Terima kasih Ibu."
"Kok Ibu?"
"Kamu kan Ibunya Ucul."
"Ih ga mau!"

Husain kembali terkekeh. "Atau mau dipanggil Mommy? Biar aku dipanggil Daddy."

"Dih!"

"Kenapa? Kita main rumah rumahan, kamu Mommy, aku Daddy, anaknya si Ucul."

"Makin hari makin gila."

Husain tertawa lalu melapaskan pelukannya.

"Lantai asramanya lagi dibersihin, kamu di sini dulu ya, nanti kalo udah bersih baru ke sana. Aku mau keluar dulu sebentar."

Husna mengangguk membiarkan Husain keluar, dia diam di kamar dan memindahkan Ucul untuk tidur di kasur. Husna juga ikut berbaring sambil memainkan ponsel Husain karena dia tidak melihat ponselnya di nakas.

Husna tertawa pelan saat melihat aplikasi kalender pengingat haid, saat dibuka ternyata tanggalnya sama dengan bulanan Husna.

Husna melihat aplikasi lainnya, dia merasa bebas karna Husain juga pernah mengizinkannya untuk melihat semua isi ponselnya. Tidak ada yang aneh, di galeri kebanyakan foto Husna, pesan di sosial media juga tidak dibalasi Husain.

Harsa HusnaWhere stories live. Discover now