BAB 5 : Muak.

17 1 0
                                    

Happy reading 🌹

-

-

-

-

-

****

"Baru pulang kamu?" Ucap seorang pria paruh baya dengan nada dingin.

Juli sempat menoleh sekilas menatap tak minat meja makan, disana terlihat pria paruh baya yang selama ini Juli hindari selama ia dewasa. lalu ia pergi menaiki tangga menuju kamar nya dan tak menanggapi pertanyaan Arkan Alkana, Ayahnya.

"JULI RAYEN ALKANA! AYAH LAGI NGOMONG SAMA KAMU!" Teriak Arkan dengan penuh amarah.

Juli berhenti dan berdecih pelan. Dan menatap kembali ayahnya dengan tatapan datar, "Kalo iya emang kenapa?"

"Kamu ga liat ini jam berapa hah?! Darimana saja kamu?! bukannya jagain adik adik kamu. Kamu malah keluyuran ga jelas!" Bentak Arkan, dengan ber api api.

"Loh? Tumben ayah peduli? Biasanya juga boro boro mikirin aku, pulang aja jarang."

Arkan lantas mendekat kearah putra sulungnya dengan tatapan yang penuh dengan amarah lalu...

Plak!

Bunyi tamparan yang begitu nyaring, sehingga siapa pun tau jikalau tamparan yang diberikan Arkan sangat lah kuat.

Juli memegangi pipinya yang terasa panas, lalu menatap ayahnya dengan tatapan tajam. Ia memang sudah terbiasa dengan bentakan dan tamparan Ayahnya, akan tetapi Juli tetap saja merasa kecewa apabila ayahnya itu bermain fisik kepadanya.

"Kenapa yah? Ngerasa tersinggung aku bilang gitu? Emang gitu kan kenyataan nya? Ayah ga pernah mikirin perasaan mama, dan juga adik adik aku yang lain yah! Yang ayah tau cuman uang dan obsesi ayah akan kehormatan!" Teriak Juli dengan lantang, dirinya begitu jijik dengan manusia didepannya ini yang tak lain dan tak bukan adalah ayahnya sendiri.

"CUKUP!!"

Itu bukan suara Arkan maupun Juli, itu suara Ibunya yang kini menatap sedih kearah mereka.

Wulan mendekati putra sulungnya dengan raut khawatir dan langsung memeluk Juli, lalu setelah melepaskan pelukan dari putranya kini ia menatap nyalang sumianya, "Kamu apain lagi anak aku? Ga puas kamu nyakitin aku?"

"Tapi dia duluan yang--"

"Udah cukup Ar, aku izinin kamu dateng lagi disini supaya hubungan kamu sama anak aku baik, bukan malah kaya gini." Wulan menyela ucapan Arkan lalu ia menarik pergi putranya menuju kamar anak sulungnya itu.

Juli hanya bisa terdiam, ketika tangan nya ditarik begitu saja oleh sang mama. jujur saja, ia terlalu lelah untuk melihat perdebatan keluarga mereka yang selalu seperti itu. Untung saja kedua adiknya sekarang sedang dirumah nenek mereka, jikalau mereka ada Juli yakin mereka akan menangis meraung raung melihat dirinya ditampar oleh Ayah mereka.

Kini Juli dan mamanya sampai dikamar pribadi miliknya, lalu dengan cepat mamanya itu mengambil kotak obat dan dengan telaten mengobati pipinya yang kini membiru.

Hidden Love Место, где живут истории. Откройте их для себя