"Aku tak menyangka kau akan menjawab begitu. Kau sangat keras kepala ya? Kepribadian itu sepertinya memang tidak bisa dihilangkan dari dulu," kekeh wanita itu. Saat dia tertawa, aura keanggunannya memancar dengan cepat.

Aku mengangkat sebelah alisku ketika mendengarnya menyebutku 'keras kepala. Sebenarnya tidak begitu, aku hanya merasa pesimis untuk melakukan apa yang wanita itu katakan.

"Aku... hanya mengharapkan perdamaian, tetapi semesta menuntut ku untuk mengakui perpecahan," ucapnya kemudian. Terlihat senyum getir di wajahnya.

"Tapi nyatanya, kau bukanlah tokoh utama dalam kisah ini. Tugasmu hanyalah menjaga agar sang tokoh utama berhasil mencapai perdamaian di Alvlora. Hanya dia yang dapat menyatukan semuanya. Dan sekali lagi, tugasmu hanyalah menjaganya. Salah satunya dengan menyatukan hati sang kristal," ucap wanita itu dengan raut wajah tenang.

Aku semakin tidak mengerti.

"Bagaimana caraku menjaganya jika aku tidak tahu siapa orangnya?" tanyaku pelan.

Wanita itu terkekeh pelan sembari memegang dadanya yang mungkin terasa sesak. "Aku tidak percaya kau adalah diriku. Ternyata aku memang sebaik itu ya, sampai aku tak tahu harus melakukan apa untuk sekadar percaya pada mereka semua," ucapnya.

Aku tertegun. Dia adalah diriku? Tadi Lazyra pun juga mengatakannya. Mungkinkan aku reinkarnasi mereka? Tapi apa hubungannya dengan pertanyaanku tadi?!

Wanita itu menarik kepalaku mendekat, sekedar menyatukan kening kami berdua. Dan pada saat itu, aku merasa sesuatu yang hangat mengalir dalam tubuhku.

"Kau mungkin akan mengalami hal yang lebih berat dariku," lanjutnya, ia lalu melepaskan penyatuan kening kami.

Melihat raut wajahnya yang tampak khawatir, tiba-tiba aku teringat teman-temanku di sana. Apa semua manusia yang menghilang itu juga karena Lazyra?

"Kalau dia mengincar kristal kenapa manusia di bumi banyak yang menghilang? Kenapa dia tak langsung mencari kristal-kristal itu?" tanyaku penasaran.

"Ya. Lazyra dengan sengaja membuka portal dimensi antara dunia ini dengan Alvlora. Tidak ada yang tahu apakah mereka masih hidup atau sudah mati," ucap wanita itu.

"Namun yang jelas, dia akan membuat mereka tergabung dalam pasukan perangnya," lanjut wanita itu dengan ekspresi tegang.

Aku pun ikut tegang karena ucapannya. Bulu kudukku bahkan meremang ketika kata perang terucap dari mulut wanita itu.

Namun di sisi lain, masih ada harapan bagiku dan teman-teman untuk membawa mereka yang menghilang kembali. Meskipun rasanya mustahil.

"Sudah saatnya," gumam wanita di hadapanku dengan senyuman tipis.

"Apa?"

Pada saat itu juga aku menyadari kalau tubuhku perlahan mulai menghilang menjadi butiran cahaya kecil.

Jadi ini adalah saatnya kami berpisah. Tapi aku masih tidak yakin dengan apa yang harus kulakukan setelahnya. Apa aku bisa?

"Lalu bagaimana denganmu?" tanyaku sedikit panik karena tubuhku benar-benar akan menghilang setelah ini.

Dia hanya tersenyum pahit. "Lilyna. Itu namaku. Panggil aku jika kau butuh bantuanku nantinya," ucap wanita itu dengan napas memburu. Kurasa aku telah membuatnya terlalu banyak bicara di saat kondisinya memprihatinkan.

Sebelum menghilang sepenuhnya, aku melihat wanita itu kembali tersenyum lebar lalu mengatakan padaku untuk tak perlu takut pada apa yang akan terjadi nantinya.

The Miracle Of CrystalsWhere stories live. Discover now