BM - 41

3.8K 330 22
                                    

Happy Reading!!!

***

“Lama banget lo, Yo!” delik Bian yang sudah merasa bosan menunggu kedatangan sahabatnya satu itu.

“Ya maaf, salah lo sendiri kenapa gak ngabarin dulu sebelumnya.”

“Mana kita tahu kalau lo mau pergi. Lagian lo dari mana sih? Biasanya juga jam segini lo baru bangun tidur.” Sewot Bian yang di tanggapi Mario dengan dengusan pelan.

“Itu ‘kan biasanya, Bi. Bukan berarti selamanya akan begitu,” jawabnya ringan. “Hidup itu harus ada perubahan,” lanjutnya.

“Cih, sok-sokan! Kayak yang pernah bikin perubahan aja dalam hidup lo, Yo, Yo.” decih Nathael sembari menggeleng-gelengkan kepala prihatin. Namun bukan tersinggung, Mario malah justru tertawa dan mengambil duduk diantara teman-temannya begitu belanjaannya dengan Aruna selesai ia bereskan.

“Lah ini gue lagi berusaha, El,”

“Dan, perubahan apa yang sedang lu usahakan?” kali ini Nathan yang menimpali. Sepertinya sahabatnya satu itu menyadari keseriusannya, bikin Mario tersenyum dan memberi atensi penuh pada papa baru anak satu itu.

“Hidup lebih baik,” jawab Mario yakin. “Gue mau buang semua dendam yang selama ini tersimpan, dan belajar memaafkan segala kesalahan yang selama ini orang tua gue perbuat.”

“Lo yakin?” lagi Nathan yang bertanya.

“Iya. Selama ini gue hidup dalam kebencian. Sekarang gue ingin belajar memaafkan. Bukan karena nyokap udah berada di pangkuan Tuhan, tapi karena gue sadar dendam hanya bikin hidup gue penuh kesakitan. Gue mau buat perubahan. Gue mau hidup lebih nyaman.” Katanya sungguh-sungguh.

“Lo senang ibu lo sudah meninggal?” kembali Nathan melempar pertanyaan dan kali ini bukan hanya Mario, Bian dan Nathael pun turut menolehkan kepalanya, menatap Nathan dengan kening mengerut bingung. Sesaat Mario mencerna kalimat yang sahabatnya itu berikan sebelum kemudian segaris senyum Mario lukiskan.

“Tidak ada siapa pun yang senang dengan kematian. Apalagi yang meninggal orang tua sendiri. Gue akui, selama ini gue membenci wanita itu. Gue benci sosok yang sudah melahirkan gue ke dunia tapi tidak sama sekali mencurahkan kasih sayangnya. Tapi melihat bagaimana keadaannya kemarin gue lega dia menghembuskan nafas terakhirnya,”

“Kenapa?” Bian menyela.

“Dia begitu lemah. Kesakitan nampak jelas di wajahnya. Bokap bilang wanita itu sudah dari lama minta untuk di relakan. Tapi Bokap gak mengizinkan. Di tambah lagi dengan keinginannya untuk bertemu gue belum tercapai, dia berakhir memutuskan untuk bertahan. Tapi itu bikin dia harus menjalani berbagai pengobatan. Wanita itu bilang dia lelah. Maka dari itu gue lega setelah dia menghembuskan nafas terakhirnya. Setidaknya sekarang dia tidak perlu lagi menjalani pengobatan yang menyiksanya. Dia tidak perlu lagi menahan kesakitannya. Dia sudah bebas dari penyakitnya.” Dan Mario berharap sang mama bahagia di sisi Tuhannya.

“Gue memaafkannya, El, Bi, Nath,” liriknya pada satu per satu temannya. “Gue memaafkannya.”

Apalagi setelah tahu bahwa ternyata ibunya sudah sejak jauh-jauh hari menyesali perbuatannya, wanita yang telah melahirkan dan pernah berusaha membunuhnya itu sudah menyadari kesalahannya dan berniat memperbaiki semuanya.

Tadi, di rumah yang ibunya maksud di dalam surat, Mario menemukan kebenarannya. Ia menemukan jawaban atas keegoisan ibunya yang selama ini tidak begitu dirinya pahami. Dan di rumah itu akhirnya Mario tahu bahwa ibunya tidak seburuk yang dirinya kira selama ini. Ibunya hanya korban dari keegoisan dan kebodohan cinta.

Mario kira kisah cinta sahabat-sahabatnya paling menyedihkan dan menjengkelkan, nyatanya kisah cinta ibunya lebih dari itu. Berawal dari jatuh cinta pada pandangan pertama, ibunya yang dulu bercita-cita menjadi pelukis berakhir dengan menekuni dunia keartisan, dan itu gara-gara kekasih pujaannya terjun ke dunia seni peran. Di tambah dengan obsesi orang tua si pria yang ingin memiliki menantu dari dunia yang sama. Membuat Nara nekat belajar akting demi bisa menjadi artis dan bersanding dengan sang pujaan hati.

Usahanya tidak sia-sia, Nara berhasil menjadi artis dan di setiap aktingnya selalu di pasangkan dengan pria itu, hingga kabar mengenai hubungan mereka tercium media dan membuat keduanya semakin di puja penggemar yang mengidolakan mereka.

Di nobatkan sebagai pasangan ideal yang membuat siapa pun iri, tentu saja bikin Nara bahagia dan merasa bangga. Namun kejadian tidak terduga membuat Nara terpaksa harus berpisah dengan kekasihnya.

Firman. Laki-laki itu sudah menyukai Nara sejak mereka sama-sama SMA, tapi Nara tidak menghiraukannya. Lalu setelah tahun berlalu dan Firman masih dengan perasaannya yang sama, dia yang tahu seperti apa sebenarnya kekasih Nara berusaha mengambil Nara dari pria bajingan yang tidak pantas wanita itu puja. Dan Firman berhasil, dia meniduri Nara di saat kesempatan datang padanya.

Nara awalnya tidak terima, tapi karena keadaannya yang berbadan dua mau tak mau Nara akhirnya menikah dengan Firman. Awal-awal pernikahan memang membuat Nara tertekan, tapi pelan-pelan semuanya berubah. Firman membuat Nara nyaman dan berakhir mau menerima pernikahannya. Sayangnya kekasih Nara datang lagi di usia Mario yang baru genap tiga belas bulan.

Pernikahan Nara dan Firman yang masih seumur jagung berhasil di goyahkan. Kesalahpahaman demi kesalahpahaman mulai terjadi diantara pasangan suami istri itu. Sampai akhirnya keretakan itu datang.

Nara berkali-kali meminta cerai, tapi tidak Firman kabulkan. Hal itu bikin Nara marah, di tambah dengan bujuk rayu kekasihnya yang terbilang menjelek-jelekan suaminya. Di sana Nara mulai membenci suaminya, pernikahannya, dan apa yang terjadi padanya.

Setelah percobaan pembunuhan itu Nara baru sadar bahwa apa yang kekasihnya katakan tidaklah benar. Menjadi artis bukanlah impiannya, itu hanya obsesinya terhadap sang kekasih saja. Dan di sana Nara merutuki kebodohannya. Di sana Nara sadar telah membuat kesalahan sampai akhirnya Nara tidak bisa mempertahankan kewarasannya dan berakhir di rumah sakit jiwa.

Semua karena ketololannya sendiri. Kecintaannya bikin Nara mudah di perdaya. Semua yang terjadi bikin Nara mengutuk dirinya sendiri, dan menyesal sepanjang hidupnya.

Mengetahui kisah itu jujur saja Mario geram. Ia ingin sekali memaki-maki ibunya yang bodoh itu, tapi kemudian Mario sadar, cinta memang kadang bikin manusia hilang akal. Dan di saat seperti itu, tidak akan ada satu pun nasihat yang masuk. Mario pernah menyaksikan teman-temannya. Segala nasihat ia berikan, tapi berakhir dengan emosi sendiri.
Itu bikin Mario paham kisah orang tuanya. Dan merasa lega pada akhirnya.

Sikap ibunya memang membekas, tapi setidaknya Mario tahu bahwa semua bukan atas keinginannya sendiri. Bukan ibunya yang pantas ia benci, melainkan laki-laki sialan yang telah menghasut ibunya untuk melakukan segala kejahatan itu.

Mario berjanji akan membuat bajingan itu membayar penderitaannya selama ini.

“Baguslah kalau begitu. Gue dukung perubahan lo, Yo. Lo harus hidup lebih baik,” ucap Nathan sembari memberikan tepukan di pundak sang teman sebagai bentuk dukungan.

“Meskipun nyokap lo udah gak ada di dunia, setidaknya dia gak meninggalkan lo dengan kesalahpahaman yang selama ini lo anggap benar. Orang tua lo menyayangi lo. Itu poin utamanya ‘kan?”

Dan Mario mengangguk membenarkan. “Thanks, El, berkat lo gue akhirnya tidak terlambat.” Iya, meskipun bukan Nathael yang mendorong dan meyakinkannya untuk menemui sang mama, tapi berkat kalimatnya, ia mau mempertimbangkan.

Meski singkat, setidaknya ia diberi kesempatan untuk mendengar langsung ungkapan sayang dari ibunya. Ia bisa mendengar langsung pengakuan ibunya yang selama ini sempat ia pertanyakan.

“Mama menyayangi kamu, Mario. Sangat menyayangi kamu.”

Itu saja sudah cukup untuk Mario.

***

Ah, akhirnya Mario berdamai sama masa lalunya ...

Jangan jadi pedendam lagi ya, Yo ...
🤗🤗🤗

Jangan lupa ramaikan komentarnya ya guys ..

See you next part!!

Bed MateNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ