Tidak terasa, adzan asar sudah berkumandang, Husna keluar kamar untuk mengambil wudu. Tiba-tiba, seseorang memegang bokong Husna membuat Husna kaget dan langsung berbalik. Siapa lagi kalo bukan Arya.

"Lepas, brengsek!" pekik Husna saat Arya sudah memegang pergelangan tangannya. Arya malah tertawa.

"Sok alim banget, padaha di pesantren juga jadi pemuas nafsu anak Kiai," ucapnya masih tertawa dan mencoba untuk memegang Husna.

Husna mendorong Arya sekuat tenaga dan berhasil terlepas, Husna berusaha untuk berlari namu gagal saat Arya menahan kakinya, Husna terjatuh dan menabrak meja.

"Kalo ga mau disentuh, bagi duit dong," pinta Arya.
"Kalo mau duit kerja, brengsek."
"Mulut kamu kurang ajar ya, perlu dikasih pelajaran."

Arya terus menarik Husna dan Husna berusaha menendang Arya. Laki-laki itu mencoba untuk memegang badan Husna di berbagai titik, Husna sudah menangis dan masih berusaha untuk melepaskan diri. Sampai Akhirnya Husna meludahi wajah Arya dan membuatnya ditampar.

"Sialan, mau main ludah ludahan hah?"

Husna mencoba untuk kabur. Arya menahan tangan kanan Husna dan memegang cincinnya. Arya tersenyum lalu dengan paksa melepas cincin Husna. Husna mencoba menahannya, tapi kalah tenaga dan kembali terjatuh, dengan secepat kilat Husna kembali ke kamar dan mengunci pintu. Arya menggedor pintu kamar Husna dengan keras sambil terus mengata-ngatai Husna.

Husna menangis dengan tubuh gemetar, ini bukan pertama kalinya Arya berlaku kurang ajar, karena itu Husna memaksa untuk masuk pondok, dia harus pergi. Husna mengambil tasnya lalu membuka jendela dengan sangat pelan dan keluar melalui jendela. Dia berhasil keluar dan menoleh sekali lagi ke rumah itu, berharap Tita akan baik-baik saja.

Setengah berlari, Husna memilih untuk menunggu di pinggir jalan raya. Dia hanya ingin bertemu dengan Ibunya, kenapa sulit sekali. Husna kembali menangis, dia mengeluarkan ponsel pemberian Husain lalu menelepon nomor Husain.

"Husain, jemput."

Hanya itu yang bisa dia katakan, Husna tidak sanggup untuk mengatakan kalimat lain atau mendengar suara Husain. Husna berjalan pelan ke tempat ramai, dia menunggu di depan minimarket, duduk di depannya sambil terus menangis.

Tidak sampai satu jam, Husain akhirnya sampai. Husain langusng berjongkok di depan Husna dan memegang bahunya, Husna terperanjat lalu kembali menangis saat melihat itu adalah Husain.

"Aku belum sholat asar," kalimat pertama yang Husna katakan. Husain mengangguk, menarik Husna untuk berdiri dan mengambil tas ransel yang dibawa Husna.

"Pakai dulu helmnya, aku lupa bawa helm, nanti di depan, kita beli helm buat kamu," ucap Husain sambil memakaikan helm kepada Husna. Husna hanya diam, tapi matanya tidak berhenti menangis.

Husain menjalankan motornya dengan pelan sambil mencari masjid dan berhenti saat melihat mushola kecil di pinggir jalan.

"Aku tunggu di sini ya," ucap Husain diangguki Husna. Husna masuk sendiri. Sedangkan Husain berjalan ke depan melihat sekeliling mencari toko helm terdekat.

Hampir sepuluh menit, Husna akhirnya selesai, Husain yang melihatnya menarik Husna pelan untuk duduk. Husain meneliti wajah Husna yang memerah, ada luka di keningnya, dan pipi sebelah kanan yang lebih merah seperti bekas tamparan.

"Penerbangan kita jam tujuh malam, kita langsung ke bandara aja ya?" tanya Husain.

Husna mengangguk, masih ada satu jam sampai waktu berbuka, mereka bisa berbuka di bandara. Husain memberikan helm yang baru dia beli dan memakaikannya kepada Husna. menarik Husna pelan untuk naik motor dan mereka langsung pergi ke bandara.

Harsa HusnaWhere stories live. Discover now