VI. Should I?

1.2K 245 224
                                    

Recommend to Listen :
Isabel LaRosa - Heaven

.

.

.

▪️▪️▪️

Haerin tahu titik lemahnya. Luka goresan itu lumayan dalam dan sedikit mengenai nadinya. Jungkook mengalami pendarahan yang cukup banyak. Untungnya Yoongi segera membawa Jungkook ke rumah sakit. Jika terlambat sedikit saja, makanya nyawa Jungkook bisa melayang. Kini pria itu terbaring lemas di ranjang rumah sakit. Lehernya mendapat beberapa jahitan dan ia tidak diperbolehkan bergerak terlalu banyak.

Ayah dan ibu Jungkook masih berada di Amerika untuk mengantarkan Joan sekaligus mengurus bisnis di sana. Begitu mendapat kabar tentang Jungkook, sang ayah langsung cemas sekaligus gelisah. Ia cemas mendengar kondisi putranya dan ia gelisah mendengar Haerin berhasil melarikan diri. Ia menyuruh para bawahannya dan kakak lelaki tertua Jungkook untuk mencari Haerin. Ayah Jungkook ingin Haerin segera dihabisi sebelum membuat kekacauan yang bisa merugikan Keluarga Jae.

Tunangan Jungkook datang ke rumah sakit untuk menjenguk. Namun kehadiran wanita itu tak dianggap penting. Jungkook mengacuhkannya dan malah sibuk berbicara dengan Yoongi yang menemaninya di sana.

Yoongi mematikan panggilannya dan menatap Jungkook. "Jin Hyung dalam perjalan kemari." Ia mengusap-usap lengan Jungkook. "Cepatlah membaik, Jungkook-ah. Jangan membuatku cemas," ucapnya acuh tak acuh. Dibanding temannya yang lain, Jungkook memang lebih dekat dengan Namjoon dan Yoongi sebab ketiganya sama-sama bekerja dalam lingkup entertainment.

Jungkook memegangi perban yang menutupi lehernya. "A-apa ada... kabar dari Hyung t-tertuaku? S-soal Jalang itu?" Lehernya sakit sehingga kalimatnya agak terbata.

Yoongi menggeleng.

"S-shibal!" BRAK! Jungkook menggebrak ranjangnya dengan kesal.

"Tenanglah. Ayahnya memang konglomerat tapi dia sudah tak dianggap putrinya lagi. Bahkan dulu saat kau mematahkan bahunya dan dia pergi mengadu ke ayahnya, ayahnya malah mengusirnya, 'kan? Ayahnya sudah tak peduli padanya, dia tak punya siapa pun. Dia tak mungkin pulang dan mengadu pada ayahnya."

"T-tapi tetap saja, Hyung. Aku t..tidak bisa tenang sebelum melihat j-jasadnya."

"Dengar. Dia kabur dengan kondisi yang tidak baik-baik saja. Semoga saja dia mati di jalan dan dimakan anjing liar."

Beberapa menit kemudian pintu ruang rawat itu terbuka. Seokjin masuk dengan raut wajah cemas. Pria itu baru saja pulang latihan menembak untuk olimpiade minggu depan. Ia yang tertua di geng itu. Ia adalah ketua gengnya, jadi wajar ia merasa bertanggung jawab atas semua kawan-kawannya.

"Yak." Seokjin langsung menatap leher Jungkook. "Kau baik-baik saja?"

"Kondisinya sih baik, cuma dia terlalu mencemaskan Jalang itu." Yoongi yang menjawab.

"Jalang sialan. Berani-beraninya dia melukaimu seperti ini," geram Seokjin. "Lihatlah. Lukamu sampai separah ini, Jungkook-ah. Kau merasa sakit?"

Jungkook menggeleng.

Yoongi menoleh ke arah pintu. "Hyung, di mana yang lain?"

"Entahlah. Aku sudah mengirim pesan di group chat, tapi yang baca hanya kau saja, Yoon. Yang lain tidak ada yang baca. Aku sudah mencoba menelepon Namjoon, Hoseok, dan yang lain, tapi tidak diangkat. Antara masih sibuk atau belum pulang kerja."

"Tapi mustahil kalau tidak ada yang baca selain diriku. Mereka lebih fast respons dariku." Yoongi berpikir sejenak. "Lalu, Jimin? Dia pengangguran kaya banyak acara. Ya, yang pasti acara tak jelas. Hari-harinya sibuk di bar dan berjudi. Harusnya bisa datang untuk menjenguk. Coba aku telepon." Yoongi mengambil ponselnya dan mencoba menelepon Jimin.

Leodric's Ecstasy [M] ✔Where stories live. Discover now