BAB 24

229 30 0
                                    


Apa Emma benar-benar tidak peduli padanya lagi? Liam berusaha menelan gumpalan besar kekecewaan yang dirasakannya ketika melihat Emma hanya menunduk menatap piringnya, tanpa memandang ke arahnya lagi.

Aku seorang dokter, Em! Liam ingin meneriakkan kalimat itu keras-keras dari seberang meja. Ia selalu membayangkan Emma akan menatapnya bangga begitu wanita itu tahu profesi apa yang dipilihnya. Bukankah dulu Emma pernah berkata bahwa dia penasaran dengan jalan hidup yang akan dipilihnya?

Wanita itu benar-benar berubah, pikir Liam kesal. Sedari tadi Emma hanya sibuk menghadiahi senyuman kepada Steven dan Rajit. Malahan sekarang pria pirang sialan itu tampak membisikkan sesuatu di telinga Emma, membuat wajah wanita itu tersipu malu.

Liam menusuk sesuatu di piringnya dengan geram, tanpa mengalihkan pandangan dari Emma.

"Oh, God, she's here," Carol mengerang pelan di dekatnya, lalu berbisik. "Aku enggak melihat dia datang tadi."

Liam mengikuti arah pandang Carol, dan ikut mengerang. Amira berjalan menghampiri meja mereka, tampak terkejut ketika melihat Emma. Emma juga terpaku ketika menatap wanita itu. Senyum licik perlahan mengembang di bibir Amira.

Liam langsung memelototi Carol, menyalahkan wanita itu atas pengaturan tempat duduk mereka yang benar-benar salah. Carol malah balas memelototinya, lalu menatap Amira dan Emma bergantian dengan pandangan khawatir.

"Wah, wah, lihat siapa ini..." kata Amira, berhenti di dekat kursi Emma. Wanita itu mengerutkan kedua alisnya dengan gaya berlebihan, terlihat pura-pura kesulitan mengingat nama Emma. "Hmm... Em-ma, kan?" tebak Amira.

"Amira," sapa Emma singkat.

Liam tersenyum ketika melihat Emma melanjutkan makannya dengan tenang, tampak tidak memedulikan keberadaan Amira.

"Wah... Kamu berubah sekali, Em. Aku pikir kamu akan datang mengenakan gaun Hello Kitty atau gaun pink atau sesuatu yang imut-imut seperti dulu," kata Amira, tertawa geli mendengar leluconnya sendiri.

Tangan Liam mengepal di atas meja. Carol menyentuh ringan lengannya untuk menenangkannya, sebelum kembali menatap Amira dan Emma.

Emma hanya tersenyum sambil menopang tangan di dagu dengan anggun, memandang Amira lekat-lekat. "Wah, Amira, kalau kamu... Sama sekali tidak berubah," sahut Emma, berhasil menyuntikkan sarkasme dalam kalimatnya itu.

Di sebelah Emma, Rajit tersedak menahan tawanya. Mata Amira menyipit, menatap Emma dan Rajit bergantian.

"You go girl!" Carol bergumam menyemangati sambil tersenyum lebar.

Sophie yang duduk di dekat Emma, tiba-tiba berseru lantang, "Guys, Emma is getting married!!"

Teman-teman sekelas mereka langsung bersorak dan bertepuk tangan, lalu sibuk memberikan ucapan selamat kepada Emma.

"Really, Em?" tanya Carol gembira, menatap Emma berseri-seri.

Emma tersenyum, menunjukkan cincin pertunangannya kepada Carol. "Beberapa bulan lagi," jawab Emma malu-malu. "Kalian semua aku undang."

Liam menatap Emma, terkejut. Selama ini ia tidak pernah berpikir kalau Emma mungkin saja sudah bertunangan atau bahkan sudah menikah. Sosok Emma dalam ingatannya selalu berpenampilan seperti anak kecil. Ia tidak pernah membayangkan Emma bisa berubah menjadi seorang wanita dewasa yang suatu saat akan menikah.

Wanita secantik itu tidak mungkin masih sendiri, batin Liam muram. Rasanya benar-benar aneh dan menyebalkan ketika semua hal tentang Emma berubah dan tidak lagi sesuai dengan bayangannya.

You're Still The One (COMPLETED)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora