BAB 9

204 28 3
                                    


Benak Emma mendadak kosong, namun jantungnya berdebar sangat keras. Apa yang barusan didengarnya?

Emma melirik Liam yang diam membeku. Ekspresi cowok itu begitu menyedihkan. Ia belum pernah melihat seseorang dengan ekspresi seperti itu seumur hidupnya. Emma merasakan air mata mulai menggenangi matanya. Ia cepat-cepat menghapusnya.

Seharusnya Emma langsung pergi begitu mendengar percakapan tentang Liam. Namun kejadian tadi begitu cepat dan kakinya menolak untuk digerakkan. Dan dalam satu tarikan napas, ia mengetahui sebuah rahasia keluarga Liam. Rahasia yang besar.

Emma tidak perlu menjadi orang jenius untuk tahu siapa yang berbicara di balik jendela itu. Tampaknya nenek Liam dan ibu Liam sedang bertengkar hebat tentang Liam.

"APA KAMU BILANG?!" Emma terlonjak mendengar nenek Liam berteriak marah.

"William bukan anak kandung Evan," ulang ibu Liam.

Untuk sejenak suasana hening. "Anak siapa dia?" Akhirnya nenek Liam bertanya dengan suara serak.

"Itu tidak penting," jawab ibu Liam singkat.

Terdengar suara tawa memilukan. "Kamu bilang tidak penting? Kalian berdua akan menerima ganjarannya karena sudah mempermainkan hidup seorang anak yang tidak berdosa seperti ini!" seru nenek Liam marah.

"Mama dan Papa yang menjodohkan aku dengan Evan! Padahal aku jatuh cinta dengan pria lain. Dia seorang pria Amerika keturunan Jepang yang aku kenal waktu aku kuliah di Hawaii. Tapi demi martabat keluarga kita aku harus meninggalkan dia dan menikah dengan pria yang sederajat dengan kita. Aku baru mengandung William ketika menikah dengan Evan."

Hening lagi. "Kapan Evan mengetahui semua ini?"

"Sejak awal. Aku bilang dia boleh berbuat sesuka hati dengan wanita lain. Begitu juga aku. Dari awal pernikahan ini adalah sebuah pernikahan bisnis. Jadi jangan salahkan aku saja, Mama juga harus disalahkan!" seru ibu Liam marah.

Lama tidak terdengar suara apapun dari balik jendela. "Pergi dari sini. Jangan pernah menginjakkan kaki di rumah ini lagi," Emma mendengar nenek Liam berkata lirih.

Ibu Liam tidak menjawab. Emma hanya mendengar suara langkah sepatu wanita yang berjalan pergi. Lalu suara itu terdengar semakin mendekati teras.

Mati aku! pikir Emma panik, celingukan ke kanan dan kirinya, mencari tempat untuk bersembunyi. Ia sudah mendengar sebuah rahasia keluarga yang tidak seharusnya ia dengar.

Namun sebelum ia menemukan tempat untuk bersembunyi, seorang wanita muda melangkah keluar ke arah teras. Wajahnya cantik dan penampilannya anggun. Wanita itu mengenakan gaun selutut berwarna biru langit. Suara hak sepatunya terdengar keras ketika ia menuruni anak tangga teras.

Ibu Liam terkesiap kaget ketika melihat Liam berdiri di dekat situ. Wajahnya tampak pucat dan bibirnya hendak mengatakan sesuatu, namun tidak jadi. Wanita itu menunduk, lalu menggelengkan kepalanya.

"I'm sorry, Liam," Emma mendengar wanita itu berkata pelan, lalu buru-buru masuk ke dalam mobilnya, dan melaju pergi dengan ban mobil yang berdecit-decit.

Emma memandang seluruh kejadian itu dengan tatapan tidak percaya. Apa-apaan itu? pikir Emma marah. Ibu Liam tidak cukup hanya meminta maaf kepada Liam. Berani-beraninya wanita itu meninggalkan Liam tanpa penjelasan seperti ini!

Menurut Emma jika ada hal yang lebih buruk daripada kebencian, hal itu adalah ketidakpedulian. Ibu Liam sepertinya tidak peduli sama sekali kepada anak kandungnya. Buat apa seseorang mempunyai anak kalau tidak bisa melindungi dan menyayangi anak itu? geram Emma dalam hati.

You're Still The One (COMPLETED)Where stories live. Discover now