Pemandangan menyegarkan mata

558 107 6
                                    

"Nggak bisa gitu, dong, Pa!" protes Zena saat ia berada di dalam kamar tempat kedua orangnya tidur masih di cottage itu. Dipa mengernyitkan kening, ia bingung kenapa Zena tak suka jika ia meminta Mandala bekerja di perusahaannya.

"Kenapa emangnya? Terserah Papa, lah!" Dipa tak akan mau kalah dengan anaknya, seperti biasa. Ia merebahkan diri di samping Letta yang sudah bersiap tidur setelah drama Zena mendadak hilang. Dipa memeluk mesra sang istri, lalu senyum-senyum sengaja membuat Zena kesal melihat kemesraan orang tuanya.

"Ck! Malah peluk-pelukan!" Zena mengusak kasar rambutnya. Ia keluar kamar lantas berjalan cepat dengan menghentakan kaki menuju cottage lain tempatnya menginap. Ia rapatkan jaket yang dikenakan karena udara malam sangat menusuk kulit hingga tulangnya. Kakinya yang terkilir sudah terasa tak sakit karena tadi Dipa mengurutnya dan Letta memberikan obat anti nyeri.

"Mbak, kok nggak tidur?" tegur Gita. "Besok pagi olahraga bersama sebelum sarapan dan kita pulang," lanjutnya. Zena duduk di kursi taman, ia mendengkus lalu cerita ke Gita yang justru merespon dengan senang karena Mandala akan bekerja di sana.

"Kenapa pada seneng, sih!" dumal Zena. Ia lantas mencepol rambutnya, menyisakan helai anak rambut yang jatuh pada tengkuknya.

"Ya seneng, lah, Mbak. Ada orang baru. Tidur yuk, Mbak, biar kaki Mbak Zena juga istirahat." Gita meninggalkan Zena masuk ke cottage karena ia tadi baru dari resepsionis meminta handuk tambahan karena kurang. Zena menolak, ia masih mau duduk sendirian di sana. Jarang-jarang juga menikmati suasana sepi dengan udara dingin.

Baru saja mau merasa sendiri, Mandala berjalan dengan santai. kedua tangan ia masukan ke saku sweater tebal yang dikenakan. Satu stel dengan celana training warna abu-abu tua.

"Udah jam sepuluh, kenapa belum tidur?" tegurnya. Zena menatap kesal. Mandala duduk di sisi kanannya menunggu Zena menjawab.

"Dala, bisa nggak sih, elo nggak usah sering mendadak nongol di depan muka gue?" tunjuknya ke diri sendiri.

"Jadi harus di belakang lo. Oke." Mandala berdiri pindah posisi di belakang Zena yang mengusap kasar wajahnya.

"Dulu lo paling suka gue peluk dari belakang, Zen, sekarang mau, nggak? Mumpung gue lagi baik."

Zena segera beridiri. Ia memutar tubuh menghadap Mandala yang tersenyum lebar.

"Sinting!" umpatnya. Zena berlalu namun Mandala menahannya dengan meraih pergelangan tangan Zena. "Apa lagi sih, Dalaaa ...," keluh Zena saking ia lelah menghadapi mantannya.

"Buat lo." Mandala mengeluarkan coklat merek kesukaan Zena. "Kacang almond sama satu lagi, milky." Coklat diletakkan di atas telapak tangan Zena lantas Mandala pergi meninggalkan gadis itu yang masih diam menatap.

"Heh! Kutu kupret! Mau lo apa, sih!" Suara Zena sedikit meninggi. Mandala memutar tubuhnya lalu tersenyum tanpa menjawab. Zena tak mau tau, pokoknya Mandala harus menjelaskan sejelas-jelasnya! Ia berjalan sedikit cepat walau masih sedikit pincang lalu tanpa sengaja tersandung jalanan tak rata. "Aduh!" Zena terjerembab. "Awww...," ringisnya karena kakinya sakit lagi ditambah menahan malu karena jatuh tak estetik di depan mantannya.

"Kan, jatuh, kan. Ngeyel, sih," ucap Mandala lantas membantu Zena berdiri. "Oh, mukanya aman. Masih cantik," tukasnya lagi tak lupa mengulum senyum.

"Rencana lo apa, sih! Balas dendam sama gue belum selesai? Gitu!" tegasnya.

"Sssttt! Jangan kenceng-kenceng. Kalau ada yang nguping, jadi ketahuan dong kita mantan. Bukannya lo takut cerita kita ketahuan banyak orang terutama orang tua lo?" Mandala memainkan kedua alis matanya naik turun.

"Terserah!" Zena meninggalkan Mandala yang hanya bisa terus tersenyum. Saat Zena sudah diambang pintu cottage, Mandala memutar kedua bahu Zena supaya gadis itu berdiri berhadapan dengannya.

Terjebak Mantan Belagu! ✔ (TAMAT)Where stories live. Discover now