Bab 14 || Perhatian

216 69 3
                                    

Masa iya dia orang pertama yang ngajakin gue pacaran? Sebenernya gue masih gak nyangka, jadi gini ya rasanya ditembak sama seseorang? Mana di pantai lagi pas ada sunset pula, syukur gue nggak mati pas ditembak. Batinku yang masih mencoba mengontrol perasaanku.

"Kenapa lo senyum-senyum sendiri? Yang gue bilang tadi bercanda kali, gak usah diambil serius." santainya.

"Maksud lo? Yang lo bilang tadi cuma bercanda doang?" tanyaku menatapnya tajam.

"Yaiyalah, gue cuma bercanda doang. Jangan-jangan lo baper lagi?" tebaknya dengan smirk andalannya.

Entah mengapa setelah mendengar jawabannya, sudut terkecil di dalam hatiku terasa pedih. Seperti sesuatu yang mengecewakan, tetapi kenapa aku harus kecewa?

Aku pun belum terlalu mengenalnya, jangan sampai aku menaruh perasaan padanya. Tapi aku merasa kesal padanya yang telah mempermainkan perasaanku.

Aku mengepalkan tanganku kuat-kuat, menyalurkan segala rasa kesal yang menyergapku. Aku sudah tak tahan lagi ingin menghujaninya dengan kata-kata kasar.

"Lo pikir perasaan gue itu mainan?! Bercandaan lo itu bener-bener gak lucu tau gak?! Gue gak suka ada orang yang mainin perasaan gue seenaknya! Ngerti gak lo?!" marahku sambil menunjuk di depan wajahnya.

Dia hanya terdiam menatapku yang masih menahan amarah. Sungguh aku tak suka ada orang yang mempermainkan perasaanku seenaknya saja.

"Gue gak bermaksud buat mempermainkan perasaan lo. Gue cuma pengen tau reaksi lo, seandainya gue ngajakin lo pacaran." ucapnya yang masih menatapku, memandangku dengan rasa bersalah yang amat terlihat jelas di matanya.

"Maksud lo apaan?!" ketusku dengan tatapan yang menyiratkan kekecewaan.

"Gue cuma pengen tau, lo itu punya perasaan yang sama ke gue apa nggak." dia menjeda ucapannya sesaat, dan aku masih terdiam menunggu kelanjutan yang akan ia ucapkan.

"Dan yang gue tau, lo belum punya perasaan yang sama ke gue. Gue bakal tunggu sampe semua perasaan lo bisa buat gue seutuhnya." ucapnya yakin sambil mengelus lembut rambutku.

Apa-apaan tingkahnya itu? Kenapa dia seolah-olah memiliki perasaan untukku?

Terlalu banyak hal aneh yang ada dalam diri Edwin, terlalu banyak hal misterius yang ia tutupi dariku. Entah kenapa semua yang ia tutupi sepertinya berkaitan denganku. Apa ini cuma perasaanku saja atau memang nyatanya begitu?

Tanpa sadar dahiku berkerut memikirkan ucapannya barusan, dan terpaku pada pemikiranku sendiri tanpa menghiraukan sesosok pria di hadapanku.

"Jangan terlalu dipikirin, jalani semuanya seperti biasa lo menjalani hidup." Tatapannya kembali sendu.

"Gue gak suka liat dahi lo berkerut." ucapnya lagi sambil mengusap-usap dahiku dengan lembut.

Aku terpana sesaat akan ucapannya. Jika dia sedang seperti ini, seolah-olah Edwin yang menyebalkan tergantikan oleh Edwin yang penuh dengan kelembutan.

"Gue harap, kita bisa mulai semuanya dari awal." ucapnya sambil mengelus pipiku sesaat.

Sampai saat ini aku belum paham apa maksud dari perkataannya. Terlalu sulit bagiku untuk mencerna setiap kalimat yang ia ucapkan. Terlalu banyak teka-teki dalam kata-katanya atau memang otakku yang tak sampai? Sungguh kepalaku pusing memikirkan semua ini.

"Udah malem, ayok balik." ajaknya padaku.

Aku masih termangu dan diam tak beranjak sedikitpun dari posisiku semula.

Kok gue gak ngerti apa-apa sih? Terus sekarang gue harus bereaksi kayak gimana? Gue harus seneng apa sedih nih? Gue sama sekali gak paham. Aku masih berusaha berpikir akan bereaksi seperti apa.

My True First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang