Dena di Kursi Depan

1 0 0
                                    

Terik matahari sore yang lebih menyengat dari biasanya itu membuat Dena curiga. Hujan petir pasti akan segera menyambut dalam beberapa jam ke depan. Setidaknya itu yang ia perkirakan. Karenanya, angkot jurusan ke rumahnya yang baru saja melintas di hadapannya itu langsung menjadi pilihan.

Bangku depannya kosong. Tumben, pikir Dena. Biasanya ada saja yang mengisi. Tanpa pikir panjang Dena langsung masuk dan duduk di sebelah sang sopir. Bersamaan dengan itu, seorang pengamen masuk dan mulai memetik gitarnya.

Sudah tiga pengamen hari ini yang Dena temui. Meski seringkali tidak tega, tapi uang di saku Dena menyadarkan dirinya untuk tahan memberi. Sebab, sisa uangnya memang hanya cukup untuk bayar angkot. Bangku depan sangat membantunya untuk mengurangi rasa segan karena tak memberi.

Seiring dengan genjrengan gitar yang berbunyi. Dena berpikir, "Pasti lagu religi atau lagu yang dinyanyikan asal. Namun ...."

Negeri indah dan permai
Setelah lama menjauh dari kampung halaman
Ingin kembali namun sulit 'tuk sampaikan
Tanah lahirku yang tak kunjung terlupakan
Meski tinggalkan, meski tak sampai
Harap tak kan hilang
Hingga nanti kupulang
Jangan kauhilang, Wahai kampung halaman!

Dena tertegun. Lirik yang dilantunkan oleh laki-laki muda itu sejujurnya belum pernah ia dengarkan. Lagu sendiri? Dena yakin akan hal itu. Emosi si penyanyi tumpah. Pengalaman? Mungkin begitu.

Dena merogoh kantung tas bagian depannya. Mengais sisa-sisa receh yang ada di sana. Menunggu pengamen itu mengulurkan tangannya. Namun, posisinya di depan. Agaknya tak banyak pengamen yang sampai meminta ke depan. Biasanya yang memaksa saja.

Namun, "Mas, lagu sendiri ya?" tanya Dena sambil menoleh dan tersenyum.

Sementara pengamen itu hanya tersenyum. "Iya, kak."

"Baguuuus!" puji Dena, "Semoga bisa cepat pulang kampung, ya!" Gadis itu memasukan koin-koinnya ke wadah botol yang ditempelkan pada gitar pengamen tersebut.

"Aamiin. Makasih banyak, Kak."

Nah, ini nih, pengamen yang seperti ini akan sangat menyenangkan. Bukan pengamen yang tiba-tiba naik dan duduk di bangku penumpang dan membuat kaget penumpang lain karena kedatangannya. Lalu mengoceh sambil mengatakan hal-hal yang kurang enak didengar atas dasar meminta belas kasihan.

Sebab, menyanyi itu menyenangkan. Terlebih lagu yang dibuat seorang diri. Ingin sekali menyampaikannya pada seseorang. Membuat mereka mendengarkannya. Lantas membuat senyum terukir ketika mendengarnya.

END

***

Bogor, 22 Februari 2024

Kimiiro Palette - NPC 29 Daily Writing Challenge 2024Where stories live. Discover now