Watashi dake no Himitsu da to Omou

4 1 0
                                    

Jam pelajaran seusai istirahat kedua. Rata-rata murid sudah ada di kelas sejak setengah jam yang lalu. Namun, ada saja siswa yang belum kembali. Nara tak tahu alasannya. Tapi yang jelas, ini membuatnya panik. Rio belum juga kembali ke kelas.

Kebiasaan, batin Nara. Jelas, ini bukan sekali dua kali Rio telat datang ke kelas. Laki-laki itu hampir selalu telat. Bukan, Rio bukan tipikal anak yang biasa melanggar aturan atau nasehat dari guru.

Gadis itu sendiri bingung harus menyebutnya apa. Mungkin, lebih tepat kalau temannya itu adalah anak yang super pasrah dengan kehidupan sekolah. Hal ini bukan karena ia bodoh, sebab nyatanya ia sangat pintar. Tapi kalau tidak tertarik dengan sesuatu, ia akan benar-benar mengabaikannya.

Seharusnya Nara tidak peduli dengan itu. Sungguh, ini tak ada hubungannya dengan Nara. Keberadaannya pun tak memiliki keuntungan baginya. Yang seperti itu pun bukan hanya Rio seorang. Namun, tetap saja selalu mengganjal di hatinya. Nara benar-benar gatal sampai ia sebal sendiri.

Kini, jam pelajaran terus berlalu tanpa disadari. Anak itu belum juga kembali. Dan entah bagaimana, suasana di kelas terasa tidak menyenangkan. Sampai, Bu Rika mulai membahas sebuah tugas kelompok.

"Untuk praktek drama dua minggu yang akan datang, kelompoknya sudah ibu bagikan berdasarkan tugas kelompok hari ini―"

Deg

Panik, sungguh Nara panik. Rio tidak masuk di satupun kelompok hari ini karena ia tidak datang ke kelas. Dengan kelakuannya yang seperti itu, Nara yakin kalau ia bisa saja tak pernah tahu tugas itu.

Akhirnya, dengan ragu-ragu Nara mengangkat tangannya. "Bu, maaf. Kalau yang nggak masuk ke kelas hari ini gimana?" tanya Nara cepat.

Bu Rika melirik sejenak dalam catatannya. Suasana hatinya hari ini agaknya kurang baik. "Terserah mau dimasukin ke mana kalau yang bolos. Gak bikin tugaspun gak masalah, ngasih nilai nol gampang," balasnya dengan nada yang jelas cukup membuat Nara merinding namun sedikit lega.

"Baik, Bu, nanti saya sampaikan," ucap Nara. Ya, setidaknya tidak akan ada yang curiga dengan pertanyaannya mengingat posisinya di kelas adalah wakil sekretaris―yang kebetulan orang mengiranya sebagai sekretaris karena saat kelas 10 dan 11 ia menjabat sebagai itu.

Penurunan sebagai wakil hanya alasan karena ia mengaku lelah dan niatnya bantu-bantu saja. Tapi di akhir, yang menjadi sekretaris utama adalah orang yang sama dengan sekretaris osis tahun ini sehingga Nara tetap menjalankan tugas seperti dulu.

Meski kadang sebal dan lelah, tapi selalu ada untungnya. Ya, meski bukan untung baginya, sih. Tapi setidaknya, ia bisa membantu mengawasi anak itu.

Pelajaran pun usai setelah pertanyaan -pertanyaan yang diajukan oleh siswa lain terjawab. Nara mengembuskan napas lega. Kini tugasnya yang tersisa hanyalah menyampaikan pada anak itu kalau ada tugas drama. Dan mau tidak mau Nara harus menyeret anak itu dalam kelompoknya.

Di mana? Kelas dah bubar

Pada akhirnya Nara mengirimkan pesan pada Rio. Di atas pesan itu pertanyaan yang hampir sama juga terkirim. Anak itu benar-benar tidak membuka ponselnya di luar kelas tadi.

"Sungguh Rio sekali," gumam Nara tanpa menyadari ada seseorang yang masuk ke dalam kelas.

"Kenapa Rio?"

Brakkk!

Sontak Nara membelalak kaget begitu melihat sosok yang dicarinya muncul sampai menabrak meja di belakangnya. Ia tidak sendiri, ada Andi bersamanya. Setan! batin Nara dengan napas terengah setelah tak sengaja memaki.

Sejenak―aku dengan perlahan―ia menetralkan jantungnya yang melompat tadi. Lantas, ekspresi wajahnya berubah, memandang Rio tajam.

"Dari mana lu?" tanya Nara ketus. "Nggak cek hp?"

Rio spontan merogoh saku hp-nya. "Mati hehe," kekehnya membuat Nara memutar bola matanya sebal.

"Dua minggu lagi praktek drama. Lu sama Andi juga udah gue masukin ke kelompok gue sementara. Terserah kalau mau pindah, bilang sama yang lain sendiri paling," jelas Nara kemudian mengangkut tasnya ke pundak.

"Makasih, Nar," ucap Andi yang sedang mengambil tasnya.

"Terus apa lagi?" tanya Rio.

Nara tak langsung menjawab. Ia melirik sejenak. Kemudian mengembuskan napasnya kasar. "Kurangin bolosnya, gue gak bisa―"

"Gak bisa?"

Nara tak bisa melanjutkan kalimatnya yang itu. Bisa-bisa Rio tahu kalau ia selalu mencari cara agar anak itu aman dalam pelajaran sampai daftar kehadiran sejak 2 tahun lalu.

"Pokoknya kerjain tugasnya!" tekan Nara yang kemudian berjalan cepat melewati Rio.

"Gak bisa bantuin gue kalau bolos lagi ya?" Pertanyaan yang seolah pernyataan itu terucap dari bibir Rio dengan santainya itu sontak membuat Nara terbatuk. Sungguh menyebalkan.

Jelaslah! Mana bisa ia terus-terusan membantu anak itu. Ia punya kapasitas sendiri dan sejak dulu pasti ada salah satu tugas Rio yang nilainya kosong. Dan itu di luar kemampuan Nara.

"Terserah," putus Nara sebelum akhirnya pergi meninggalkan Rio dan temannya yang sedari tadi seolah terlupakan keberadaannya.

Tanpa Nara sadar kalau di kelas tadi masih ada Kiki―salah seorang teman dekat Rio. Mengirimkan pesan pada Rio sepulang sekolah.

Tadi ke mana? Kelompok drama lu + Andi masuk sama Nara, ya. Tadi dia buru-buru bilang ke Bu Rika yang lagi marah. Lu sama Andi mau dikosongin nilainya.

***

Bogor, 14 Februari 2024

Kimiiro Palette - NPC 29 Daily Writing Challenge 2024Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang