4

18 0 0
                                    


masih pada bangun???









4.





Matahari belum sepenuhnya terbit. Namun penghuni kamar 404 di sebuah apartemen elit Jakarta Pusat sudah terjadi kegaduhan seperti pagi-pagi biasanya.

Deru napas berembus memenuhi ruang, bibirnya melafalkan bilangan diantara napasnya yang mulai memburu, tubuh tengkurap tanpa kaos yang disanggah kedua otot lengan tampak mengkilap basah. Badannya bergerak naik turun berulang dengan ritme konstan. Dari wajahnya yang rupawan, peluh mengguyur dan menetes ke lantai.

"... tujuh puluh lima, tujuh puluh enam, tujuh puluh tujuh..."

Dan seterusnya.

Ketika push-upnya menginjak angka seratus, ia pun menghentikkan gerak dan berangsur duduk. Menyambar botol air mineral yang sengaja dia siapkan dan diletakan di tempat yang mudah dijangkau. Pria itu mendongak, jakunnya bergerak naik turun saat berupaya menelan air, sementara napasnya masih bising bahkan ketika air di dalam botol itu sudah hampir habis.

Ezra menghembuskan napas kasar, jantungnya masih berdegup kencang. Cowok itu menyugar rambutnya yang basah, kemudian meraih handuk kecil untuk menyeka keringat. Pendingin ruangan yang sudah diatur rupanya sama sekali tidak mengendalikan keringatnya.

Ruangan ini sebenarnya adalah salah satu dari tiga kamar di apartemennya yang dia rombak menjadi ruang olahraga. 

Setelah dirasa cukup tenang, Ezra bergerak menuju punching pad yang menggantung tepat diujung ruangan. Tanpa meraih sarung tinju, ia hanya melilit kedua telapak tangannya dengan hand wrap saja. Ezra sedang ingin melatih pukulan, merasakan bagaimana kerasnya tinjuan ketika mengenai lawan, sekaligus melatih kewaspadaannya. Jadi nanti, punching pad itu akan dia buat bergerak dengan irama yang tidak konstan.

Ezra mengambil ancang-ancang untuk memukul, netranya yang setajam elang fokus hanya pada punching pad yang menggantung. Lalu tanpa aba-aba cowok itu memukul pad itu dengan keras, sengaja membuat benda itu terus bergoyang, lalu ia mengejarnya sambil menyerang dengan tinjuan.

Bam ... bam ... bam ...

Suara kepalan tangan Ezra yang menghantam pad itu bergema.

Bam ... bam ... bam

Disusul rasa panas yang mulai menjalari kepalan.

Sekitar empat puluh lima menit Ezra tenggelam dalam dentuman-dentuman dari kepalan tinjunya. Merasakan hawa panas yang kembali menyerbu tiap jengkal pori-porinya hingga membuat peluh kembali berjatuhan.

Ezra menghentikkan pukulannya, ia tidak boleh terlalu larut dalam kesenangannya karena pekerjaan sudah menunggu. Matanya melirik pada jam digital, sudah hampir setengah tujuh. Ia melakukan streching sebentar, lalu meraih handuk dan botol minumnya sebelum keluar dari ruangan.

Ezra masuk ke kamarnya. Mandi dengan cepat, dan mengenakan seragam kerjanya dengan cekatan. Hari ini atasannya akan datang ke sebuah pernikahan yang digelar oleh Walikota Solo. Jadi dia meraih kemeja batik berlengan pendek di dalam lemari, dan celana bahan berwarna hitam menjadi pilihannya. Ezra tak lupa mengenakan kaos kakinya sekalian. Sepatunya ada di rak dekat pintu masuk, jadi dia akan mengenakannya nanti.

Sambil bersiul, Ezra menuju meja kerjanya untuk mengambil jam tangan yang semalam dia letakkan disana bersama ponselnya. Ketika sedang memasang arloji, layar ponselnya menyala bersamaan.

Adalah notifikasi dari sang ibu yang buatnya kontan mendesah.

Ezra menajamkan penglihatannya untuk membaca isi pesan itu.

LOVE SPACEWhere stories live. Discover now