3

4 0 0
                                    

Asap rokrok itu mengepul ketika empunya meniup keluar. Baunya mencemari udara segar pagi hari. Tapi Agi tidak peduli karena sumpah dia menikmati. Agi selalu suka rutinitas menghisap gulungan nikotin bersama secangkir kopi setiap pagi.

"Rokok terus," cibir seseorang membuat Agi menoleh.

Itu suara adik perempuannya, Melinda. Yang tidak pernah absen menegur rutinitas merokoknya.

"Orang mah dimana-mana kalo pagi olahraga bukan ngerokok kayak Mas,"

"Bawel," respons Agi acuh membuat gadis itu mencibir. "Mama mana?"

"Udah berangkat dari subuh, biasalah kalo dapet job nikahan pasti gitu," jelas Melinda.

"Nikahannya siapa?"

"Itu loh Mas anaknya Gubernur Jawa Tengah," Melinda berbinar saat mengatakannya. "Yang lagi viral di Tiktok, manis banget loh dia Mas."

"Mas nggak tau,"

"Ya pokoknya itu deh, temen-temen aku banyak yang ngefans sama dia tadi curhat katanya patah hati Mas Agam mau nikah,"

Agi memutar mata. "Lebay banget, harusnya malah seneng di hari bahagia idolanya malah sakit hati."

"Ah Mas nggak ngerti!"

"Mas nggak lebay bukan nggak ngerti,"

"Ish," Melinda mengerucutkan bibir.

"Berarti Mama nggak pulang hari ini?"

Melinda menggeleng sambil membetulkan ikatan tali sepatunya. "Katanya Mama disana tiga hari," gadis itu kembali menatap kakaknya. "Mas udah sarapan?"

"Udah."

Agi adalah anak pertama dari dua bersaudara. Adiknya itu masih kelas 3 SMA negeri sementara dia sendiri merupakan mahasiswa semester 6 Universitas Negeri Indonesia. Mamahnya merupakan MUA tersohor di kota ini, clientnya bukan hanya dari masyarakat biasa, tapi juga dari para selebritis papan atas dan jajaran pejabat negeri.

"Mas nanti nggak usah jemput disekolah ya, langsung ke tempat les aja,"

Ah iya, adiknya juga mengikuti bimbingan belajar sebagai bekal persiapan Ujian Nasional dan masuk perguruan tinggi.

Pekerjaannya selain sebagai mahasiswa dan fotographer juga merangkap sebagai ojek antar jemput adiknya. Sesekali Mama juga mengantar Melinda ke sekolah kalau memang tidak ada job yang harus membuatnya berangkat pagi-opagi sekali. Sebenarnya Melinda mengatakan tidak mau selalu merepotkannya dan mulai ingin mandiri dengan berangkat sekolah naik bis atau taksi, tapi Agi langsung melarang karena khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Kota ini tidak ramah terhadap perempuan, tindak kejahatan seperti pelecehan masih sering terjadi dimana saja dan Agi tidak mau adiknya harus menjadi salah satu korban.

"Ayo Mas berangkat sekarang," ajak Melinda yang sudah siap dengan seragam negeri, tas ransel, dan sepatu hitam tanpa motifnya.

Agi mengangguk seraya mematikkan puntung rokok didalam asbak. "Ambil jaket sama kunci motor dulu bentar,"

"Sekalian ambilin jaket aku juga Mas, ada di atas kasur kok udah aku siapin tadi tapi lupa ngambil." Gadis muda itu melempar cengiran tanpa dosa melihat raut tak bersahabat kakaknya.

Agi melenggang masuk ke dalam, menaikki tangga menuju kamarnya dan kamar adiknya di lantai dua. Ia membuka pintu berwarna biru muda. Kamar itu hangat dan berbau Melinda. Ia sudah jarang masuk ke kamar Melinda sejak adiknya menginjak kelas 11 karena gadis itu selalu melarang, butuh privasi katanya, yang seketika itu langsung membuat Agi mengolok-ngoloknya sampai menangis dan berakhir kena teguran Mama.

Pandangannya tidak sengaja jatuh pada sesuatu diatas meja belajar. Ada bingkai foto Papa sedang tersenyum lebar.

Tiba-tiba Agi ingat masa-masa adiknya mendekam disini. Tidak mau makan. Tidak mau keluar kamar. Tidak mau bertemu siapapun.

Kepergian Papa lima tahun lalu membawa serta merta kehidupan dirumah ini. Mama tidak mau menerima job, hanya keluar rumah untuk bolak-balik ke psikolog(sampai sekarang). Melinda tidak mau berangkat sekolah, mengurung diri, dan mogok makan berhari hari. Sementara Abizar berusaha keras untuk tetap tegar dengan tidak menunjukan kehancurannya.

Belum ada yang benar-benar sembuh sampai sekarang. Agi beberapa kali pernah mempergoki Mama duduk melamun diatas kursi goyang kesukaan Papa. Ketika tengah malam, Agi juga pernah mendengar tangisan pilu dari kamar adiknya.

Mereka hanya pura-pura terlihat baik-baik saja untuk berusaha melanjutkan hidup.

Hari itu lima tahun lalu, bisa jadi hari terburuk yang Agi tau.

Agi meraih jaket adiknya dan menutup pintu. Membuka kamarnya, mengambil kunci motor dan jaketnya sendiri. Bersiap mengantar satu-satunya tuan putri di keluarga kecil ini.



Bersambung...



hug mas agikuhhhh

LOVE SPACEWhere stories live. Discover now