Delapan belas

142 24 17
                                    

"Lisaaaa..."

Rose berlari kecil berusaha mengejar Lisa yang mendahuluinya memasuki kelas. Lisa hanya menoleh sebentar dan semakin mempercepat langkahnya.

"Lelet luu," ledek Lisa.

Sebuah pukulan pun mendarat di lengan Lisa. Wajah cemberut milik Rose menghiasi pandangan Lisa. Lisa pun tertawa.

"Lo udah ngerjain PR matematika belum?" Rose merangkul Lisa.

"Udah," jawab Lisa singkat, "lo mau nyalin ya?" tuduhnya seketika.

"Hehe.. Gue lupaaa.. boleh yaaa.." kini Rose menatap Lisa dengan penuh pengharapan, lengan Lisa ia goyangkan perlahan sebagai bentuk rayuan tambahan.

"Traktir omakase ya..." kayaknya Lisa mulai tak tahu diri.

"Ih.. Yang bener aja dong.." Rose tentu protes, omakase terlalu mahal hanya untuk sebuah PR. Tapi Lisa hanya tertawa saja. Ia memang hanya sedang bercanda.

Kegiatan dua sahabat itu, terus diperhatikan oleh Jeonghan. Bagaimana pun, sedari tadi ia memang berjalan tepat di belakang Lisa. Melihat Lisa tertawa dan bercanda dengan temannya, membuat Jeonghan merasa senang. Ia sudah merusak kehidupan gadis itu dengan segala masalahnya.

Meskipun Lisa adalah anak yang periang, tapi tak bisa dipungkiri jika permasalahan ini cukup mengganggunya. Jeonghan bisa melihat sorot khawatir di mata Lisa. Bukankah seharusnya Lisa sedang menikmati masa remajanya? Bermain dan tertawa dengan teman-temannya, pacaran? Jeonghan menghela nafas. Pacar untuk Lisa? Ia tak suka ide itu. Ia pun menggelengkan kepalanya keras-keras. Bolehkah Jeonghan cemburu?

"Bro,"

Jeonghan menoleh begitu ada yang menepuk pundaknya. Tidak biasanya ia mendapat sapaan di pagi hari begini. Ia pun mengernyit heran.

Jimin nampak bersungut-sungut. Lalu dengan tegas ia berkata, "Rose itu cewek gue, jangan lu incer ya.." Meskipun kata-katanya terdengar seperti ancaman, namun itu sama sekali tak menakutkan. Entah mengapa wajah dan nadanya malah terasa lucu dan menggemaskan. Hingga tanpa sadar Jeonghan tertawa.

Tawa Jeonghan bukan hanya langka. Bahkan, selama Jimin mengenal Jeonghan, ia tak pernah sekali pun melihat Jeonghan tersenyum. Dan apa tadi? Ia tertawa? Tawa yang manis. Jeonghan sangat tampan. Ah! Tidak! Ia sangat cantik.

"Sorry.. Tapi gue gak naksir Rose kok.." Jeonghan hanya mengatakan itu lalu melangkah pergi menuju ke kelasnya, meninggalkan Jimin terperangah sendirian.

***

Kantin sekolah hari ini cukup sepi. Tidak biasanya. Namun Lisa, Rose, Jimin dan Taehyung malah merasa senang. Meraka bisa makan dengan tenang tanpa harus berdesakan.

Seperti biasa, mereka kembali menghabiskan jam istirahat bersama. Ia sendiri juga sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Jimin dan Taehyung di sekitarnya. Tidak ada hal spesial. Karena di luar itu, ia hampir tak berkomunikasi dengan kedua kakak kelas tampan di hadapannya ini. Kecuali Taehyung yang sesekali masih menyapa dan berbasa-basi dengannya.

"Hari ini gue ngelihat keajaiban..." Jimin memulai kisahnya. Ketiganya pun menatap Jimin heran, meminta penjelasan lebih lanjut.

"Pagi tadi, gue lihat Jeonghan ketawa dong..!" ucapnya heboh.

Taehyung dan Rose pun langsung tersedak. Terlebih Taehyung yang mengenal Jeonghan lebih lama.

"Siapa lo bilang?" tanya Taehyung masih belum pulih dari rasa terkejutnya.

"Jeonghan.. Temen sekelas kita, pangeran dari kutub utara.." ucap Jimin berlebihan.

Kini giliran Lisa yang tersedak. Lisa ingin tertawa kencang. Pangeran dari kutub utara?! Jangan bercanda. Lisa sekuat tenaga menahan tawa yang ia rasa tak tepat.

Senja (Lisa & Jeonghan) Where stories live. Discover now