Delapan

201 29 17
                                    

Jeonghan dan Lisa pergi ke sekolah bersama-sama. Kali ini mereka membawa mobil atas saran Tante Yuri. Saat gedung sekolah sudah terlihat, Lisa tanpa sengaja melihat seorang ibu-ibu yang rasanya pernah Lisa lihat sebelumnya. Ibu itu nampak tertatih, mukanya pucat. Ia berjalan ke arah sekolah mereka.

"Han, berhenti bentar deh," Lisa berkata tanpa melihat Jeonghan yang sedang mengendarai mobil milik Lisa. Ia pun menepikan mobilnya. Jeonghan mengikuti arah pandang Lisa. Dan ia menemukan hal yang sangat mengejutkan. Tanpa aba-aba, Jeonghan segera turun dan berlari.

"Bude Rami," panggil Jeonghan begitu kakinya menapak tanah.

Kini Lisa ingat. Itu adalah asisten rumah tangga di rumah Jeonghan. Ibu-ibu yang ia temui beberapa hari lalu, yang memintanya untuk membawa pergi Jeonghan. Ia pun ikut menghampiri sang ibu.

"Bude Rami kenapa?" tanya Jeonghan panik.

Ibu Rami menangis melihat Jeonghan. "Syukurlah nak, syukurlah kamu baik-baik saja.." Ia terus menatap Jeonghan dari atas kepala hingga ujung kaki. Tangannya juga meraba lengan Jeonghan, seperti mencari jika ada luka di sana.

Lisa menuntun Ibu Rami untuk duduk di dalam mobilnya. Ibu Rami nampak kepayahan. Ada beberapa lebam di permukaan kulitnya yang mulai keriput. Juga beberapa luka di sudut bibir dan ujung dahinya.

"Bude, cerita ya sama Jeonghan, Bude kenapa?"

...

"Han, lo masuk dulu deh, kita sambil ke klinik terdekat.." titah Lisa mengambil inisiatif. Jeonghan hanya mengangguk dan melakukan apa yang Lisa minta. Kini Lisa yang mengambil alih kemudi.

"Ayah dan ibu kamu sedang marah besar karena tahu bahwa kamu gak pulang berapa hari ini, nak.." Ibu Rami memulai ceritanya.

"Beberapa hari yang lalu, mereka tahu, Bude yang meminta kamu pergi. Mereka tanya ke Bude kamu dimana. Bude jawab gak tahu, karena Bude memang gak tahu," suara beliau semakin parau.

"Sebaiknya, kamu jangan dulu pulang ya nak, tadi bude mau ke sekolah kamu, mau kasih tahu kamu soal ini," lanjutnya. Jeonghan hanya mengangguk.

"Maafin Jeonghan," Jeonghan menunduk, ia merasa bersalah. Selama ini, hanya karena Ibu Rami lah ia masih bertahan. Jika tidak ada beliau, mungkin ia telah menyusul Jisoo sedari lama. Bukan karena ia yang akan mengakhiri hidupnya sendiri, tapi karena siksaan yang ia terima.

Jika ia telah terluka, maka Ibu Rami lah yang akan mengobatinya. Dan jika lukanya lebih parah, maka Ibu Rami yang akan membawanya ke rumah sakit. Beliau lah yang selalu merawat Jeonghan dengan tulus. Selama hidupnya, selain Jisoo, Ibu Rami-lah yang telah merawatnya. Meskipun Ibu Rami tak bisa membelanya seperti apa yang Jisoo lakukan namun, kebaikan beliau yang sedemikian besar membuat Jeonghan merasa bersalah. Sebesar itu jasa beliau bagi Jeonghan. Dan sekarang, karena dirinya, Ibu Rami harus terluka.

"Bude, jangan balik ke rumah itu ya.. Tolong.." ucap Jeonghan lirih. "Di sana bahaya buat Bude,"

Ibu Rami hanya tersenyum, "Nak, Bude selalu bertahan untuk lindungi kamu. Bude gak tega, kalau kamu sakit nanti siapa yang jaga.."

***


Lisa menatap Tante Yuri dengan tatapan penuh rasa bersalah. Hal itu, tentu disadari sang tante. Bagaimana pun, ia ikut membesarkan anak cantik ini.

"Anak cantik tante ini kenapa?" tanya Tante Yuri sembari memasang sarung bantal. Ruangan yang tadinya dijadikan gudang, kini telah disulap oleh Tante Yuri menjadi sebuah kamar. Mereka memang membutuhkan kamar tambahan untuk Jeonghan.

"Maafin Lisa ya, Tante.." Lisa memeluk sang Tante. Lisa menerima usapan lembut di punggungnya.

"Lisa selaluuu aja ngerepotin Tante," ucap Lisa sambil memejamkan matanya, ia benar-benar merasa bersalah. "Sekarang, malah Lisa tambahin lagi soal Bude Rami.."

Tante Yuri menghela nafas, lalu tersenyum dan melepas pelukan keponakannya. "Apa kita perlu pindah ke rumah yang lebih gede ya, Lis?" canda Sang Tante.

"Bude Rami kan bakal pulang kampung, ngapain pindah, Te?"

"Ya siapa yang tahu, besok kamu bawa pulang siapa lagi?" jawab Tante Yuri sambil tertawa.

Lisa pun melirik tajam ke arah sang tante atas sindiran itu. "Ishh.. Iya, besok-besok mah Lisa bawa calon suami buat Tante," balas Lisa atas candaan tante cantiknya yang berakhir dengan pukulan bantal di kepala Lisa. Mereka berdua pun tertawa. Hingga terdengar suara Jeonghan yang baru saja pulang dari klinik tempat Bude Rami dirawat.

***


Awan mendung menutupi semburat jingga yang biasanya menghiasi langit saat malam mulai menjelang. Yuri sedang merapikan hasil masakannya untuk nanti ia hidangkan pada penghuni rumah ini yang terus bertambah. Ia sama sekali tak keberatan, sungguh! Ia sangat mengenal bagaimana Lisa adalah anak yang tidak tegaan atas kesusahan orang lain. Diam-diam, ia juga tahu keresahan Lisa mengenai dirinya yang belum menikah. Padahal, itu bukan salah Lisa sama sekali. Selama ini, Yuri sama sekali tidak merasa repot oleh kehadiran Lisa. Keponakannya yang cantik itu sudah sangat dewasa secara pemikiran, ia juga sangat mandiri. Betapa ia sendiri sangat kagum oleh sifat Lisa itu. Sedangkan tentang jodohnya, ya memang belum bertemu yang cocok saja. Ia pun tak merasa harus terburu-buru.

"Adududu.. Kayaknya sebelum kamu bawain Tante calon, kamunya malah yang duluan deh," ceplos Yuri ketika sampai di ruang tamu.

"Apasih, Tante!" sewot Lisa. Ia mengerling tajam pada sang tante. Lisa sudah kesal karena digodain Jeonghan dari tadi, dan sekarang tantenya malah nambahin.

Bude Rami yang sedang duduk di sofa terus tersenyum melihat interaksi Lisa dan Jeonghan yang sedang lesehan di bawah. Mereka berdua sedang belajar sembari mengerjakan tugas bersama. Namun, Jeonghan selalu saja iseng. Hingga Lisa mencak-mencak sendiri. Namun malah terlihat lucu.

"Ibu, terimakasih, dan maaf saya sudah merepotkan," ucap Bude Rami begitu melihat Tante Yuri memasuki ruang tamu itu.

"Dienakin aja ya, Bude," jawab Tante Yuri sembari tersenyum, "Bude yakin mau langsung ke kampungnya malam ini banget?" lanjutnya. Bagaimana pun, kondisi Bude Rami masih cukup memprihatinkan.

"Iya, Bu. Biar nanti anak saya aja yang rawat. Saya gak enak kalau terus-terusan ngerepotin orang." jawab Sang bude ramah.

Jeonghan yang mendengar percakapan itu merasa serba salah. Di satu sisi, ia setuju jika Bude Rami harus pulih dulu. Ia khawatir jika Bude Rami harus naik bus malam-malam dalam kondisi yang tidak cukup baik.

"Saya gak pernah merasa keberatan, Bude." ucap Yuri sembari mendudukkan dirinya di sisi Bude Rami, "Terimakasih banyak sudah merawat dan melindungi Jeonghan selama ini," lanjutnya.

"Iya, Bude. Kami khawatir kalau Bude harus pergi malam-malam kayak gini, sendirian lagi," timpal Lisa.

Bude Rami merasa terharu, namun ia juga bersyukur karena Jeonghan menemukan keluarga yang sangat baik yang mau membantu dengan tulus ikhlas. Air matanya meleleh tanpa diminta.

"Saya yang terimakasih," genggamannya pada Tante Yuri mengerat. "Terimakasih sudah membantu Mas Jeonghan," ucapnya tersendat karena tangis yang menyesakkan.

"Mas Jeonghan sudah lama sekali tidak tersenyum apalagi tertawa, dan malam ini, akhirnya saya melihatnya lagi, terimakasih.."

Tanpa sadar, air mata Jeonghan ikut mengalir. Benar, ia memang sudah lama tidak merasakan hati yang hangat. Perasaan yang terasa ringan seperti saat ia masih bersama dengan Jisoo dulu kala, kini kembali ia rasakan karena Lisa dan tantenya.

Yuri memeluk Bude Rami. Tak ada kalimat yang bisa ia sampaikan sebagai balasan atas ucapan terimakasih itu. Hatinya terasa ngilu. Seberapa lama mereka telah menanggung beban ini? Tangis mereka berempat pecah dalam diam. Diantara senja yang mulai tenggelam, mereka berusaha saling menguatkan.

****************


Setelah ini aku akan update ceritanya seminggu sekali ya.. Hehe (Mohon dimaklumii)

Btw, ide cerita aslinya tuh bakalan pendek, paling banyak 12-14 bab aja.. (Aku biasanya gak terlalu jago bikin cerita panjang, takut jadi kayak sinetron yang alurnya gak jelas 😃)
Menurut kalian, kurang panjang ga? Kalau mau dipanjangin bilang ya..

Senja (Lisa & Jeonghan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang